Lebih Baik Ketimbang Kuliah, Merantau (Kerja) ke Jepang yuk...!

Pernah terpikir untuk bekerja di Jepang? 


Awalnya saya juga tidak pernah berpikir untuk ke Jepang. Tapi jika disuruh memilih, saya lebih memilih bekerja di Jepang ketimbang di Indonesia. Bukan tak cinta sama kampung halaman dan tanah air sendiri. Tak lain dan tak bukan, karena pengalaman dan gaji yang lebih besar ditawarkan oleh Jepang. Siapa sih yang tidak mau dapat gaji hampir 4 kali lipat dari upah minimum regional (UMR), pengalaman tinggal di Negeri Sakura dengan empat musim, bekerja dengan para profesional di perusahaan-perusahaan yang punya etika kerja berkualitas tinggi. Belum lagi dengan serentetan hal lainnya.



Tahu gak? Gaji pokok di Jepang itu 9-10 juta per bulan. Woow banget kan!
Selama kita terikat kontrak kerja dengan perusahaan Jepang, kita juga dapat modal kerja. Jadi, pulang dari Jepang, kita sudah dapat bekal pengalaman kerja, pengalaman hidup dan modal! Keren kan! Gak hanya itu, selesai kontrak kita juga berkesempatan untuk bekerja di perusahaan Jepang di Indonesia. Jadi, gak perlu cemas seusai pulang dari Jepang. Tentu itu cerita yang menggembirakan, bukan? Tapi semua itu bisa terjadi kalau kita berhasil melewati serangkaian proses.

Di zamanku dulu, aku ikuti seleksi magang di sebuah lembaga di Medan. Kuikutin semua arahan dari pembimbing lembaga tersebut agar bisa lolos di tiap tahapan seleksi. Sekitar 3 bulan belajar di lembaga tersebut, tibalah waktu seleksi. Dalam tiap tahapan seleksi berlaku sistem gugur. Dimulai dari seleksi pemberkasan, matematika, kesamaptaan, fisik, wawancara, medical check up dan terakhir bahasa Jepang.



Syukur banget, semua tahapan dapat lulus hingga masuk ke tahap pendidikan.
Nah, ada dua tahap pendidikan. Tahap pendidikan di daerah tempat rekrut dan di pusat. Setelah menyelesaikan tahap pendidikan 4 bulan, waktu yang paling dinantikan pun tiba. Saya berangkat ke Jepang.



Sesampainya di sana, saya masuk ke pusat pelatihan di Kota Chiba selama 1 bulan.
Setelah itu, saya dikirim ke perusahaan Jepang yang telah ditentukan sebelum keberangkatan. Saya magang di perusahaan konstruksi bagian profil baja untuk kontruksi bangunan seperti pabrik, jembatan, jalan dan sebagainya. Saya tekuni itu selama 3 tahun karena kontraknya hanya sampai tiga tahun. Selama di Negeri Sakura, saya menemukan banyak hal baru, budaya, makanan dan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Sungguh pengalaman luar biasa!

Awal tiba di Jepang, saya rindu dengan kampung halaman. Namun, seraya waktu berlalu dan mulai beradaptasi akhirnya saya menjadi betah tinggal disana. Saya malah tidak ingin cepat-cepat pulang ke Indonesia. Tapi karena kontraknya selama 3 tahun, jadi mau tidak mau harus pulang ke negara asal kita.

Saat hendak pulang ke negara asal, kita diberikan modal usaha sebesar Rp70juta dan diberi kesempatan untuk bekerja diperusahaan Jepang yang ada di Indonesia. Sudah dapat pengalaman kerja, gaji besar, keterampilan, wawasan, dan tentu mental yang luar biasa. Sebab, para perantau memang punya mental baja bukan? Apalagi perantau dari Jepang! Dana yang dihabiskan untuk program ini tidak begitu besar. Dari proses pelatihan sampai pendidikan sekitar 8 bulan sampai 1 tahun, hanya menelan biaya kurang lebih Rp15juta sampai Rp20juta. Biaya itu tidak sekaligus dibayar tapi secara bertahap. Setelah di Jepang modal kita sudah bisa dipastikan akan cepat kembali. Dalam waktu 3 bulan modal sudah kembali. Selebihnya, uang yang kita peroleh bisa kita tabung atau bantu ekonomi keluarga.

Program magang/kerja di Jepang yang sangat bermanfaat. Jadi, ikuti saja prosedur dan seleksinya. Saya bisa bantu kamu untuk konsultasi apa saja tentang program ini. Jangan segan bertanya gratis kok.

Hubungi saya lewat fesbuk atau no HP atau langsung temui kami di LPK Hiroki. Kami akan jawab segudang pertanyaanmu. Akun FB saya Nando Damanik.

Di postingan berikutnya, saya akan berbagi pengalaman unik yang hanya bisa kita temui di Jepang. So, tunggu postingan berikutnya ya Sob! Bantu sebarin info ini ke kawan-kawan, keluarga, tetangga atau siapa yang kamu kenal pengen merantau ke Jepang. Terimakasih!


API Bangun Komunitas UMKM Kreatif

API Bangun Komunitas UMKM Kreatif



(Analisa/damayanti). MEMASAK: Para anggota Komusatif tengah memasak tahu khas olahan sendiri. API membangun wadah Komusatif sebagai pusat penyaluran hasil kreativitas dan inovasi para anggota UMKM, khususnya yang berada di Asahan.

Kisaran, (Analisa). Asosiasi Planter Indonesia (API) bangun wadah komunitas usaha mikro kecil menengah (UMKM) kreatif. Komunitas ini ditujukan sebagai pusat penyaluran hasil kreativitas dan inovasi para anggota UMKM, khususnya yang berada di Kisaran. Selain itu, sebagai pusat untuk mengembangkan potensi komoditas unggulan dan oleh-oleh khas Sumatera Utara, khususnya Kisaran.

Pelopor API, Baskara Liga, mengemukakan, ia telah lama merencanakan untuk membangun komunitas ini. Ia telah mengumpulkan puluhan para anggota UMKM, melatih dan membantu mereka untuk menghasilkan berbagi produk seperti jus, coklat, keripik, dan makanan cemilan yang semuanya berorientasi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.

“Sudah lama merencanakannya. Tapi, bulan ini baru terwujud. Masih banyak anggota UMKM yang akan dilibatkan untuk maju bersama. Masih banyak produk yang akan dikonsep dan diluncurkan. Kami (API) masih terus bekerja untuk mengembangkan Komunitas Asahan Kreatif atau Komusatif,” ujar Baskara, pada saat peresmian pusat Komusatif, Senin (25/7).

Anggota Komusatif telah mengisi wadah ini dengan berbagai produk seperti jus murberi, jus buah pala, coklat, keripik singkong, dan produk lainnya. Pihakya berfokus agar masyarakat tidak hanya mendapatkan produk yang terjangkau, terlebih lagi sehat dan aman dikonsumsi. Para pekerja di Komusatif juga terdiri dari para lulusan SMA yang sedang mencari kerja sehingga mengurangi pengangguran di Asahan.

Sang Pendiri juga berharap wadah ini dapat menjadi tempat berkumpul para anggota planter untuk berbagi ide mengembangkan pertanian Indonesia, khususnya produk hilirisasi. Sebab, pengembangan produk tersebut diyakini dapat menyerap banyak tenaga kerja, meningkatkan gizi dan menyediakan semakin banyak produk terjangkau bagi masyarakat. (dyt)

Tingkatkan Standar Pelayanan, BPS Provsu Minta Masuka

Tingkatkan Standar Pelayanan, BPS Provsu Minta Masukan


http://harian.analisadaily.com/ekonomi/news/tingkatkan-standar-pelayanan-bps-provsu-minta-masukan/37522/2014/06/12


(Analisa/Damayanti) DENGARKAN MASUKAN: Kepala BPS Provsu Ir. Wien Kusdiatmono (kanan) bersama Kabid IPDS (Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik) Thomas Wunang Tjahjo, M.Sc, M.Eng., tengah mendengarkan masukan dari para konsumen yang sering mengunjungi perpustakaan BPS Sumut, di Ruang Vicon Lantai 3, Rabu (11/6). Hal itu dilakukan BPS guna meningkatkan standar pelayanan publik.
Medan, (Analisa). Demi meningkatkan standar pelayanan pu-blik, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara (Provsu) meminta masukan kepada para konsumen. Pihaknya mengundang sejumlah pihak dari media, mahasiswa, pegawai negeri sipil (PNS), dan pegawai swasta yang sering memanfaatkan layanan perpus-takaan BPS Sumut untuk memberikan usulan dalam rapat yang diadakan di Ruang Vicon Lantai 3 Jalan Asrama No.179 Medan, Rabu (11/6).
Dalam pembahasan tersebut Kepala BPS Provinsi Sumatera Utara Ir. Wien Kusdiatmono beserta para pegawai BPS memaparkan jenis pelayanan yang ada di BPS baik berupa layanan publikasi di perpustakaan juga website BPS. Francisca Wenny AWS, pegawai yang bertugas di perpustakaan BPS Sumut, memaparkan ada lima jenis layanan yang dapat dimanfaatkan para pengunjung BPS.
Lima jenis layanan itu antara lain: perpustakaan tercetak, perpustakaan digital, layanan data mikro, konsultasi statistik, dan penjualan softcopy maupun hardcopy. Dari lima jenis layanan tersebut, menurut BPS Sumut, para pengunjung lebih sering memanfaatkan layanan perpustakaan tercetak. Padahal, penjelasan mengenai layanan tersebut sudah terpampang dengan jelas di depan pintu masuk perpustakaan.

Masukan
Setelah menyampaikan penjelasan mengenai layanan publik yang disediakan, Kabid IPDS (Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik) Thomas Wunang Tjahjo, M.Sc, M. Eng langsung menanyakan saran dan pandangan para konsumen. Pihak dari media memberikan saran agar pihak BPS Sumut mampu me-nyediakan data khusus bagi para jurnalis dalam bentuk excel maupun grafik berbasis vektor.

Selain itu, pihaknya juga meminta supaya update data lebih cepat terbit. Menjawab komentar itu, Thomas, Kabid IPDS, mengemukakan pihaknya akan mengupayakan semaksimal mungkin guna memenuhi permintaan dari pihak media. Namun, menurutnya, tidak semua hal itu bisa dipenuhi sebab BPS memiliki time lag dan harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dalam mempublikasikan data.

Sementara dari pihak mahasiswa memberikan usulan agar pihak BPS menempelkan informasi mengenai alur layanan dan menyediakan mesin fotokopi yang memudahkan para konsumen untuk memotokopi bahan yang mereka akan teliti. Pihak BPS pun menerima gagasan tersebut dan mengatakan perlu menyusun program untuk itu. “Kami menerima usulannya. Kami akan melaporkan ke pimpinan karena ini masih terkait dengan PNBP (penerimaan negara bukan pajak),” jawab Thomas kepada para mahasiswa.
Terakhir dari pihak PNS, Yosi Sukmono Kasubbid Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah Bappedasu mengapresiasi kinerja BPS Sumut yang saat ini menurutnya jauh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Meski demikian, ia menyoroti kelemahan pelayanan di BPS Kabupaten dan Kota yang tidak update dalam memberikan informasi.

Para pemberi masukan baik dari mahasiswa, media dan pegawai turut menambahkan keramahtamahan pegawai dalam melayani perlu ditingkatkan. “Saya sering ditanya teman saya dari USU, Unimed, bagaimana pelayanan di BPS. Banyak yang beranggapan pelayanan birokrat itu kurang menyenangkan. Padahal belum tentu. Mungkin pihak BPS juga perlu meningkatkan keramahtamahan agar kesan dan anggapan itu hilang,” ujar Depo Lestari Sinaga, Mahasiswi USU Jurusan Statistik semester VI.

Menanggapi seluruh pemberi usulan, Thomas menerangkan pihaknya senang dengan semua masukan dan akan segera melakukan pembenahan sesuai prosedur. Namun, ia beserta para pegawai BPS juga meminta kerja sama dengan para konsumen atau pemberi masukan agar memberitahukan pelayanan BPS Sumut.

Badan Pusat Statistik Sumut juga menyoroti tentang tingkah laku buruk para pengunjung yang sering didapati seperti menyobek buku, menempatkun buku sembarangan, dan kurang mematuhi aturan yang sudah jelas tertulis dan terpampang di perpustakaan. “Kami sering menemukan isi buku itu dirobek. Itu tidak bagus karena orang lain tidak bisa lagi memakai buku tersebut akibat tidak lengkap. Jadi, mari kita sama-sama menganggap BPS Sumut itu milik kita bersama,” pungkas Thomas. (dyt)

Serunya Buat Kerajinan Tangan di Indonesia Festival

Serunya Buat Kerajinan Tangan di Indonesia Festival




(Analisa/damayanti) MENGANYAM: Anak kelas II MIS sedang menganyam keranjang bersama Ibu Eka, Pengrajin Tikar Pandan


http://harian.analisadaily.com/liputan-sekolah/news/serunya-buat-kerajinan-tangan-di-indonesia-festival/116333/2015/03/15

Sejuk, hening, dan in­dah, begitulah suasana sa­­at Ana­lisa berkunjung untuk menyak­sikan acara Indo­nesia Festival (Indo­fest) yang berlang­sung selama sepekan mulai 9 sampai 14 Maret.Serunya ke­gi­a­tan kerajinan tangan dan menari di Medan Independent School (MIS).

Sangmin, siswa kelas 5, terlihat asyik menga­ny­am ke­ran­jang kecil bersa­ma Jo, sis­wa kelas 4. Me­re­ka berdua serius mem­per­ha­tikan Ibu Eka,­ Peng­rajin Ti­kar Pandan. “Aku coba ya Bu,” kata Sang­min de­ngan menampakkan wa­­jah se­rius kepada Ibu Eka agar memberinya ke­sem­pa­tan mengerjakan anya­man sen­diri. Begitu juga dengan Jo,yang tak mau ka­lah.­Me­reka ber­dua sangat fo­kus dengan pekerjaan me­reka.

Berbeda sekali dengan Marcello Sianipar, siswa kelas 5, beserta kawan-ka­­wan­nya yang sedang mem­buat mang­kuk dari ta­nah liat. Mereka ti­dak ha­nya asyik membuat ma­ng­kuk, tapi juga sibuk mem­­­­ban­dingkan hasil kre­a­si me­­reka masing-ma­sing.­“Aku bu­at sedikit aneh­­lah biar ja­ngan ada yang ambil punyaku. Aku buat beda dari yang lain ya Bu,” kata­nya kepada Bu Wati Pe­ngra­jin tanah liat.

Teman-teman Marcello pun jadi ikut-ikutan. Semu­la, tanah liat ditujukan un­tuk membuat mangkuk,mereka malah mem­­bu­at ukiran berupa ember, as­bak, dan lainnya. Bu Wati sampai kegelian lihat ha­sil karya mereka. Apalagi, be­be­rapa an­ak sangkin ge­mas­nya meli­hat tanah liat, menge­luarkan tena­ga  ber­lebihan ke ta­nah, me­nye­­babkan ceta­kan men­jadi miring. “Te­kan tanah­nya pa­kai pera­saan ya, nak. Jangan asal ditekan, nanti bisa rusak,’ kata Bu Wati sembari ter­senyum.

Di lokasi lain, ada anak-anak yang tengah berkon­sent­rasi tinggi untuk me­nger­jakan ukiran kayu bed nama.Mereka adalah Lan­riner,  dan kawan­nya yang pemalu. Keduanya me­ngha­biskan waktu cu­kup lama bersama Yon Riko dan Hot Boyma, ma­hasis­wa Uni­med Semester 4 Jurusan Seni Rupa. Untuk kerajinan yang satu ini me­mang peminatnya tidak ba­nyak.Sebab, an­ak-an­ak ha­rus benar-be­nar sa­bar dan me­mi­liki te­na­ga ektsra untuk menge­tuk or­na­men uki­ran yang ter­buat dari kayu sangat seru dan me­nye­nang­kan.

Melihat wa­­jah lucu,­ma­nis,­dan im­ut murid ke­las 1 sam­pai 10 di MIS,­ ber­ke­na­lan, ber­ma­in,dan se­mua ak­tivitas yang Analisa iku­tin satu per satu, mem­buat sua­­sa­na hati gem­bira.
Sebe­nar­nya masih banyak kegiatam, po­kok­­nya acara ini seru deh. ­Se­­moga di lain waktu ada aca­ra seru seperti ini. (Damayanti)

Kualanamu Berpotensi Jadi Bandara Aerotropolis






Sumber : Angkasa Pura II+Internet

http://harian.analisadaily.com/ekonomi/news/kualanamu-berpotensi-jadi-bandara-aerotropolis/50773/2014/07/26 

Medan, (Analisa). Bandar Udara Internasional Kualanamu (KNIA) di­pas­tikan dapat menjadi bandara berkonsep aero­tropolis pertama di Indonesia. Bandara terbesar kedua setelah Soekarno Hatta ini memiliki beragam faktor yang men­dukungnya menjadi bandara internasional yang dapat memajukan ekonomi Indonesia, khususnya Pulau Su­matera.

Sejak beroperasi pada 25 Juli 2013, KNIA mengundang beragam pujian dan kritikan yang membangun. Dalam tahap I pembangunan, bandara ini telah dapat menampung 8,1 juta penumpang dan 10.000 pergerakan pesawat per tahun. Apabila tahap kedua rampung, bandara ini akan mencapai 25 juta pe­numpang per tahun.

Fasilitas dan infrastruktur penunjang seperti pembangunan jalur kereta api, jalan raya yang lebar yang memung­kinkan bus dan mobil melintas, men­dorong kemajuan bandara ini. Fre­kuensi perjalanan pun terus meningkat. Jika di awal pengoperasian hanya 13 kali per arah, pada Mei 2014, frekuensi perjalanan meningkat menjadi 20 kali per arah.

Apalagi menjelang implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, berbagai upaya dilakukan PT. Ang­kasa Pura II demi meningkatkan kemajuan bandara tersebut. Tengku Said Ridwan General Manager PT. Angkasa Pura II, mengatakan, KNIA akan menjadi bandara pusat dan ger­bang Indonesia bagian barat dan pusat logistik yang mencapai 4 juta metrik ton per tahun pada 2050.
Keberadaan KNIA yang akan terko­neksi langsung dengan Pelabuhan Tan­jung Kuala-pelabuhan internasional, dan kawasan ekonomi khusus Sei Mangkei, mendukungnya sebagai pusat internasional. Bandara ini akan mem­berikan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat yang tinggal hingga 60 mil dari pusat bandara.

Guna mewujudkan KNIA menjadi bandara aerotropolis, PT. Angkasa Pura (AP) II tengah menyiapkan infrastruk­tur fasilitas komersial berupa hotel berkelas bintang lima, empat, dan tiga, plaza dan pusat pertunjukan, pusat pelatihan bandara, taman bisnis berupa perkantoran dan toko, gudang kargo dan logistik, pom bensin dan ruang pe­ristirahatan, taman golf, dan taman rekreasi.
Ia mengemukakan, posisi KNIA sangat mendukung sistem logistik na­sional dan masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI), sebagaimana yang diharapkan pemerintah. Kualanamu akan menjadi pusat dan gerbang Inter­na­sional di Indonesia dengan area la­yanannya meliputi Asia, ASEAN, dan APEC. Di dalam negeri, bandara itu ber­­peran menjadi area servis koridor ekonomi I Sumatera, koridor ekonomi II Jawa, dan koridor ekonomi III Ka­limantan.

Tantangan
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Sumatera Utara Bidang Logistik yang juga merupakan Ketua Gabungan Pe­rusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Su­mut menyatakan, tantangan yang diha­dapi KNIA untuk menjadi bandara ber­konsep aerotropolis di antaranya ta­tanan aturan serta tata kelola dan estetika yang mengacu kepada kla­sifikasi internasional.

Dibutuhkan kerja sama yang solid antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta, serta usaha kecil me­nengah (UKM) dengan standar opera­sional yang jelas dan terukur. Untuk menyaingi bandara dalam negeri dan luar negeri, KNIA harus mampu me­ngoptimalisasi pencapaian kepuasan pelanggan. Bandara harus mempunyai pelayanan dengan sistem C.I.Q.S (custom, immigration, quarantine, security).

Wakil Ketua Umum Kadin Sumut Tomi Wistan menyoroti sejumlah ham­batan yang harus segera dibenahi AP II seperti penyediaan listrik yang me­madai, bahkan jika perlu tidak bergan­tung kepada perusahaan listrik negara. Pengembangan infrastruktur teknologi seperti wifi, dan sarana teknologi lain­nya yang memungkinkan bagi para penumpang dapat menikmati suasana bandara yang modern.

Rekomendasi
Akses jalan lingkar dalam dan luar menuju bandara, standar kenyamanan mulai dari masuk sampai terbang serta fasilitas pendukung yang rapi, bersih, dan aroma yang nyaman, perlu diting­katkan. AP II urgen menetapkan regu­lasi yang definitif terlebih komit­men­nya terhadap pelaksanaan serta kepas­tian hukum pelaku usaha dalam menja­lankan usaha, rencana yang terprogram, serta sumber daya manusia yg prima.

Pengamat ekonomi Hanny Siagian mengkritisi, Kualanamu harus mem­buka peluang rute penerbangan yang lebih luas dengan pasar yang lebih besar. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh AP II sehu­bu­ngan dengan lingkungan, pelayanan, dan biaya.
Terkait lingkungan, agar menjadi bandara aerotropolis, diperlukan komit­men antara pengelola, pihak maskapai dan pemerintah, yang saling mendu­kung. Terutama kerja sama pihak pe­merintah, AP II, dan PTPN III terkait pembebasan lahan peruntukkan Kua­lanamu.

Akses menuju bandara yang masih terbatas sebab jalan non tol semrawut. Pengelolaan dan desain KNIA butuh ditingkatkan. Seperti sejumlah ba­ngunan yang catnya pudar dan terkesan asal, semen tembok atau lantai yang rusak, dan kaca yang tidak jernih.

Infrastruktur pendukung seperti toilet, tempat ibadah, restoran, pertokoan, tempat duduk yang nyaman, penting untuk ditambahkan. Pembangunan In­frastruktur sebagaimana yang direnca­nakan, harus dipercepat.

Akses keluar masuk bandara yang sangat bebas, perlu ditinjau ulang guna menjaga keamanan bandara. Penem­patan satpam yang masih kurang khu­susnya pada pos-pos rawan. Regulasi dan sanksi yang tegas terhadap peda­gang asongan dan taksi liar serta preman yang selama ini menyebabkan kon­disi bandara awut-awutan.

Perlu batasan jumlah pengantar se­hingga bandara tidak terlalu padat. Pe­tugas kebersihan seharusnya lebih aktif menjaga kebersihan agar tingkat keber­sihan KNIA mencapai standar in­ternasional. Dan memang, masyarakat semestinya ikut menjaga kebersihan bandara dengan tidak duduk di lantai atau membuang sampah sembarangan.

Pelayanan prima harus menjadi prioritas. Para petugas di bandara pen­ting menjaga sikap sopan dan ramah terhadap para penumpang, termasuk petugas imigrasi. Kepentingan para pelanggan wajib untuk dipilah-pilah, misalnya, kebutuhan para pengusaha eksportir, importir, perlu dipisahkan dari pelanggan biasa, tanpa membe­rikan servis yang berat sebelah.

Para pengunaan kendaraan butuh diarahkan untuk memasuki lokasi par­kiran dengan tertib dan teratur. Selain itu, perlu ada ketegasan atas keamanan kendaraan bagi penumpang yang me­nginap.

Terkait biaya, tarif kereta api Medan menuju Kualanamu perlu dikalkulasi ulang. Tarif sekali jalan Rp 80ribu per penumpang terlalu mahal. Hal ini me­ngakibatkan banyak penumpang yang menggunakan tranportasi alter­natif yang lebih murah misalnya taksi, damri, mobil pribadi, dan lainnya. Akibatnya, potensi laba dari kereta api belum dimaksimalkan oleh perusahaan pa­tungan AP II dengan Perusahaan Kereta Api. (dyt)





Macam Mana Samosir Mau Maju?

 


Oleh: Damayanti


Tahun lalu aku berangkat ke Jakarta untuk melihat persiapan Terminal 3 Ultimate Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Semua biaya termasuk tiket pesawat tiket pesawat promo Garuda disediakan oleh Angkasa Pura II. Di sana kami para pemenang lomba tulisan jurnalistik juga diajak untuk menikmati berbagai lokasi wisata di Jakarta.

Alamak….Tugu Monas Membludak!
Jujur, untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki ke Tugu Monas. Saat itu aku bersama rekan-rekan wartawan dari berbagai daerah merasa jenuh dengan antrian yang membludak. Gelinya, aku berjumpa dengan murid-murid dari Medan yang lagi study tour. Aku sempat teriak ke mereka,”Horas bah! Aku orang Medan juga”.

Lihat foto di atas pengunjung Tugu Monas membludak, ratusan bahkan berasal dari Medan.
Aku juga berjumpa banyak warga dari daerah lain yang sekadar mau tahu bagaimana Tugu Monas itu.  Ku pikir kian ada hal yang sangat spesial di Tugu ini, ternyata yang katanya emas di dalam, tidak bisa kita saksikan. Jadi, hanya lihat pemandangan dan peninggalan sejarah saja. Dengan perasaan sedikit kecewa karena berdesak-desakan dengan para pengunjung lain, aku berusaha mencari hal positif apa yang bisa ku pelajari.

Ku Ingatlah Samosir
Tak lama kemudian pikiranku tertuju ke Pulau Samosir, kampung halaman orang tuaku. Tempat dimana aku pernah sekolah selama 3 tahun lebih. Tempat yang pernah mewarnai perjalanan hidupku. Aku berpikir mendalam, mengapa tidak sebanyak ini jumlah orang yang berkunjung ke Samosir. Selain cinta akan Samosir, aku juga ingin orang-orang lain mengenal kampung halamanku.

Saat aku lagi pikirkan itu. Pas pula pemandu wisata kami dari Bee Bee 7 Travel punya banyak pengalaman tentang jual paket wisata. Dia pernah merancang berbagai ide untuk menjual paket wisata Samosir. Lalu dia cerita kalau Samosir punya daya pikat yang luar biasa. Namun, ada berbagai kendala yang membuat sulit bagi mereka menjual paket wisata ke Samosir.

Dia membandingkan Samosir dengan Taman Simalem. Taman Simalem dikelola oleh swasta asing sementara lokasi wisata Samosir itu ada banyak dan dikelola oleh berbagai pihak. Mengapa paket wisata Taman Simalem lebih laris-manis dibandingkan paket wisata ke Samosir. Itu karena berbagai hal di antaranya: Pertama, jarak dan waktu tempuh menuju Pulau Samosir. Dia bilang, umumnya para wisatawan hanya punya waktu singkat berlibur. Bila waktu tempuh mereka terlalu lama dan tidak pasti, mereka tentu kurang tertarik.

Kedua, Medan dan beberapa daerah di Sumut itu terkenal kurang ramah terhadap para pengunjung. Ada banyak hal yang perlu dicontoh oleh warga Sumut, khususnya Pulau Samosir dari penduduk di Bali. Penduduk Bali menganggap para turis sebagai tamu istimewa yang harus diperlukan dengan baik. Mereka merasa sangat bergantung pada dunia pariwisata makanya para turis diperlakukan sebagai raja dan ratu. Perlakuan yang nyaman tersebut bisa diingat dan diceritakan oleh para turis ke kawan, kerabat dan siapapun.

Ketiga, lokasi-lokasi wisata di Pulau Samosir misalnya, Pasir Putih Parbaba harusnya bersih, tertata rapi, dan punya fasilitas lengkap. Jangan sampai brosurnya saja yang cantik tapi kenyataannya terbalik. Namun, di akhir dari percakapan kami, ia menandaskan kemajuan tersebut sangat bergantung pada sumber daya manusia di Sumut.
“Singkatnya,  masalahnya terletak pada SDMnya mbak. SDM Sumut masih sulit. Lihat saja pelanggaran lalu-lintas dimana-mana. Pemerintahnya juga terus-menerus bermasalah korupsi. Belum lagi, para warga belum menganggap Samosir dan para turis sebagai sumber pendapatan mereka,” terang Mas pemandu wisata kami.
Saat mengobrol dengannya, seketika saja aku ingat pengalamanku melakukan perjalanan ke Samosir. Iya, aku ingat sekali bagaimana warga sesukuku Batak Toba sering sekali buat onar dan kebisingan. Maaf, saya bukan menghina suku Batak, saya juga Batak. Saya sering merasa tidak nyaman dengan suara bising, asap rokok, cakap kotor di bus atau angkot. Saya kadang malu dengan sikap orang Batak yang selalu ingin menang sendiri dan kasar saat di jalan. Hampir semua jalan dan rambu lalu-lintas dilanggar. Itu buat suasana perjalanan para wisatawan sama sekali tidak nyaman. Padahal, yang namanya perjalanan itu ya selama berjalan-jalan. Mulai dari tiba sampai meninggalkan daerah wisata.


Sebagai warga Sumut, aku kerap menyaksikan banyak proyek dan promosi pariwisata Pemerintah Samosir bersifat mementingkan diri sendiri. Lebih terkesan hanya cuap-cuap doing. Macam mana Samosir mau maju? Ini semua bermula dari kebiasaan warga Sumut secara umum dan Batak khususnya. Nah, seperti komentar pemandu Bee Travel masalahnya terletak pada SDM–bagaimana caranya mengubah kebiasaan warga Sumut. Itulah yang paling sulit sebab mengubah Pulau Samosir jadi cantik dan bersih sangat mudah. Tapi mengubah perilaku atau kepribadian warga Sumut, itu yang paling sulit!

Berubahlah Kita
Makanya, kembali lagi pernyataan dari pakar wisatawan yang mengatakan kebahagiaan seorang wisatawan bukan saja bersumber dari perjalanan itu tapi terletak pada bagaimana wisatawan itu diperlakukan itu sangat tepat.

Kalau para wisatawan diperlakukan dengan baik, lembut, dan bersahabat tentu mereka akan memperoleh perasaan bahagia yang tak terlukiskan. Itu akan meluap dan menjadi cerita yang akan disebar kepada orang lain. Jika perilaku warga kita berubah mulai dari anak-anak sampai dewasa dan orang tua dididik menghormati dan menjaga perasaan tamu, tentu Samosir jauh lebih populer ketimbang Bali atau Tugu Monas! Apa yang tidak ada di Pulau Samosir, semua ada! Mulai dari pemandangan yang keren, udara segar, flora, fauna dan berbagai warisan opung-opung (leluhur) kita! So, yuk warga Sumut, kita ubah perilaku kita!






Perjalanan Buatku Sadar Pentingnya Punya Sahabat



 


Oleh: Damayanti
”Punya satu saja sahabat seumur hidup, itu sudah hebat; dua, sangat hebat; tiga, mustahil.”—Henry Brooks Adams.
Pernyataan seperti itu mengesankan punya sahabat sejati memang langka. Namun, tidak demikian halnya denganku. Aku bersyukur selalu menempatkan persahabatan sebagai hal penting dalam hidup. Itu karena berkali-kali perjalanan buatku sadar pentingnya punya sahabat.
Pelajaran hidup buatku sadar pentingnya sahabat saat kita bahagia maupun sedih, apalagi saat melakukan perjalanan. Tak soal lokasi wisata  mana yang akan kita tuju, penentu kebahagianku selama perjalanan itu adalah siapa kawanku jalan. Bagaimana tidak? Bayangkan kalau kamu jalan ke lokasi mewah dan keren tapi kamu tidak ada kawan jalan dan berbagi rasa. Atau kamu bersama kawan yang cuek, suka ngatur, egois dan negatif melulu. Pasti kamu kurang bahagia, kan? Ini kisahku.

Handphone Low Battery di Kuala Lumpur

Aku sudah persiapkan dengan jeli rencana perjalanan ini. Januari 2016 aku searching tiket pesawat promo. Akhirnya dapat tiket pulang pergi seharga Rp600ribu. Dengan nekat besar aku memutuskan melakukan perjalanan solo pertama kalinya ke Kuala Lumpur (KL) untuk berjumpa kawan-kawan. Perjalanan tersebut sekaligus bertujuan menghadiri sebuah kebaktian besar. Sekaligus juga mengeksplorasi ibukota Malaysia tersebut. Tak enak memang jalan seorang diri menuju KL tapi aku berusaha ngobrol dengan beberapa orang saat di Bandara Kualanamu, di pesawat, dan Bandara KLIA.

Tebak apa yang terjadi gitu nyampe di bandara? Handphoneku mendadak mati, aku berusaha mencari colokan listrik. Saat itu juga aku bongkar isi tasku. Lalu tebak apa yang terjadi? Aku lupa dimana letakkan chargernya. Perasaanku pun campur aduk. Aku kian cemas bagaimana mau hubungi sahabatku dan mencari rumahnya di Kota KL yang begitu luas. Untung saja, sahabatku juga ternyata berusaha menghubungi aku dan menanyakan informasi ke petugas bandara. Hampir satu jam di bandara dengan keadaan kalut. Tak lama kemudian aku berjumpa dengannya.
“Ah…akhirnya dia muncul,” kataku sambil berlari memeluknya.
Aku sudah sempat memikirkan hal-hal yang aneh bila tak jumpa dengan dia. Aku sempat cerita betapa cemas hatiku bila tak jumpa dia. Lalu kami pun tertawa sepanjang perjalanan menuju rumahnya.
Karena punya sobatku ini, aku lebih mudah mengelilingi Kota KL dan berfoto ria kesana-kemari. Aku jadi bebas berekspresi, leluasa menanyakan berbagai hal tentang KL. Tak lupa juga mencicipi kuliner di sana.
Aku dapat banyak kenalan pada saat kebaktian di sana. Jumpa dengan berbagai macam orang, cerita dan tertawa bersama mereka, buat liburanku makin seru.

Bayangkan saja kalau aku tak punya sobat dalam perjalanan, hanya bermodalkan uang untuk bayar sana sini, mungkin tak seseru yang ku ceritakan ini. Punya sobat klop itu benar-benar berikan warna tersendiri dalam perjalananku. Aku habiskan hari-hari liburku jalan-jalan dan hadiri kebaktian bersama sobatku ini. Masak, bersihkan rumah dan bertukar-cerita, saling mengisi satu sama lain. Nah, di situlah letak kebahagian hidup itu bagiku.

Berlibur di Hari Kejepit ke Palembang


Well, perjalanan lain yang buatku kian menyadari pentingnya sahabat saat aku berlibur di “hari terjepit” sedunia…haha.. Terjepit? Ya, karena liburnya Jumat. Jadi, aku sengaja berangkat dari Medan ke Palembang hari Kamis minta tolong kawan handle kerjaanku sehari. Jadi, aku bisa nikmati libur dari Kamis sampai Minggu. Aku juga mengandalkan tiket murah bulan itu dari situs skyscanner. Situs ini membantu banget bagiku dalam hal memilih maskapai mana yang tiket murah. Pasti kita nyari yang termurah, kan? Aku pilih maskapai Airasia karena situs skyscanner dengan cepat menampilkan maskapai tersebut dengan harga termurah.

Aku mendarat di Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II dijemput sama opung boru (nenek). Selebihnya, aku bepergian kesana-kemari bersama sobatku Atha Purba naik sepeda motor. Aku merasa beruntung sekali punya sobat yang bisa diajak keliling Palembang. Kalau bukan karena dia, mana mungkin aku bisa menikmati liburan di hari kejepit itu.

Bayangkan kami mengelilingi Kota Palembang hanya dalam dua hari saja. Pergi ke lokasi wisata, mal, dan bertemu dengan saudara/i. Jumpa sama kenalan baru, berbagi cerita, makan bersama, dan bercanda, itu buat semangat hidupku makin besar. Bertemu dengan kawan-kawan Kak Atha sungguh menyenangkan. Aku diperlakukan dengan baik oleh mereka semua. Itu buatku betah di Palembang, serasa berada di rumah sendiri, sampai-sampai aku lupa rumah dan kerjaanku di kantor.

Merdeka dari Beban Rutinitas

Perjalanan berikutnya yang paling buatku tak bisa lupa akan pentingnya persahabatan saat aku liburan sepekan ke Samosir. Dari Medan aku naik minibus sendirian ke Samosir. Rasanya, sepi dan tak enak sekali sendirian di mobil. Apalagi gak ada kawan yang enak diajak bicara. Soalnya ada bapak-bapak yang suka merokok, ada penumpang yang cuek dan suara hingar bingar.

Tapi suasana tersebut langsung berubah ketika aku berjumpa dengan Kak Lydia, Kak Sondang dan kawan lainnya. Aku benar-benar merdeka dari beban rutinitas. Aku sangat menikmati liburan bersama mereka. Menarik, dari sekian banyak hal indah yang ku temukan dalam perjalanan bersama mereka, satu paling ku ingat yaitu kasih persahabatan. Bagiku, itu yang paling berkesan dari semuanya.

Aku merasa sangat nyaman dan sukacita jalan bersama kawan-kawanku. Sukacitaku bukan karena nginap di hotel yang keren. Bukan juga karena bisa jalan ke lokasi wisata keren tapi kasih persahabatan itulah yang buat perjalanan kami begitu indah. Rasanya ingin setiap hari bisa pergi jalan bersama mereka.
Pantas saja seorang pakar pariwisata berkata begini,”Kebahagiaan seorang wisatawan bukan saja bersumber dari perjalanan itu tapi terletak pada bagaimana wisatawan itu diperlakukan”.
Aku merasa menjadi tamu dan sahabat paling istimewa selama liburan. Istimewa karena aku bisa curhat sama sahabat-sahabatku, bisa adu panco bersama..haha, cerita lucu, curhat dari pagi sampai ketemu pagi, dikusuk dan mengusuk sama-sama, mentel-mentelan, gaya-gayaan. Ya, pokoknya sampai kemana-mana pun sama-sama. Geli rasanya lihat tingkah laku kami yang rada ke kanak-kanakan.



 Hari-hariku dipenuhi canda tawa dan yang buat hidupku semakin hidup. Ini berbeda sekali dengan yang ku rasakan selama rutinitas kerja yang kadang menyusahkan. Apalagi menghadapi berbagai karakter orang-orang yang menyusahkan. Tapi untungnya, pelajaran hidup buatku sadar pentingnya punya sahabat. Dan lebih penting lagi selektif dalam memilih sahabat. Sebab, tak semua orang bisa dijadikan sahabat!


Cerita perjalanan ini sungguh tertanam dalam ingatanku. Dari sekian banyak hal yang ingin ku sebut, yang paling utama adalah cara sahabat-sahabatku memperlakukanku. Bagiku, dari situlah aku bisa menilai letak kematangan atau kedewasaan berpikir seseorang yakni bagaimana ia memperlakukan orang di sekitarnya. Jadi, pilihlah sahabat yang dewasa dan sehat cara berpikirnya! Tak soal kemanapun kamu pergi, tapi yang jadi pertanyaan penting adalah siapa kawan-kawanmu jalan?


Oya, tahun depan aku berencana jumpa sahabat-sahabatku di Sorong, Papua. Aku ingin benar-benar mengisi hidupku dengan berbagai perjalanan, petualangan, persahabatan, dan hal-hal seru lainnya. Skyscanner sudah menampilkan dengan mendetail semua jadwal penerbangan dan transit berbagai maskapai untuk keberangkatan Januari 2018. Tapi, harganya masih sangat mahal..hahaha. Aku perlu upaya ekstra untuk terus mengintip-intip situs Skyscanner. Semoga saja aku dapat harga tiket pergi paling murah di bawah Rp5juta.

Kalaupun tidak dapat karena gak sanggup dana, aku juga masih punya utang janji sama sahabatku di Batam. Aku juga bakal realisasikan rencana itu. Kalau masih ada uang lagi sekalipun sudah bokek…haha, aku berencana ke Jakarta.

Semoga saja terealisasi!

Samosir Pilihan Terbaik bagi Kamu Berpetualang Jelajahi Eksotisme Danau Toba

Danau Toba sangat luas. Terdiri dari 8 kabupaten. Jika kamu hanya punya libur dua hari rasanya tak cukup untuk eksplorasi banyak hal di Dana...