Tampilkan postingan dengan label jalan-jalan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jalan-jalan. Tampilkan semua postingan

Aku Sangat Mencintai Samosir

            Beberapa hari di Samosir minggu lalu, aku gak kuasa menahan langkahku melihat rumah Inang Namatua, Rumah Genteng. Rumah itu kini sekarang lebih keren. Katanya itu program bedah rumah. Aku masih ingat kenangan manis bersama Inang bercerita dan berdoa bersama. Dia yang ajarkan aku berdoa kepada Amang Jahowa dalam Doa Hata Haporseaon.

Rumah Inang, Rumah Genteng, di Hutaraja, Lumban Suhi-Suhi

          Aku juga langkahkan kakiku ke SD di Lumban Pasir Alngit. Di sinilah, 23 tahun silam aku selalu menantikan Bu Sitorus menceritakan kisah Musa, Abraham, Daud, Nuh, dan tokoh Alkitab lainnya. Cerita itu sungguh hidup sampai-sampai aku bisa membayangkan bagaimana Musa membelah Laut Merah dengan tongkatnya.

Aku bayangkan Danau Toba yang berada persis dekat dengan sekolahku, terbelah dan aku bisa berjalan kaki di Danau menuju seberang. Aku ingat itu. Cintaku terhadap Bapak Yehuwa bermula di sini. Aku yakin janji bahwa orang mati akan bangkit (hidup) kembali pasti terjadi. Karena itu janji dari Dia, Bapak Jahowa.



Aku ingat tiap pergi dan pulang sekolah aku harus mengurus kerbau. Aku ingat aku selalu rindu mandi di Danau Toba. Aku ingat aku senang mengambil tanaman orang lain maksudnya mencuri bersama kawan-kawanku di Desa Lumban Suhi-Suhi Hutaraja..haha.

SD di Alngit


Saat aku melihat ladang, aku ingat masa kecilku tinggal di Samosir. Dulu, kalau pulang sekolah aku harus singgah ke ladang mencangkul atau jaga padi supaya gak dimakanin burung. Waktu itu aku merasa seperti berada di bawah penjajahan Jepang.

Aku sama sekali tidak menikmati kerja di ladang. Soalnya sudah panas, banyak ulat, lipan, dan terkadang tekstur tanah yang mau dicangkul itu padat karena tanah liat. Benci sekali kalau opung teriak kerja, kerja, kerja! Kayak sekarang ni Jokowi suka bilang. Slogannya buatku ingat kata-kata opungku. Karena malasnya mencangkul, siasat licik yang ku buat sama opung itu izin untuk minum.

"Opung...aku minum ya."

Aku bersyukur sekali pernah tinggal di Samosir. Kenangan itu sampai sekarang masih terekam di memoriku. Aku bahkan masih ingat perincian banyak hal semasa kecil. Ingat semua orang di kampung semasa aku kecil. Beberapa masih mengenali wajahku.

Hutaraja Lumban Suhi-Suhi, Samosir

Tapi. Ada satu hal yang sangat ku rasakan berbeda saat bermalam, udara tidak lagi sesejuk dulu. Aku malah merasa Girsang 1 jauh lebih sejuk dan dingin. Kadang aku harus pakai 2 selimut di Girsang. Ketika di Samosir, hanya pakai sarung. Itupun sekadar saja, bukan karena dingin.

Aku bertanya dalam hati. Besoknya ku lihat bagian belakang Hutaraja. Ternyata pohon-pohon kemiri dan hariara berukuran besar dulu tempat kami manjat sudah ditebang. Ku lihat di sana dibangun Homestay. Di tempat lain, begitu juga ku bandingkan 23 tahun lalu. Ada beberapa pohon tak lagi di situ. Aku tahu betul sebab dulu hobi manjat..

Mangga Samosir punya opung dan tetangga juga gak seperti dulu. Buahnya tidak rimbun. Hanya muncul sedikit di beberapa ranting. Itupun kecil. Hampir seukuran telur ayam kampung. Ku coba cicipi mangga yang jatuh, ada yang enak. Tapi banyakan tidak enak. Tidak seperti yang pernah ku makan semasa aku SD.

Homestay di Hutaraja

Sebenarnya, tahun-tahun sebelumnya tiap berkunjung kesini, aku juga merasakan demikian. Tapi baru kali ini aku ingin menulisnya. Tidak lain dan tidak bukan lagi kenapa temperatur di sana lebih hangat ketimbang Girsang, tentulah karena pohon-pohon sudah berkurang. Soal mangga, aku tak tahu. Siapa tahu ada teman yang tahu apa 'resep' tuk mengatasi penyakit mangga Samosir.

JW.ORG/BBC

 

 

Mewujudkan Girsang sebagai Kampung Wisata

Oleh: Damayanti

Tonton Video Kampung Girsang, Simalungun.

Kampung Wisata atau Desa Wisata jadi istilah populer sejak Jokowi bercita-cita menjadikan desa sebagai tujuan wisata. Kaldera Toba menjadi sorotan dunia sejak mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai Taman Bumi (Geopark). Karena kedua hal tersebut, sejumlah desa di kawasan Danau Toba berusaha untuk menggali potensi desa masing-masing. Salah satu dari desa yang berpotensi dijadikan Desa Wisata yakni Kampung Girsang. Selain itu, mengingat posisi Girsang berada di kawasan Geopark Kaldera Toba, penampilan Girsang berperan dalam meningkatkan citra Kaldera Toba, khususnya pariwisata di Kawasan Parapat, Simalungun.

            Mengapa Girsang layak dijadikan sebagai kampung wisata. Itu karena kampung Girsang 1 memiliki potensi daya tarik wisata baik bersifat fisik maupun non fisik. Bersifat fisik yakni potensi alam yang sangat memikat mata para wisatawan. Ada mata air yang jernih, air terjun, bukit-bukit yang indah, persawahan, perkebunan dan perkampungan.

Potensi bersifat non fisik yakni warisan budaya berupa Rumah Batak dan lainnya. Guna mendukung Girsang sebagai Kampung Wisata, Rumah Batak di Huta Simandalahi saat ini sudah dipugar. Penampilannya kini sudah jauh berbeda dari sebelumnya.

Guna mewujudkan Girsang sebagai kampung wisata, anak-anak muda Girsang membentuk Tim yang dinamai Parhuta untuk membenahi huta. Tim Parhuta dan warga Girsang siap untuk menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana guna mendukung kegiatan wisata.

Sejumlah spot menarik di Girsang wajib untuk dikunjungi di antaranya pemandangan di Sitombom, Pemandangan di Gala-Gala, Huta Simandalahi, Bukit Simumbang, dan Air Terjun Halimbingan. 

Pemandangan di Sitombom

            Kata tombom dalam bahasa Batak Toba artinya jatuh. Kemungkinan karena lokasi ini berada persis di bawah Bukit Simumbang makanya tampak jatuh. Pemandangan di lokasi ini bagi penulis sangat indah. Khususnya ketika padi akan segera memasuki masa panen. Ada begitu banyak sawah padi dan jagung, diselingi beberapa tanaman keras seperti kopi, coklat, kemiri, petai, durian. Girsang terkenal sebagai pengasil petai, durian dan kemiri. Selama Oktober dan November 2020, masyarakat Girsang panen  petai dan durian saat lokasi lainnya sama sekali tidak panen.

            Belum ada data pasti terkait luas lokasi Sitombom. Lahan disini merupakan milik masyarakat. Yang paling memikat perhatian lagi Sitombom terbentang di bawah bukit dan penuh dengan batu. Lokasi ini juga jadi bukti para petani di Girsang pekerja keras, tangguh dan tidak gampang menyerah mengingat tanah yang mereka kerjakan sulit dicangkul.

            Meski tidak mudah, para petani membentuk teras-teras sawah di sisi pegunungan yang hijau. Tiap-tiap teras dipagari oleh pematang, dan disangga oleh dinding tanah liat yang keras atau batu. Kebanyakan teras ditanami padi mengikuti kontur pegunungan. Beberapa lereng berbentuk cekung dan berbentuk cembung. Teras ini dibuat guna menahan humus saat hujan deras datang. Siapapun yang menyukai alam pasti akan menganggumi pemandangan teras sawah ini. Teras sawah ini dibangun karena kerjasama masyarakat, budaya marsiadapari.

Umumnya, masyarakat menanam padi air, bukan padi darat. Varietas padi air sangat membutuhkan air. Maka, guna menunjang hal tersebut, sistem pengairan dibutuhkan. Sungai-sungai di pegunungan disadap dan disalurkan ke teras melalui sistem kanal atau parit. Didorong gaya gravitasi, persediaan air disalurkan dari teras ke teras. Kita bisa menyaksikan para petani bekerja keras! Jika Anda berkunjung kesini saat padi mulai bertumbuh, teras ini tampak seperti mosaik yang indah dengan berbagai gradasi warna hijau.

 

Mempertimbangkan: Mak Ober, petani Girsang 1 sedang mempertimbangkan apakah padinya sudah layak untuk dipanen atau harus menunggu beberapa hari lagi. Pemandangan sawah padi buat suasana hati tentram.

Pemandangan di Gala-Gala

            Gala-gala adalah jenis tanaman yang mendominasi wilayah ini. Makanya lokasi ini dinamakan Gala-Gala. Sama seperti Sitombom, kawasan ini dipenuhi dengan padi dan jagung. Akan tetapi, pemandangan di lokasi ini punya daya tarik tersendiri. Lokasi ini menghubungkan Girsang 1 ke Girsang 2. Dari lokasi inilah kita bisa sampai menuju air terjun.

            Keunikan pemandangan ini, kita bisa merasakan udara yang segar dengan pemandangan sawah kiri-kanan. Pembuatan teras sawah tidak menggunakan alat-alat canggih. Masyarakat menggunakan peralatan biasa seperti cangkul dan kayu.

             

Periode Panen: Pemandangan di Gala-Gala memasuki periode panen padi. Lokasi ini cocok bagi mereka yang gemar dengan alam dan melihat pematang sawah.


Huta Simandalahi

            Huta artinya kampung. Huta Simandalahi artinya huta ini dibuka atau dihuni oleh keturunan Sinaga yang bernama Simandalahi. Kemungkinan besar pria bernama Simandalahi itulah yang menamai Huta ini Simandalahi. Huta bernama Simandalahi tidak hanya ada di Girsang 1, huta bernama Simandalahi juga terdapat di lokasi lain di Kecamatan Girsang Sipanganbolon. Pada umumnya, kumpulan marga Sinaga sepakat kalau huta ini dibuka oleh Simandalahi atau keturunan Simandalahi.


            Kebanyakan keturunan Sinaga dari Huta Simandalahi di Girsang 1 saat ini merantau atau berpencar ke tempat lain. Akan tetapi, rumah Batak tersebut statusnya masih milik marga Sinaga, warisan leluhur mereka. Demikian juga rumah Batak di huta lainnya, huta Porti, Sidasuhut dan Sidallogan.

Rumah Batak unik. Dibangun tanpa paku dan tahan lama. Generasi sekarang mungkin tidak mampu untuk membuat rumah seperti itu sekarang mengingat keterbatasan kayu dan tenaga untuk membangunnya. Belum diketahui pasti kapan rumah Batak mulai dibangun. Mungkin sejak mulainya sejarah suku Batak Toba.

Dulu, rumah Batak dapat menampung hingga 12 keluarga hidup bersama dalam satu rumah. Banyak rumah Batak yang ada saat ini sudah berusia ratusan tahun. Rumah ini terbuat dari kayu pinasa atau nangka yang dijadikan tiang untuk menopang beban atap. Kayu poki atau kayu keras yang digunakan untuk tiang badan bangunan. Kayu ulin digunakan untuk membuat ukiran pada bangunan. Kayu ini memiliki sifat keras, tetapi memiliki tekstur yang lembut pada serat kayunya. Kolong rumah digunakan sebagai tempat ternak​-anjing, ayam, babi, kerbau, dan sapi. Namun, di Kampung Girsang saat ini rumah hanya dihuni satu keluarga dan kolong rumah biasaya dijadikan gudang.

Pemugaran Huta Silalahi: Kampung Simandalahi yang sudah dan terus dipugar demi menarik perhatian para pengunjung.

            


Bukit Simumbang

Bukit Simumbang merupakan bukit di Kampung Girsang 1. Saat penulis memeriksa ketinggiannya melalui aplikasi My Elevation, ketinggian tempat penulis berada yakni di Pondok Simumbang, mencapai 1.196 meter. Lokasi tersebut milik Kehutanan dikelola oleh masyarakat. Akses ke sinilah salah satu yang dibenahi oleh Tim Parhuta yang memungkinkan masyarakat setempat maupun wisatawan untuk menikmati jungle trekking atau mendaki gunung. Dari lokasi ini, kita dapat menyaksikan pemandangan Danau Toba yang indah dan Kota Parapat yang penuh dengan hotel.

            Sebelum sampai ke Bukit Simumbang, kita akan menyaksikan tanaman-tanaman pangan seperti padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, tebu, pisang, kopi, tomat, coklat, nenas, alpukat, asam, berbagai kacang-kacangan, rempah-rempah, dan lainnya. Lokasi Girsang merupakan sumber bahan pangan.

            Selain sebagai bahan pangan, banyak rempah-rempahan di hutan digunakan sebagai obat-obatan. Apalagi selama pandemi Corona melanda, rempah seperti jahe, kunyit, lengkuas diburu karena khasiatnya. Penduduk kampung Girsang 1 juga turut membudidayakan dan menggunakannya guna meningkatkan daya tahan tubuh. Kawasan ini cocok bagi para peneliti untuk meriset apakah ada tanaman di hutan ini berpotensi dijadikan obat.

            Hutan yang lebat ini juga menghasilkan oksigen dan menjaga Kampung Girsang 1 dari hujan deras yang mengikis tanah. Karena hutannya masih lestari, di sejumlah lokasi terdapat sungai tadah hujan. Sungai-sungai ini terbentuk karena adanya hutan tropis sepanjang tahun. Di dalam sejumlah sungai tersebut, masyarakat setempat memanfaatkannya sebagai sumber pengairan air dan budidaya ikan seperti Lele dan Gabus. Di dalam hutan ini, kita juga bisa menjumpai berbagai jenis satwa seperti Imbo atau Siamang, burung Enggang, Beruang Madu, dan binatang unik lainnya.

 

Budaya Berkebun

            Penduduk di Girsang 1 membudayakan diri mereka untuk bertani. Sejak kecil, orang tua mereka membawa anak-anak mereka untuk bertani. Budaya inilah yang membentuk karakter anak-anak, mengajarkan mereka pentingnya bekerja keras. Sebab, anak-anak diajarkan bahwa segala sesuatu itu harus ada proses. Mulai dari menanam, merawat atau mengurus, memberikan pupuk dan membersihkan rumput hingga memanen. Itu butuh proses panjang.

            Beberapa anak di kampung ini terkenal sangat berani. Beberapa yang penulis kenal sanggup berjalan kaki ke lokasi untuk mengambil tuak tanpa menggunakan sandal atau sarung tangan. Hanya bermodalkan parang. Mereka sering jumpa ular dan binatang berbisa lainnya. Tapi mereka kebal terhadap serangan binatang tersebut.



Melihat: Seorang anak melihat hamparan tanaman jahe di salah satu lokasi mendekati Simumbang. Budaya bertani telah ditanamkan kepada anak-anak di desa ini sejak kecil.






Hutanku, Masa Depanku

HUTAN GIRSANG 1: Pemandangan Hutan Girsang 1. Suara Siamang (Imbo) sering bersahut-sahutan di dalam hutan ini. Karena hutan sangat lebat, udara sejuk, segar dan pemandangan asri.

Perjalanan Buatku Sadar Pentingnya Punya Sahabat



 


Oleh: Damayanti
”Punya satu saja sahabat seumur hidup, itu sudah hebat; dua, sangat hebat; tiga, mustahil.”—Henry Brooks Adams.
Pernyataan seperti itu mengesankan punya sahabat sejati memang langka. Namun, tidak demikian halnya denganku. Aku bersyukur selalu menempatkan persahabatan sebagai hal penting dalam hidup. Itu karena berkali-kali perjalanan buatku sadar pentingnya punya sahabat.
Pelajaran hidup buatku sadar pentingnya sahabat saat kita bahagia maupun sedih, apalagi saat melakukan perjalanan. Tak soal lokasi wisata  mana yang akan kita tuju, penentu kebahagianku selama perjalanan itu adalah siapa kawanku jalan. Bagaimana tidak? Bayangkan kalau kamu jalan ke lokasi mewah dan keren tapi kamu tidak ada kawan jalan dan berbagi rasa. Atau kamu bersama kawan yang cuek, suka ngatur, egois dan negatif melulu. Pasti kamu kurang bahagia, kan? Ini kisahku.

Handphone Low Battery di Kuala Lumpur

Aku sudah persiapkan dengan jeli rencana perjalanan ini. Januari 2016 aku searching tiket pesawat promo. Akhirnya dapat tiket pulang pergi seharga Rp600ribu. Dengan nekat besar aku memutuskan melakukan perjalanan solo pertama kalinya ke Kuala Lumpur (KL) untuk berjumpa kawan-kawan. Perjalanan tersebut sekaligus bertujuan menghadiri sebuah kebaktian besar. Sekaligus juga mengeksplorasi ibukota Malaysia tersebut. Tak enak memang jalan seorang diri menuju KL tapi aku berusaha ngobrol dengan beberapa orang saat di Bandara Kualanamu, di pesawat, dan Bandara KLIA.

Tebak apa yang terjadi gitu nyampe di bandara? Handphoneku mendadak mati, aku berusaha mencari colokan listrik. Saat itu juga aku bongkar isi tasku. Lalu tebak apa yang terjadi? Aku lupa dimana letakkan chargernya. Perasaanku pun campur aduk. Aku kian cemas bagaimana mau hubungi sahabatku dan mencari rumahnya di Kota KL yang begitu luas. Untung saja, sahabatku juga ternyata berusaha menghubungi aku dan menanyakan informasi ke petugas bandara. Hampir satu jam di bandara dengan keadaan kalut. Tak lama kemudian aku berjumpa dengannya.
“Ah…akhirnya dia muncul,” kataku sambil berlari memeluknya.
Aku sudah sempat memikirkan hal-hal yang aneh bila tak jumpa dengan dia. Aku sempat cerita betapa cemas hatiku bila tak jumpa dia. Lalu kami pun tertawa sepanjang perjalanan menuju rumahnya.
Karena punya sobatku ini, aku lebih mudah mengelilingi Kota KL dan berfoto ria kesana-kemari. Aku jadi bebas berekspresi, leluasa menanyakan berbagai hal tentang KL. Tak lupa juga mencicipi kuliner di sana.
Aku dapat banyak kenalan pada saat kebaktian di sana. Jumpa dengan berbagai macam orang, cerita dan tertawa bersama mereka, buat liburanku makin seru.

Bayangkan saja kalau aku tak punya sobat dalam perjalanan, hanya bermodalkan uang untuk bayar sana sini, mungkin tak seseru yang ku ceritakan ini. Punya sobat klop itu benar-benar berikan warna tersendiri dalam perjalananku. Aku habiskan hari-hari liburku jalan-jalan dan hadiri kebaktian bersama sobatku ini. Masak, bersihkan rumah dan bertukar-cerita, saling mengisi satu sama lain. Nah, di situlah letak kebahagian hidup itu bagiku.

Berlibur di Hari Kejepit ke Palembang


Well, perjalanan lain yang buatku kian menyadari pentingnya sahabat saat aku berlibur di “hari terjepit” sedunia…haha.. Terjepit? Ya, karena liburnya Jumat. Jadi, aku sengaja berangkat dari Medan ke Palembang hari Kamis minta tolong kawan handle kerjaanku sehari. Jadi, aku bisa nikmati libur dari Kamis sampai Minggu. Aku juga mengandalkan tiket murah bulan itu dari situs skyscanner. Situs ini membantu banget bagiku dalam hal memilih maskapai mana yang tiket murah. Pasti kita nyari yang termurah, kan? Aku pilih maskapai Airasia karena situs skyscanner dengan cepat menampilkan maskapai tersebut dengan harga termurah.

Aku mendarat di Bandar Udara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II dijemput sama opung boru (nenek). Selebihnya, aku bepergian kesana-kemari bersama sobatku Atha Purba naik sepeda motor. Aku merasa beruntung sekali punya sobat yang bisa diajak keliling Palembang. Kalau bukan karena dia, mana mungkin aku bisa menikmati liburan di hari kejepit itu.

Bayangkan kami mengelilingi Kota Palembang hanya dalam dua hari saja. Pergi ke lokasi wisata, mal, dan bertemu dengan saudara/i. Jumpa sama kenalan baru, berbagi cerita, makan bersama, dan bercanda, itu buat semangat hidupku makin besar. Bertemu dengan kawan-kawan Kak Atha sungguh menyenangkan. Aku diperlakukan dengan baik oleh mereka semua. Itu buatku betah di Palembang, serasa berada di rumah sendiri, sampai-sampai aku lupa rumah dan kerjaanku di kantor.

Merdeka dari Beban Rutinitas

Perjalanan berikutnya yang paling buatku tak bisa lupa akan pentingnya persahabatan saat aku liburan sepekan ke Samosir. Dari Medan aku naik minibus sendirian ke Samosir. Rasanya, sepi dan tak enak sekali sendirian di mobil. Apalagi gak ada kawan yang enak diajak bicara. Soalnya ada bapak-bapak yang suka merokok, ada penumpang yang cuek dan suara hingar bingar.

Tapi suasana tersebut langsung berubah ketika aku berjumpa dengan Kak Lydia, Kak Sondang dan kawan lainnya. Aku benar-benar merdeka dari beban rutinitas. Aku sangat menikmati liburan bersama mereka. Menarik, dari sekian banyak hal indah yang ku temukan dalam perjalanan bersama mereka, satu paling ku ingat yaitu kasih persahabatan. Bagiku, itu yang paling berkesan dari semuanya.

Aku merasa sangat nyaman dan sukacita jalan bersama kawan-kawanku. Sukacitaku bukan karena nginap di hotel yang keren. Bukan juga karena bisa jalan ke lokasi wisata keren tapi kasih persahabatan itulah yang buat perjalanan kami begitu indah. Rasanya ingin setiap hari bisa pergi jalan bersama mereka.
Pantas saja seorang pakar pariwisata berkata begini,”Kebahagiaan seorang wisatawan bukan saja bersumber dari perjalanan itu tapi terletak pada bagaimana wisatawan itu diperlakukan”.
Aku merasa menjadi tamu dan sahabat paling istimewa selama liburan. Istimewa karena aku bisa curhat sama sahabat-sahabatku, bisa adu panco bersama..haha, cerita lucu, curhat dari pagi sampai ketemu pagi, dikusuk dan mengusuk sama-sama, mentel-mentelan, gaya-gayaan. Ya, pokoknya sampai kemana-mana pun sama-sama. Geli rasanya lihat tingkah laku kami yang rada ke kanak-kanakan.



 Hari-hariku dipenuhi canda tawa dan yang buat hidupku semakin hidup. Ini berbeda sekali dengan yang ku rasakan selama rutinitas kerja yang kadang menyusahkan. Apalagi menghadapi berbagai karakter orang-orang yang menyusahkan. Tapi untungnya, pelajaran hidup buatku sadar pentingnya punya sahabat. Dan lebih penting lagi selektif dalam memilih sahabat. Sebab, tak semua orang bisa dijadikan sahabat!


Cerita perjalanan ini sungguh tertanam dalam ingatanku. Dari sekian banyak hal yang ingin ku sebut, yang paling utama adalah cara sahabat-sahabatku memperlakukanku. Bagiku, dari situlah aku bisa menilai letak kematangan atau kedewasaan berpikir seseorang yakni bagaimana ia memperlakukan orang di sekitarnya. Jadi, pilihlah sahabat yang dewasa dan sehat cara berpikirnya! Tak soal kemanapun kamu pergi, tapi yang jadi pertanyaan penting adalah siapa kawan-kawanmu jalan?


Oya, tahun depan aku berencana jumpa sahabat-sahabatku di Sorong, Papua. Aku ingin benar-benar mengisi hidupku dengan berbagai perjalanan, petualangan, persahabatan, dan hal-hal seru lainnya. Skyscanner sudah menampilkan dengan mendetail semua jadwal penerbangan dan transit berbagai maskapai untuk keberangkatan Januari 2018. Tapi, harganya masih sangat mahal..hahaha. Aku perlu upaya ekstra untuk terus mengintip-intip situs Skyscanner. Semoga saja aku dapat harga tiket pergi paling murah di bawah Rp5juta.

Kalaupun tidak dapat karena gak sanggup dana, aku juga masih punya utang janji sama sahabatku di Batam. Aku juga bakal realisasikan rencana itu. Kalau masih ada uang lagi sekalipun sudah bokek…haha, aku berencana ke Jakarta.

Semoga saja terealisasi!

Samosir Pilihan Terbaik bagi Kamu Berpetualang Jelajahi Eksotisme Danau Toba

Danau Toba sangat luas. Terdiri dari 8 kabupaten. Jika kamu hanya punya libur dua hari rasanya tak cukup untuk eksplorasi banyak hal di Dana...