Tampilkan postingan dengan label UNESCO. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UNESCO. Tampilkan semua postingan

Sepuluh Asal Wisman Terbesar Danau Toba

 Sepuluh Asal Wisman Terbesar Danau Toba

Pantai Bebas Parapat, Danau Toba


             Wisman dari negara Eropa terutama berkebangsaan Belanda, Jerman, Inggris dan Prancis.Secara keseluruhan 10 negara utama wisman terbesar yang datang ke Sumut di antaranya Malaysia, Singapura, RRC atau Tiongkok, Belanda, Jerman, Australia,  Thailand, Inggris, Amerika Serikat dan Taiwan. Demikian disebutkan dalam publikasi Statistik Kunjungan Wisatawan Mancanegara Sumut oleh BPS Sumut.

Dari total kunjungan wisman pada 2015, 64,25 persen berasal dari negara ASEAN yakni 147.311 orang. 129.203 orang diantaranya berkebangsaan Malaysia dan 12.516 dari Singapura. Wisman dari Eropa 8,93 persen berjumlah 20.484 orang. Bisa disimpulkan dua pangsa pasar Sumut yakni Malaysia dan Singapura.

Menurut pintu masuk, 86,67 persen wisman masuk melalui Bandara Kualanamu 9,12 persen melalui Pelabuhan Belawan, dan 4,60 persen dari Pelabuhan Laut Tanjung Balai. Secara pola kunjungan, pada 2015 puncak kedatangan wisman terjadi pada Desember mencapai 22.025 orang atau 9,61 persen dari seluruh wisman yang datang. Kemudian diikuti Februari, Januari, Mei, dan Maret masing 9,52 persen, 8,77 persen, 8,70 persen dan 8,60 persen. Sedangkan terendah pada Oktober 7,17 persen.

Pada 2019 sejak Bandara Silangit buka pintu untuk penerbangan ke luar negeri, jumlah wisman Sumut meningkat. Data BPS menunjukkan jumlah wisman selama Januari- Juli 2019 yang masuk melalui Silangit mencapai 4.838 orang atau 3,34 persen dari total wisman ke Sumut. Silangit mencatat pintu masuk terbesar kedua setelah Kualanamu.

General Manager Hotel Parapat View, Budi Eka, menyatakan dari banyak tamu asing ke Parapat View, Malaysia mendominasi. Tahun ini katanya jika keadaan membaik, ada rencana tamu dari Malaysia akan berkunjung ke Parapat View pada Juli ini.

Senada dengan pernyataan tersebut, Owner Widy Holidays, H Amsyal, mengatakan wisatawan Malaysia merupakan pangsa pasar pariwisata Danau Toba karena jaraknya dekat. Ia berharap pemerintah Indonesia segera membuka kembali pintu Kualanamu dan Silangit mengingat keadaan terkait Covid-19 sudah lebih baik.

“Pemerintah kan bisa lihat data di Imigrasi berapa banyak orang sudah keluar masuk Indonesia. Orang asing juga sudah berdatangan ke Danau Toba. Itu artinya, sudah saatnya pemerintah buka pintu penerbangan Kualanamu,”katanya.

            Selama 2020 hingga Februari 2022, angka wisatawan mancanegara ke Sumut merosot akibat dampak Pandemi Covid-19. Sejak maraknya isu Covid-19 Februari 2020 hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat, sektor pariwisata lesu akibat tamu sepi atau bahkan tidak ada sama sekali.

            Publikasi BPS Sumut dalam Angka menyebutkan wisman yang datang ke Sumut 2021, sebanyak 230 orang, turun 99,48 persen dibandingkan tahun lalu. Rinciannya melalui Kualanamu turun 99,47 persen dengan jumlah wisman hanya 218 orang, wisman melalui Pelabuhan Laut Belawan turun 47,83 persen dengan jumlah wisman hanya 12 orang. Selama Januari hingga Maret, jumlah tamu dari wisatawan mancanegara ke Sumut nihil.

Pintu Kualanamu Akan Buka



Melalui siaran pers imigrasi disebutkan pintu penerbangan Kualanamu akan dibuka kembali. Ada 19 pintu Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) di seluruh Indonesia yang membuka pintu untuk akses orang asing. Ada 43 negara yang diperbolehkan untuk masuk ke Indonesia. Lima diantara negara tersebut merupakan pangsa pasar pariwisata Danau Toba yakni Malaysia, Singapura, RRC atau Tiongkok, Belanda, Jerman.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI memperluas cakupan kebijakan pemberian Bebas Visa Kunjungan serta Visa Kunjungan Saat Kedatangan/VoA khusus wisata (BVKKW/VKSKKW). Dengan kebijakan baru ini, maka orang asing dari sembilan negara ASEAN bisa masuk dengan bebas visa kunjungan, sementara VKSK khusus wisata diberikan kepada orang asing dari 43 negara.

Untuk memperoleh BVKKW atau VKSKKW, orang asing harus menunjukkan paspor kebangsaan yang sah dan masih berlaku paling singkat 6 (enam) bula, tiket kembali atau tiket terusan untuk melanjutkan perjalanan ke negara lain, Bukti pembayaran visa on arrival (untuk VKSKW), dan bukti kepemilikan asuransi sesuai dengan ketetapan Ketua Satuan Tugas Covid-19.

Pencapaian KDT usai Menyandang Geopark

Pencapaian KDT usai Menyandang Geopark


                    Perjuangan panjang agar Kawasan Danau Toba (KDT) memperoleh gelar Geopark begitu luar biasa. Euforia meluap di banyak tempat setelah  Dewan Eksekutif UNESCO dalam sidangnya di Paris Selasa 2 Juli 2020 menetapkan Kawasan Danau Toba sebagai Geopark. Tapi setelah mendapat gelar Geopark dari UNESCO, pada 13 Mei 2021 terjadi banjir bandang di Parapat, persis berdekatan dengan tulisan Geopark di Sibaganding.

                Di saat yang sama sektor wisata lesu akibat dampak pandemi Corona. Selama Febuari 2020 hingga Februari 2022, angka wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara ke Danau Toba, merosot. Ekspektasi bahwa kunjungan wisman mancanegara akan meningkat setelah mendapat pengakuan dari UNECO pun sirna.

                Namun, adanya sejumlah revitalisasi pembangunan di beberapa tempat di KDT cukup membuat masyarakat tersenyum dan positif sekalipun susah payah berjuang menghadapi bisnis pariwisata yang melesu. Apalagi adanya program desa wisata semakin memacu desa-desa berbenah. Mulai dari menggali potensi desa bahkan ada yang sudah memasarkan desa wisatanya. Destinasi wisata berkelas pun bermunculan di sejumlah tempat. Mulai dari penyedia spot wisata, penginapan, kolam renang, bahkan hotel berbintang.  

Koordinator Badan Pengelola Toba Caldera Unesco Global Geopark (BPTCUGG), Bidang Edukasi dan Penelitian, Wilmar Simanjorang mengatakan terdaftarnya KDT sebagai Geopark seharusnya menggerakkan masyarakat untuk semakin mengkonservasi warisan yang ada. Di antaranya warisan geologi, keragaman geologi, keanekaragaman hayati, dan keragaman budaya.

Selain itu, gelar yang diraih dengan penuh perjuangan seharusnya memperkuat tekad pemerintah Indonesia, khususnya pemerintah daerah di 7 kabupaten Geopark Kaldera Toba untuk melindungi KDT. Selain terdaftar sebagai Geopark, KDT yang secara tofografi terdiri dari Pegunungan Bukit Barisan juga terdaftar sebagai Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatra di UNESCO. Dengan demikian, KDT mendapat dua pengakuan sekaligus sebagai warisan dunia di UNESCO. Ini menunjukkan KDT urgen untuk dilindungi.

Sayangnya data menunjukkan perusakan terhadap Warisan Hutan Hujan Tropis ini terus meningkat. Data dari Badan Lingkungan Hidup Sumut 2012 menunjukkan luas hutan di daerah tangkapan air atau DTA Danau Toba sisa 12,6 persen. Dari jenis lahan dan luas tutupannya di DTA Danau Toba dapat diklasifikasi 22 persen atau 57.604,88 hektar sebagai status hutan. Akan tetapi faktanya saat ini hanya sisa 12,6 persen. Hingga kini, sejumlah tempat yang seharusnya hutan telah beralih fungsi. Ada sejumlah areal kehutanan kini dijadikan sebagai lahan milik pribadi, perkebunan, dan alih fungsi lainnya.

Wilmar mengatakan pemerintah daerah yakni 7 bupati di KDT belum menunjukkan mereka benar-benar menyayangi Danau Toba. Enam rekomendasi UNESCO pada 2020 untuk Geopark Kaldera Toba juga tidak jelas siapa yang akan menjalankannya padahal status Kaldera Toba akan dievaluasi pada Mei 2022. Dalam catatan yang ia bagikan, ia menyinggung terkait siapa yang akan menjalankan rekomendasi tersebut, dimana, bagaimana melakukannya serta mengapa harus dilakukan.

                Pegiat lingkungan ini juga menunjukkan teladan dengan terus mensosialisasikan Geopark Kaldera Toba ke sekolah-sekolah di KDT. Ia juga aktif menanam sejumlah lahan gundul beberapa lokasi di Samosir. Baginya, misi Geopark sejatinya perlindungan terhadap KDT bukan semata-mata sebagai ajang bisnis lantas masyarakat berlomba-lomba untuk membuka destinasi wisata, penginapan atau hotel. Terlalu banyak tempat wisata, penginapan atau hotel justru mengurangi bahkan merusak keindahan Danau Toba.

Perlindungan terhadap Biodiversitas dan Geologi

                Sejak semula tujuan UNESCO mendaftarkan beberapa lokasi sebagai geopark agar masyarakat setempat melindungi tempat tersebut. Ini dilatarbelakangi kekhawatiran terhadap keberlangsungan hidup manusia di masa akan datang melihat berbagai masalah muncul seperti perubahan iklim dan ancaman lainnya. Itu sebabnya ada tiga hal yang sangat perlu dikonservasi antara lain keragaman geologi, keanekaragaman hayati, dan keragaman budaya.

Melalui program Geopark, UNESCO berharap target SDGs atau Sustainable Development Goals tercapai. Ada 17 target dalam daftar tersebut yang tujuannya mempromosikan perdamaian dan kemakmuran, memberantas kemiskinan dan melindungi planet ini.

Akan tetapi tidak bisa dipungkiri, UNESCO mengevaluasi kelayakan setiap objek untuk menyandang Geopark. Dalam publikasinya, UNESCO mencatat akibat penebangan hutan di Indonesia ada begitu banyak spesies akan atau telah punah. Angka kepunahan juga sangat cepat terjadi di Kawasan Danau Toba.  Ada sejumlah fauna yang terancam punah akibat perusakan hutan. IUCN mendaftarkan sejumlah fauna di antaranya Rasbora tobana dan Neolissochilus thienemanni. Keduanya merupakan ikan asli Danau Toba yang tergolong langka. Fauna tersebut biasa ditemukan di sungai-sungai yang bermuara di Danau Toba.

Spesies ikan asli lainnya adalah Aplocheilus panchax, Nemacheilus pfeifferae, Homaloptera gymnogaster, Channa gachua, Channa striata, Clarias batrachus, Barbonymus gonionotus, Barbonymus schwanenfeldii, Danio albolineatus, Osteochilus vittatus, Puntius binotatus, Rasbora jacobsoni, Tor tambra, Betta imbellis, dan Betta taeniata.

Masalah ancaman kepunahan keanekaragaman hayati juga masuk dalam poin kelima dan keenam rekomendasi UNESCO yang menyinggung mitigasi bencana, perubahan iklim dan perlunya Badan Pengelola Geopark terlibat dalam penelitian dan konservasi. Sebab, keanekaragaman hayati di KDT perlu untuk dipertahankan dan dilestarikan. Keanekaragaman hayati sangat penting karena ini menjamin keberlangsungan kehidupan umat manusia di bumi.

 

Pemberdayaan Masyarakat Lokal Lewat Desa Wisata

Program Desa Wisata yang dilaksanakan melalui Pemerintahan Jokowi muncul di saat yang tepat. Program ini turut mendukung pencapaian Geopark Kaldera Toba untuk poin pertama rekomendasi UNESCO yakni pemberdayaan masyarakat. Terdapat sekitar 15 Desa Wisata di Kawasan Danau Toba. Ada sejumlah instansi yang terlibat untuk mendukung terciptanya Desa Wisata. Mulai dari Kemenparekraf, Dinas Pariwisata, Kepala Desa, Pokdarwis, Bumdes, Pendamping Desa, dan tentu masyarakat lokal sebagai pelaku Desa Wisata.

Saat ini terdapat sejumlah desa di 7 Kabupaten Geopark Kaldera Toba yang sudah menjalankan bisnis pariwisata. Desa wisata ini menyediakan jasa dan produk-produk lokal. Ada yang bsudah membuat label produknya sebagai geoproduct. Geoproduct memaksudkan produk dari Geopark.

Kordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat BP TCUGG, Ombang Siboro, berupaya menggerakkan masyarakat lokal terlibat dalam usaha pariwisata. Gerakan AKAMSI (anak kampung sini) jadi idealisme masyarakat lokal harus menjadi tuan rumah di kampung sendiri. Maksudnya, masyarakat setempat diberdayakan untuk terlibat langsung sebagai pelaku jasa wisata serta penyedia produk-produk lokal. Gerakan promosi Geopark Kaldera Toba juga gencar ia lakukan melalui portal medianya NINNA.ID.

Ray Retrio Sitio menjalankan perannya sebagai BP Geopark Pengelola Geosite Haranggaol dengan menggerakan masyarakat terlibat sebagai pengelola destinasi wisata di Haranggaol. Bersama masyarakat setempat, ia membuka jalur-jalur menuju air terjun Binanga Bolon, Gua, serta mempromosikannya. Ia juga telah membentuk Tim AKAMSI yang siap untuk memandu perjalanan wisatawan di Haranggaol.

Demikian pula yang dilakukan oleh Gomgom Lumbantoruan sebagai BP Geopark Pengelola Geosite Tipang. Ia sendiri terlibat membentuk dan mempromosikan Desa Wisata Tipang. Saat ini, desa ini sudah menyediakan jasa dan produk wisata yang dapat dinikmati wisatawan.

Di Desa Huta Tinggi juga ada Tetti Naibaho sebagai Pengelola Geosite Huta Tinggi. Tahun lalu, desa ini menjadi salah satu Geosite yang sudah Geowisata. Bersama penduduk setempat, mereka menjadikan Rumah Batak sebagai home stay. Desa ini telah memasarkan jasa dan produknya sejak tahun lalu.

Tahun lalu, 20 November 2021 BP menggelar festival Kaldera Toba UNESCO Geopark di Open Stage, Parapat, Simalungun. Acara ini menandai tahun pertama KDT masuk daftar Geopark UNESCO. Acara tersebut diharapkan dapat menjadi ajang untuk memperkenalkan Geopark Kaldera Toba.

Sayangnya, titik berat pada rangkaian acara festival dan acara BP Geopark Kaldera Toba lainnya lebih terfokus pada budaya. Konservasi lingkungan belum menjadi hal utama yang diusung dalam pertemuan atau acara Geopark Kaldera Toba selama ini. Padahal di poin kelima dan keenam rekomendasi UNESCO ditekankan soal isu memfasilitas mitigasi bahaya alam dan memperkuat keterlibatan UGGp dalam studi penelitian dan konservasi.

Konservasi di Geopark Tetangga

                UNESCO mencatat Tiongkok memiliki taman bumi global terbanyak, yakni 37 lokasi. Pada 2016, ke-37 taman bumi global Tiongkok telah menarik minat 21 juta turis asing. Spanyol yang memiliki 12 taman bumi global sanggup mendatangkan 19juta pengunjung per tahun. Jepang dengan sembilan geopark telah mendatangkan 6,5 juta wisatawan per tahun. Pada 2017, jaringan geopark global telah menjadi mitra penting dari Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO).

Setelah ke-37 objek mendapat pengakuan sebagai Geopark, Tiongkok berupaya menghutankan lahan tandus di sejumlah tempat. Salah satunya Sainhanba-lahan tandus di sebelah utara Provinsi Hebei. Lahan yang tadinya terlantar dan tandus kini memiliki cakupan hutan seluas 80 persen. Dapat melestarikan serta memurnikan 137 meter kubik air setiap tahun. Penghijauan menjadi bagian penting bagi Negeri Tirai Bambu ini dalam memperbaiki lingkungan dan mengatasi perubahan iklim.

Pemerintah China sendiri telah berjanji untuk meningkatkan cakupan hutan dari total 21,7 persen menjadi 23 persen selama periode 2016 hingga 2020. Presiden Xi Jinping menekankan pentingnya pembangunan ekonomi hijau dan langkah untuk melanjutkan pencapaian di sektor lingkungan hidup. Xi juga menekankan pentingnya revitalisasi pedesaan sebagai salah satu kunci pembangunan ekonomi modern.


Terbit di https://www.ninna.id/pencapaian-kdt-usai-menyandang-geopark/

Mewujudkan Girsang sebagai Kampung Wisata

Oleh: Damayanti

Tonton Video Kampung Girsang, Simalungun.

Kampung Wisata atau Desa Wisata jadi istilah populer sejak Jokowi bercita-cita menjadikan desa sebagai tujuan wisata. Kaldera Toba menjadi sorotan dunia sejak mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai Taman Bumi (Geopark). Karena kedua hal tersebut, sejumlah desa di kawasan Danau Toba berusaha untuk menggali potensi desa masing-masing. Salah satu dari desa yang berpotensi dijadikan Desa Wisata yakni Kampung Girsang. Selain itu, mengingat posisi Girsang berada di kawasan Geopark Kaldera Toba, penampilan Girsang berperan dalam meningkatkan citra Kaldera Toba, khususnya pariwisata di Kawasan Parapat, Simalungun.

            Mengapa Girsang layak dijadikan sebagai kampung wisata. Itu karena kampung Girsang 1 memiliki potensi daya tarik wisata baik bersifat fisik maupun non fisik. Bersifat fisik yakni potensi alam yang sangat memikat mata para wisatawan. Ada mata air yang jernih, air terjun, bukit-bukit yang indah, persawahan, perkebunan dan perkampungan.

Potensi bersifat non fisik yakni warisan budaya berupa Rumah Batak dan lainnya. Guna mendukung Girsang sebagai Kampung Wisata, Rumah Batak di Huta Simandalahi saat ini sudah dipugar. Penampilannya kini sudah jauh berbeda dari sebelumnya.

Guna mewujudkan Girsang sebagai kampung wisata, anak-anak muda Girsang membentuk Tim yang dinamai Parhuta untuk membenahi huta. Tim Parhuta dan warga Girsang siap untuk menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana guna mendukung kegiatan wisata.

Sejumlah spot menarik di Girsang wajib untuk dikunjungi di antaranya pemandangan di Sitombom, Pemandangan di Gala-Gala, Huta Simandalahi, Bukit Simumbang, dan Air Terjun Halimbingan. 

Pemandangan di Sitombom

            Kata tombom dalam bahasa Batak Toba artinya jatuh. Kemungkinan karena lokasi ini berada persis di bawah Bukit Simumbang makanya tampak jatuh. Pemandangan di lokasi ini bagi penulis sangat indah. Khususnya ketika padi akan segera memasuki masa panen. Ada begitu banyak sawah padi dan jagung, diselingi beberapa tanaman keras seperti kopi, coklat, kemiri, petai, durian. Girsang terkenal sebagai pengasil petai, durian dan kemiri. Selama Oktober dan November 2020, masyarakat Girsang panen  petai dan durian saat lokasi lainnya sama sekali tidak panen.

            Belum ada data pasti terkait luas lokasi Sitombom. Lahan disini merupakan milik masyarakat. Yang paling memikat perhatian lagi Sitombom terbentang di bawah bukit dan penuh dengan batu. Lokasi ini juga jadi bukti para petani di Girsang pekerja keras, tangguh dan tidak gampang menyerah mengingat tanah yang mereka kerjakan sulit dicangkul.

            Meski tidak mudah, para petani membentuk teras-teras sawah di sisi pegunungan yang hijau. Tiap-tiap teras dipagari oleh pematang, dan disangga oleh dinding tanah liat yang keras atau batu. Kebanyakan teras ditanami padi mengikuti kontur pegunungan. Beberapa lereng berbentuk cekung dan berbentuk cembung. Teras ini dibuat guna menahan humus saat hujan deras datang. Siapapun yang menyukai alam pasti akan menganggumi pemandangan teras sawah ini. Teras sawah ini dibangun karena kerjasama masyarakat, budaya marsiadapari.

Umumnya, masyarakat menanam padi air, bukan padi darat. Varietas padi air sangat membutuhkan air. Maka, guna menunjang hal tersebut, sistem pengairan dibutuhkan. Sungai-sungai di pegunungan disadap dan disalurkan ke teras melalui sistem kanal atau parit. Didorong gaya gravitasi, persediaan air disalurkan dari teras ke teras. Kita bisa menyaksikan para petani bekerja keras! Jika Anda berkunjung kesini saat padi mulai bertumbuh, teras ini tampak seperti mosaik yang indah dengan berbagai gradasi warna hijau.

 

Mempertimbangkan: Mak Ober, petani Girsang 1 sedang mempertimbangkan apakah padinya sudah layak untuk dipanen atau harus menunggu beberapa hari lagi. Pemandangan sawah padi buat suasana hati tentram.

Pemandangan di Gala-Gala

            Gala-gala adalah jenis tanaman yang mendominasi wilayah ini. Makanya lokasi ini dinamakan Gala-Gala. Sama seperti Sitombom, kawasan ini dipenuhi dengan padi dan jagung. Akan tetapi, pemandangan di lokasi ini punya daya tarik tersendiri. Lokasi ini menghubungkan Girsang 1 ke Girsang 2. Dari lokasi inilah kita bisa sampai menuju air terjun.

            Keunikan pemandangan ini, kita bisa merasakan udara yang segar dengan pemandangan sawah kiri-kanan. Pembuatan teras sawah tidak menggunakan alat-alat canggih. Masyarakat menggunakan peralatan biasa seperti cangkul dan kayu.

             

Periode Panen: Pemandangan di Gala-Gala memasuki periode panen padi. Lokasi ini cocok bagi mereka yang gemar dengan alam dan melihat pematang sawah.


Huta Simandalahi

            Huta artinya kampung. Huta Simandalahi artinya huta ini dibuka atau dihuni oleh keturunan Sinaga yang bernama Simandalahi. Kemungkinan besar pria bernama Simandalahi itulah yang menamai Huta ini Simandalahi. Huta bernama Simandalahi tidak hanya ada di Girsang 1, huta bernama Simandalahi juga terdapat di lokasi lain di Kecamatan Girsang Sipanganbolon. Pada umumnya, kumpulan marga Sinaga sepakat kalau huta ini dibuka oleh Simandalahi atau keturunan Simandalahi.


            Kebanyakan keturunan Sinaga dari Huta Simandalahi di Girsang 1 saat ini merantau atau berpencar ke tempat lain. Akan tetapi, rumah Batak tersebut statusnya masih milik marga Sinaga, warisan leluhur mereka. Demikian juga rumah Batak di huta lainnya, huta Porti, Sidasuhut dan Sidallogan.

Rumah Batak unik. Dibangun tanpa paku dan tahan lama. Generasi sekarang mungkin tidak mampu untuk membuat rumah seperti itu sekarang mengingat keterbatasan kayu dan tenaga untuk membangunnya. Belum diketahui pasti kapan rumah Batak mulai dibangun. Mungkin sejak mulainya sejarah suku Batak Toba.

Dulu, rumah Batak dapat menampung hingga 12 keluarga hidup bersama dalam satu rumah. Banyak rumah Batak yang ada saat ini sudah berusia ratusan tahun. Rumah ini terbuat dari kayu pinasa atau nangka yang dijadikan tiang untuk menopang beban atap. Kayu poki atau kayu keras yang digunakan untuk tiang badan bangunan. Kayu ulin digunakan untuk membuat ukiran pada bangunan. Kayu ini memiliki sifat keras, tetapi memiliki tekstur yang lembut pada serat kayunya. Kolong rumah digunakan sebagai tempat ternak​-anjing, ayam, babi, kerbau, dan sapi. Namun, di Kampung Girsang saat ini rumah hanya dihuni satu keluarga dan kolong rumah biasaya dijadikan gudang.

Pemugaran Huta Silalahi: Kampung Simandalahi yang sudah dan terus dipugar demi menarik perhatian para pengunjung.

            


Bukit Simumbang

Bukit Simumbang merupakan bukit di Kampung Girsang 1. Saat penulis memeriksa ketinggiannya melalui aplikasi My Elevation, ketinggian tempat penulis berada yakni di Pondok Simumbang, mencapai 1.196 meter. Lokasi tersebut milik Kehutanan dikelola oleh masyarakat. Akses ke sinilah salah satu yang dibenahi oleh Tim Parhuta yang memungkinkan masyarakat setempat maupun wisatawan untuk menikmati jungle trekking atau mendaki gunung. Dari lokasi ini, kita dapat menyaksikan pemandangan Danau Toba yang indah dan Kota Parapat yang penuh dengan hotel.

            Sebelum sampai ke Bukit Simumbang, kita akan menyaksikan tanaman-tanaman pangan seperti padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, tebu, pisang, kopi, tomat, coklat, nenas, alpukat, asam, berbagai kacang-kacangan, rempah-rempah, dan lainnya. Lokasi Girsang merupakan sumber bahan pangan.

            Selain sebagai bahan pangan, banyak rempah-rempahan di hutan digunakan sebagai obat-obatan. Apalagi selama pandemi Corona melanda, rempah seperti jahe, kunyit, lengkuas diburu karena khasiatnya. Penduduk kampung Girsang 1 juga turut membudidayakan dan menggunakannya guna meningkatkan daya tahan tubuh. Kawasan ini cocok bagi para peneliti untuk meriset apakah ada tanaman di hutan ini berpotensi dijadikan obat.

            Hutan yang lebat ini juga menghasilkan oksigen dan menjaga Kampung Girsang 1 dari hujan deras yang mengikis tanah. Karena hutannya masih lestari, di sejumlah lokasi terdapat sungai tadah hujan. Sungai-sungai ini terbentuk karena adanya hutan tropis sepanjang tahun. Di dalam sejumlah sungai tersebut, masyarakat setempat memanfaatkannya sebagai sumber pengairan air dan budidaya ikan seperti Lele dan Gabus. Di dalam hutan ini, kita juga bisa menjumpai berbagai jenis satwa seperti Imbo atau Siamang, burung Enggang, Beruang Madu, dan binatang unik lainnya.

 

Budaya Berkebun

            Penduduk di Girsang 1 membudayakan diri mereka untuk bertani. Sejak kecil, orang tua mereka membawa anak-anak mereka untuk bertani. Budaya inilah yang membentuk karakter anak-anak, mengajarkan mereka pentingnya bekerja keras. Sebab, anak-anak diajarkan bahwa segala sesuatu itu harus ada proses. Mulai dari menanam, merawat atau mengurus, memberikan pupuk dan membersihkan rumput hingga memanen. Itu butuh proses panjang.

            Beberapa anak di kampung ini terkenal sangat berani. Beberapa yang penulis kenal sanggup berjalan kaki ke lokasi untuk mengambil tuak tanpa menggunakan sandal atau sarung tangan. Hanya bermodalkan parang. Mereka sering jumpa ular dan binatang berbisa lainnya. Tapi mereka kebal terhadap serangan binatang tersebut.



Melihat: Seorang anak melihat hamparan tanaman jahe di salah satu lokasi mendekati Simumbang. Budaya bertani telah ditanamkan kepada anak-anak di desa ini sejak kecil.






Hutanku, Masa Depanku

HUTAN GIRSANG 1: Pemandangan Hutan Girsang 1. Suara Siamang (Imbo) sering bersahut-sahutan di dalam hutan ini. Karena hutan sangat lebat, udara sejuk, segar dan pemandangan asri.

Samosir Pilihan Terbaik bagi Kamu Berpetualang Jelajahi Eksotisme Danau Toba

Danau Toba sangat luas. Terdiri dari 8 kabupaten. Jika kamu hanya punya libur dua hari rasanya tak cukup untuk eksplorasi banyak hal di Dana...