Tampilkan postingan dengan label Geopark. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Geopark. Tampilkan semua postingan

Hutan Kita Sultan tapi Kian Alami Penyusutan

Hutan-hutan di Indonesia merupakan rumah bagi 17 persen satwa dan fauna dunia. Memiliki jumlah spesies mamalia terbanyak di dunia. Hutan-hutan Indonesia menghidupi masyarakat lokal, masyarakat perkotaan, dan masyarakat hukum adat. Menghidupi sekitar 50juta penduduk Indonesia tinggal di Kawasan Hutan.

Disadur dari data yang dirilis Yayasan Madani Berkelanjutan menyebutkan hutan hujan Indonesia memiliki jumlah karbon 2 kali lipat lebih banyak dibandingkan yang disimpan di hutan hujan Amazon per hektarnya.

Hutan Hujan di Indonesia bisa menyimpan sampai 200-ton karbon per hektar. Ekosistem bakau Indonesia berpotensi menyimpan karbon sampai 13 kali lipat dibandingkan hutan hujan. Lahan gambut se-Indonesia menyimpan sampai 61 gigaton karbon.

Penyusutan Hutan

Meski demikian, luas hutan di Indonesia terus mengalami penyusutan. Grafik  Geopartal KLKH 2019 menunjukkan gerak penyusutan hutan tiap tahun dari 2011 sampai 2019. Sementara itu Indonesia menunjukkan komitmennya yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC) mengurangi emisi karbon.

Komitmen NDC 2030, emisi karbon setidaknya 29 persen atau sampai 41 persen dengan dukungan internasional. Untuk Ambisi Folu Net Sink 2030 sektor hutan dan lahan mencapai carbon net sink pada 2030. Menurut Yayasan Madani Berkelanjutan, pencegahan pembukaan hutan dan degradasi lahan gambut adalah kunci memenuhi target iklim Indonesia. Indonesia berperan besar dalam mengurangi bencana alam dengan mengurangi angka penyusutan hutan.

Akibat Penyusutan Hutan

Bumi dan kehidupan di atasnya sangat kompleks, terjalin dengan rumit. Miliaran makhluk hidup yang saling berhubungan tersusun menjadi jaringan kehidupan. Putuskan seutas jaringan kehidupan. Maka, jaringan itu akan terurai dan hancur. Hancurkan hutan maka mahluk hidup di bumi pun musnah!

Bencana alam terus meningkatkan sejalan dengan peningkatan populasi penduduk. Namun, faktor kebrutalan manusia dalam mengeksploitasi sumber daya alam turut memperparahnya.

Iopscience melalui situsnya menyebutkan peralihan hutan menjadi kebun sawit penyebab utama deforestasi di Indonesia. Komposisi hutan yang beralih menjadi kebun sawit 23 persen, kebun karet 14 persen, dan kebun skala besar 7 persen, konversi ke rerumputan 20 persen, pertanian skala kecil 15 persen, dan lainnya.

Akibat perusakan hutan, ada begitu banyak spesies di bumi terancam punah. Seraya ekosistem menyusut, spesies-spesies kehilangan sumber daya yang mereka perlukan untuk bertahan hidup. Lingkungan alami terkotak-kotak, merosot, dan lenyap. Rute migrasi menjadi berantakan. Oleh karena itu, satu demi satu spesies akhirnya punah. Punahnya spesies tertentu bahkan dapat memicu reaksi berantai kepunahan. Sebab, apabila satu bagian jaring kehidupan lenyap, bagian lain dapat terkena imbasnya.

Salah satu contoh, dalam publikasinya, UNESCO mencatat akibat penebangan hutan di Indonesia, khususnya di Kawasan Danau Toba, ada begitu banyak spesies akan atau telah punah. Ada sejumlah fauna yang terancam punah akibat perusakan hutan.

International Union for Conservation of Nature (IUCN) mendaftarkan sejumlah fauna di antaranya Rasbora tobana dan Neolissochilus thienemanni. Keduanya merupakan ikan asli Danau Toba yang tergolong langka. Fauna tersebut biasa ditemukan di sungai-sungai yang bermuara di Danau Toba.

Spesies ikan asli lainnya adalah Aplocheilus panchax, Nemacheilus pfeifferae, Homaloptera gymnogaster, Channa gachua, Channa striata, Clarias batrachus, Barbonymus gonionotus, Barbonymus schwanenfeldii, Danio albolineatus, Osteochilus vittatus, Puntius binotatus, Rasbora jacobsoni, Tor tambra, Betta imbellis, dan Betta taeniata.

Masalah ancaman kepunahan keanekaragaman hayati juga masuk dalam poin kelima dan keenam rekomendasi UNESCO kepada Indonesia yang menyinggung perlunya dilakukan mitigasi bencana, perubahan iklim dan perlunya upaya konservasi.


Upaya Menyelamatkan Hutan


         Berbagai pihak berupaya untuk menyelamatkan hutan. Ada sejumlah lembaga yang mengaungkan urgensi perlindungan hutan. Salah satunya, melalui Konsorsium Hari Hutan Indonesia (HHI). Hal sederhana yang bisa dilakukan generasi milenial yaitu turut mengkampanyekan atau mengajak masyarakat untuk mencintai hutan. Bisa juga melalui adopsi hutan dengan memberikan sumbangan untuk penanaman pohon. Bahkan bisa ikut terlibat langsung dalam pelestarian hutan.

      Blogger Perempuan juga mengajak kita untuk ikut berkontribusi terhadap perlindungan hutan Indonesia. Caranya simple yakni dengan mendengarkan lagu “Dengar Alam Bernyanyi” di platform musik seperti Spotify dan Apple Music. Semakin banyak yang mendengarkan lagu tersebut maka akan semakin banyak royalti disumbangkan untuk perlindungan hutan Indonesia. Itu cari paling praktis yang kamu lakukan dengan gadgetmu.


Ada cara praktis lain tapi kamu harus siap pegang tanah. Buat kamu yang punya halaman rumah luas, kamu bisa menghutankan rumahmu dengan menanam berbagai jenis pohon di pekarangan rumah kita. Apalagi jika pekarangan kita luas, kita bisa mengisinya dengan berbagai jenis pohon berbuah yang dapat mengurangi pemanasan global. Selain itu, ada pula gerakan nyata yang bisa dilakukan secara luas di Indonesia, yakni melalui platform Geopark, Ekowisata dan Agroforestri.

Selamatkan Hutan Lewat Platform Geopark

Melalui pemberian gelar Geopark dan Warisan Hutan Hujan Tropis, UNESCO berharap Indonesia berperan dalam mencegah bencana alam dengan mengurangi angka penyusutan hutan. Akibat penyusutan hutan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami bencana alam. Dibandingkan dengan rata-rata selama 30 tahun terakhir (1990-2019), frekuensi bencana banjir di Indonesia meningkat 43 persen pada tahun 2020. Dibandingkan dengan rata-rata selama 10 tahun terakhir (2010-2019), frekuensi bencana banjir meningkat sebesar 33 persen pada 2020. Salah satu dari 10 bencana alam mematikan pada 2021, terjadi di Indonesia.

Jika tidak ada upaya mendesak untuk melindungi geopark dan mengurangi intensitas bencana, kita hanya akan sibuk untuk membantu korban bencana alam. Dana terkuras hanya untuk ‘mengobati daripada mencegah’. Akan lebih baik upaya dan dana dioptimalkan guna mencegah bencana itu sendiri. Untuk itu, solusi paling praktis untuk mencegah bencana adalah dengan berinvestasi pada hutan. Maksudnya, menjaga, melestarikan dan memperbesar luas hutan yang ada di Indonesia.

Sebab, hutan itu seperti apotek, gudang, supermarket, dan sumber pangan lainnya yang menyediakan semua kebutuhan makhluk hidup. Selain sebagai sumber pangan dan oksigen, hutan juga merupakan cagar alam dan suaka margasatwa alami. Jika hutan punah, itu menimbulkan kemungkinan industri-industri tutup, manusia kekurangan makanan, dan spesies makhluk hidup punah. Industri-industri selama ini bisa berjalan karena mengandalkan sebagian besar bahan baku dari hutan. Mulai dari tanaman pangan, rempah-rempah, hingga lauk seperti ikan di sungai-sungai yang ada di hutan.

Sebuah pabrik dikatakan sempurna jika itu tidak mencemari lingkungan, tidak mahal, dan menghasilkan kebutuhan vital seluruh umat manusia. Pabrik yang sempurna itu hutan! Dengan bahan bakar sinar matahari, tumbuhan hijau menggunakan karbondioksida, air, dan mineral untuk menghasilkan makanan secara langsung atau tidak langsung. Dalam proses ini, mereka mengisi kembali atmosfer, menyingkirkan karbondioksida dan melepaskan oksigen murni.

Banyak orang, khususnya para pebisnis lebih menyukai menginvestasikan dana mereka ke pasar modal atau sejenisnya. Sebenarnya, untuk saat ini mengingat hutan semakin berkurang, investasi terbaik adalah menanam pohon. Entah itu di lahan sendiri atau lahan umum.

Pohon-pohon akan memberikan imbal hasil dalam jangka panjang ke semua orang. Tidak hanya kepada para pebisnis yang menginvestasikan dananya ke hutan juga kepada seluruh orang yang menikmati segarnya duduk di bawah pohon dan menikmati buahnya.

Selamatkan Hutan Lewat Program Ekowisata dan Agroforestri

Program ekowisata salah satu solusi untuk menyelamatkan hutan. Jika diartikan secara singkat, ekowisata artinya wisata alam. Tapi, secara lengkap artinya kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam. Program ini menghasilkan peluang bisnis bagi penduduk setempat sekaligus menunjang konservasi hutan.

Publikasi UNESCO menyebutkan di Rwanda, Afrika, promosi ekowisata yang sukses dianggap telah berhasil menyelamatkan populasi gorila gunung karena hal itu memberi penduduk setempat sumber penghasilan alternatif. Masyarakat setempat akhirnya menghentikan aktivitas perburuan gelap. Di seluruh dunia, ekowisata telah turut berperan dalam kemajuan lingkungan, sosial, dan industri pariwisata tak dapat disangkal telah mendatangkan banyak keuntungan finansial.

Program seperti inilah yang layak dan telah direplikasi oleh para penggiat ekowisata di Indonesia. Misi utama adalah melestarikan lingkungan sekaligus menghasilkan uang dari pariwisata berkelanjutan.

Selain ekowisata, program agroforestri juga perlu diajarkan kepada masyarakat, khususnya mereka yang tinggal dekat hutan. Program agroforestri merupakan suatu sistem memadukan penanaman pohon dan tanaman pangan atau padang rumput dengan cara yang aman secara ekologi.

Di Brazil, program ini berhasil menyelamatkan hutan hujan tropis. Para agronom di sana berharap agar seraya agroforestri semakin memasyarakat, penggundulan hutan pun semakin lambat. Lewat program ini, masyarakat diajak untuk mencintai hutan.

Well, Hutan kita Sultan jadi jargon baru tahun ini memperingati Hari Hutan Indonesia 7 Agustus. Hutan kita Sultan memaksudkan hutan kita sangat kaya. Semoga Indonesia bisa mengembalikan kejayaan si ‘Sultan’ yakni hutan Indonesia ke kejayaannya semula.

#UntukmuBumiku #IndonesiaBikinBangga #TeamUpforImpact #DengarAlamBernyanyi #HutanKitaSultan


Pencapaian KDT usai Menyandang Geopark

Pencapaian KDT usai Menyandang Geopark


                    Perjuangan panjang agar Kawasan Danau Toba (KDT) memperoleh gelar Geopark begitu luar biasa. Euforia meluap di banyak tempat setelah  Dewan Eksekutif UNESCO dalam sidangnya di Paris Selasa 2 Juli 2020 menetapkan Kawasan Danau Toba sebagai Geopark. Tapi setelah mendapat gelar Geopark dari UNESCO, pada 13 Mei 2021 terjadi banjir bandang di Parapat, persis berdekatan dengan tulisan Geopark di Sibaganding.

                Di saat yang sama sektor wisata lesu akibat dampak pandemi Corona. Selama Febuari 2020 hingga Februari 2022, angka wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara ke Danau Toba, merosot. Ekspektasi bahwa kunjungan wisman mancanegara akan meningkat setelah mendapat pengakuan dari UNECO pun sirna.

                Namun, adanya sejumlah revitalisasi pembangunan di beberapa tempat di KDT cukup membuat masyarakat tersenyum dan positif sekalipun susah payah berjuang menghadapi bisnis pariwisata yang melesu. Apalagi adanya program desa wisata semakin memacu desa-desa berbenah. Mulai dari menggali potensi desa bahkan ada yang sudah memasarkan desa wisatanya. Destinasi wisata berkelas pun bermunculan di sejumlah tempat. Mulai dari penyedia spot wisata, penginapan, kolam renang, bahkan hotel berbintang.  

Koordinator Badan Pengelola Toba Caldera Unesco Global Geopark (BPTCUGG), Bidang Edukasi dan Penelitian, Wilmar Simanjorang mengatakan terdaftarnya KDT sebagai Geopark seharusnya menggerakkan masyarakat untuk semakin mengkonservasi warisan yang ada. Di antaranya warisan geologi, keragaman geologi, keanekaragaman hayati, dan keragaman budaya.

Selain itu, gelar yang diraih dengan penuh perjuangan seharusnya memperkuat tekad pemerintah Indonesia, khususnya pemerintah daerah di 7 kabupaten Geopark Kaldera Toba untuk melindungi KDT. Selain terdaftar sebagai Geopark, KDT yang secara tofografi terdiri dari Pegunungan Bukit Barisan juga terdaftar sebagai Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatra di UNESCO. Dengan demikian, KDT mendapat dua pengakuan sekaligus sebagai warisan dunia di UNESCO. Ini menunjukkan KDT urgen untuk dilindungi.

Sayangnya data menunjukkan perusakan terhadap Warisan Hutan Hujan Tropis ini terus meningkat. Data dari Badan Lingkungan Hidup Sumut 2012 menunjukkan luas hutan di daerah tangkapan air atau DTA Danau Toba sisa 12,6 persen. Dari jenis lahan dan luas tutupannya di DTA Danau Toba dapat diklasifikasi 22 persen atau 57.604,88 hektar sebagai status hutan. Akan tetapi faktanya saat ini hanya sisa 12,6 persen. Hingga kini, sejumlah tempat yang seharusnya hutan telah beralih fungsi. Ada sejumlah areal kehutanan kini dijadikan sebagai lahan milik pribadi, perkebunan, dan alih fungsi lainnya.

Wilmar mengatakan pemerintah daerah yakni 7 bupati di KDT belum menunjukkan mereka benar-benar menyayangi Danau Toba. Enam rekomendasi UNESCO pada 2020 untuk Geopark Kaldera Toba juga tidak jelas siapa yang akan menjalankannya padahal status Kaldera Toba akan dievaluasi pada Mei 2022. Dalam catatan yang ia bagikan, ia menyinggung terkait siapa yang akan menjalankan rekomendasi tersebut, dimana, bagaimana melakukannya serta mengapa harus dilakukan.

                Pegiat lingkungan ini juga menunjukkan teladan dengan terus mensosialisasikan Geopark Kaldera Toba ke sekolah-sekolah di KDT. Ia juga aktif menanam sejumlah lahan gundul beberapa lokasi di Samosir. Baginya, misi Geopark sejatinya perlindungan terhadap KDT bukan semata-mata sebagai ajang bisnis lantas masyarakat berlomba-lomba untuk membuka destinasi wisata, penginapan atau hotel. Terlalu banyak tempat wisata, penginapan atau hotel justru mengurangi bahkan merusak keindahan Danau Toba.

Perlindungan terhadap Biodiversitas dan Geologi

                Sejak semula tujuan UNESCO mendaftarkan beberapa lokasi sebagai geopark agar masyarakat setempat melindungi tempat tersebut. Ini dilatarbelakangi kekhawatiran terhadap keberlangsungan hidup manusia di masa akan datang melihat berbagai masalah muncul seperti perubahan iklim dan ancaman lainnya. Itu sebabnya ada tiga hal yang sangat perlu dikonservasi antara lain keragaman geologi, keanekaragaman hayati, dan keragaman budaya.

Melalui program Geopark, UNESCO berharap target SDGs atau Sustainable Development Goals tercapai. Ada 17 target dalam daftar tersebut yang tujuannya mempromosikan perdamaian dan kemakmuran, memberantas kemiskinan dan melindungi planet ini.

Akan tetapi tidak bisa dipungkiri, UNESCO mengevaluasi kelayakan setiap objek untuk menyandang Geopark. Dalam publikasinya, UNESCO mencatat akibat penebangan hutan di Indonesia ada begitu banyak spesies akan atau telah punah. Angka kepunahan juga sangat cepat terjadi di Kawasan Danau Toba.  Ada sejumlah fauna yang terancam punah akibat perusakan hutan. IUCN mendaftarkan sejumlah fauna di antaranya Rasbora tobana dan Neolissochilus thienemanni. Keduanya merupakan ikan asli Danau Toba yang tergolong langka. Fauna tersebut biasa ditemukan di sungai-sungai yang bermuara di Danau Toba.

Spesies ikan asli lainnya adalah Aplocheilus panchax, Nemacheilus pfeifferae, Homaloptera gymnogaster, Channa gachua, Channa striata, Clarias batrachus, Barbonymus gonionotus, Barbonymus schwanenfeldii, Danio albolineatus, Osteochilus vittatus, Puntius binotatus, Rasbora jacobsoni, Tor tambra, Betta imbellis, dan Betta taeniata.

Masalah ancaman kepunahan keanekaragaman hayati juga masuk dalam poin kelima dan keenam rekomendasi UNESCO yang menyinggung mitigasi bencana, perubahan iklim dan perlunya Badan Pengelola Geopark terlibat dalam penelitian dan konservasi. Sebab, keanekaragaman hayati di KDT perlu untuk dipertahankan dan dilestarikan. Keanekaragaman hayati sangat penting karena ini menjamin keberlangsungan kehidupan umat manusia di bumi.

 

Pemberdayaan Masyarakat Lokal Lewat Desa Wisata

Program Desa Wisata yang dilaksanakan melalui Pemerintahan Jokowi muncul di saat yang tepat. Program ini turut mendukung pencapaian Geopark Kaldera Toba untuk poin pertama rekomendasi UNESCO yakni pemberdayaan masyarakat. Terdapat sekitar 15 Desa Wisata di Kawasan Danau Toba. Ada sejumlah instansi yang terlibat untuk mendukung terciptanya Desa Wisata. Mulai dari Kemenparekraf, Dinas Pariwisata, Kepala Desa, Pokdarwis, Bumdes, Pendamping Desa, dan tentu masyarakat lokal sebagai pelaku Desa Wisata.

Saat ini terdapat sejumlah desa di 7 Kabupaten Geopark Kaldera Toba yang sudah menjalankan bisnis pariwisata. Desa wisata ini menyediakan jasa dan produk-produk lokal. Ada yang bsudah membuat label produknya sebagai geoproduct. Geoproduct memaksudkan produk dari Geopark.

Kordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat BP TCUGG, Ombang Siboro, berupaya menggerakkan masyarakat lokal terlibat dalam usaha pariwisata. Gerakan AKAMSI (anak kampung sini) jadi idealisme masyarakat lokal harus menjadi tuan rumah di kampung sendiri. Maksudnya, masyarakat setempat diberdayakan untuk terlibat langsung sebagai pelaku jasa wisata serta penyedia produk-produk lokal. Gerakan promosi Geopark Kaldera Toba juga gencar ia lakukan melalui portal medianya NINNA.ID.

Ray Retrio Sitio menjalankan perannya sebagai BP Geopark Pengelola Geosite Haranggaol dengan menggerakan masyarakat terlibat sebagai pengelola destinasi wisata di Haranggaol. Bersama masyarakat setempat, ia membuka jalur-jalur menuju air terjun Binanga Bolon, Gua, serta mempromosikannya. Ia juga telah membentuk Tim AKAMSI yang siap untuk memandu perjalanan wisatawan di Haranggaol.

Demikian pula yang dilakukan oleh Gomgom Lumbantoruan sebagai BP Geopark Pengelola Geosite Tipang. Ia sendiri terlibat membentuk dan mempromosikan Desa Wisata Tipang. Saat ini, desa ini sudah menyediakan jasa dan produk wisata yang dapat dinikmati wisatawan.

Di Desa Huta Tinggi juga ada Tetti Naibaho sebagai Pengelola Geosite Huta Tinggi. Tahun lalu, desa ini menjadi salah satu Geosite yang sudah Geowisata. Bersama penduduk setempat, mereka menjadikan Rumah Batak sebagai home stay. Desa ini telah memasarkan jasa dan produknya sejak tahun lalu.

Tahun lalu, 20 November 2021 BP menggelar festival Kaldera Toba UNESCO Geopark di Open Stage, Parapat, Simalungun. Acara ini menandai tahun pertama KDT masuk daftar Geopark UNESCO. Acara tersebut diharapkan dapat menjadi ajang untuk memperkenalkan Geopark Kaldera Toba.

Sayangnya, titik berat pada rangkaian acara festival dan acara BP Geopark Kaldera Toba lainnya lebih terfokus pada budaya. Konservasi lingkungan belum menjadi hal utama yang diusung dalam pertemuan atau acara Geopark Kaldera Toba selama ini. Padahal di poin kelima dan keenam rekomendasi UNESCO ditekankan soal isu memfasilitas mitigasi bahaya alam dan memperkuat keterlibatan UGGp dalam studi penelitian dan konservasi.

Konservasi di Geopark Tetangga

                UNESCO mencatat Tiongkok memiliki taman bumi global terbanyak, yakni 37 lokasi. Pada 2016, ke-37 taman bumi global Tiongkok telah menarik minat 21 juta turis asing. Spanyol yang memiliki 12 taman bumi global sanggup mendatangkan 19juta pengunjung per tahun. Jepang dengan sembilan geopark telah mendatangkan 6,5 juta wisatawan per tahun. Pada 2017, jaringan geopark global telah menjadi mitra penting dari Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO).

Setelah ke-37 objek mendapat pengakuan sebagai Geopark, Tiongkok berupaya menghutankan lahan tandus di sejumlah tempat. Salah satunya Sainhanba-lahan tandus di sebelah utara Provinsi Hebei. Lahan yang tadinya terlantar dan tandus kini memiliki cakupan hutan seluas 80 persen. Dapat melestarikan serta memurnikan 137 meter kubik air setiap tahun. Penghijauan menjadi bagian penting bagi Negeri Tirai Bambu ini dalam memperbaiki lingkungan dan mengatasi perubahan iklim.

Pemerintah China sendiri telah berjanji untuk meningkatkan cakupan hutan dari total 21,7 persen menjadi 23 persen selama periode 2016 hingga 2020. Presiden Xi Jinping menekankan pentingnya pembangunan ekonomi hijau dan langkah untuk melanjutkan pencapaian di sektor lingkungan hidup. Xi juga menekankan pentingnya revitalisasi pedesaan sebagai salah satu kunci pembangunan ekonomi modern.


Terbit di https://www.ninna.id/pencapaian-kdt-usai-menyandang-geopark/

Bukit Sirikki, Ekowisata Harangan Girsang Paradise

 

SIMALUNGUN – Bukit Sirikki merupakan salah satu dari sejumlah bukit di Girsang 1, dekat Parapat Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Jika melintas dari Parapat menuju Girsang Sipanganbolon, bukit ini akan sangat kelihatan dari Jalan Protokol. Bukit ini terlihat ditumbuhi pohon-pohon pinus.

Pemandangan dari Bukit Sirikki di ketinggian sekitar 1100 meter di atas permukaan laut.(foto:damayanti)

Kamu suka mendaki bukit? Ini bukit yang cocok untukmu berolahraga. Di sana terdapat sejumlah fasilitas berupa pondok selfie, warung, tempat duduk, dan toilet. Jika pengunjung banyak, Sanggar Tari Harangan Nauli akan tampil menari guna menghibur para pengunjung.

Jika kamu ingin ke sini, lewat Parapat, kamu bisa dari Simpang Rumah Sakit Mini atau Girsang 1. Menuju Huta Papande. Kamu bisa parkir di halaman Huta Papande. Lalu mendaki ke bukit sekitar 20-30 menit. Bergantung kondisi kesehatan atau kekuatanmu. Bagi yang biasa mendaki, bisa menempuhnya 10-15 menit.

Menuju bukit, kamu akan melihat berbagai jenis pohon tanaman masyarakat di sana. Durian, jengkol, aren, kemiri, dan berbagai jenis tanaman lainnya.

 

Dari Bukit Sirikki, kita bisa memandang petak-petak sawah, perkampungan, pepohonan, dan Danau Toba. Di samping kiri kanan Bukit, kamu akan melihat bukit-bukit lain yang masih berhutan lebat. Di balik bukit ada air terjun.

Bukit Ini Merupakan Habitat Satwa Liar Seperti Babi Hutan, Kera, Luwak Dan Beragam Jenis Satwa Lainnya.

Tapi, saat kamu mendaki, mungkin satwa ini akan menghindar dan sembunyi. Binatang-binatang tersebut pemalu. Jika beruntung bertemu, jangan membuatnya merasa terancam karena dapat menyerangmu.

Banyak hal yang bisa kamu lihat di bukit ini, sehingga cocok bagi mereka yang suka mengamati alam sampai mendetail. Bukit ini menambah kekayaan Geopark Kaldera Toba dengan aneka ragam jenis flora dan fauna.

TERKAIT  Pohon Aren Tanaman yang Multi Fungsi

 

Perbedaan bukit ini dibandingkan sejumlah bukit lainnya, kerimbunan hutannya. Bahkan di siang hari, panas matahari tidak terasa menggigit sebab pasokan oksigen dari pepohonan selalu menyejukkan bukit ini.

Dari bukit ini kita juga menyaksikan para petani di sekitar bekerja keras guna membentuk petak-petak sawah yang miring. Kawasan di bukit ini juga subur sebab dedaunan yang berjatuhan dari hutan beserta air mengalir turun ke ladang, kebun dan pematang sawah.

 

Satu hal paling penting perlu kamu ketahui. Bukit Sirikki merupakan bagian Pegunungan Bukit Barisan. Merupakan Hutan Hujan Tropis yang diterima sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO. Apa kontribusi yang dapat kamu lakukan untuk melindungi warisan ini? Dukunglah upaya Kelompok Tani Hutan (KTH) Harangan untuk melindungi dan melestarikan Bukit Sirikki.

KTH Harangan berusaha lakukan sebisa mungkin untuk melindungi warisan hutan hujan tropis ini. Baru-baru ini, puluhan ribu bibit disalurkan ke masyarakat untuk ditanami di sekitar Bukit Sirikki.

Para penari dari Sanggar Tari Harangan Nauli berpose menyambut tamu ke Bukit Sirikki.(foto:damayanti)

Ingin terlibat dalam pelestarian hutan? Hal yang paling dapat kamu lakukan yakni mengunjungi bukit ini. Untuk saat ini KTH Harangan fokus membenahi dan mempromosikan Bukit Sirikki sebagai salah satu tujuan Ekowisata Harangan Girsang Paradise.

Ekowisata artinya wisata alam. Kata itu didefinisikan sebagai perjalanan yang bertujuan ke kawasan-kawasan alami untuk memahami kebudayaan dan fakta-fakta sehubungan dengan flora dan fauna daerah tersebut, dan tetap berhati-hati agar tidak mengubah kesehatan ekosistem, sekaligus menghasilkan peluang bisnis yang membuat konservasi sumber daya alam bermanfaat bagi penduduk setempat.

 

Penulis    : Damayanti Sinaga
Editor       : Mahadi Sitanggang

Kampung Girsang 1, Girsang Sipanganbolon

 

Kampung Girsang 1 berada di Kabupaten Simalungun dekat dengan Parapat. Sekitar 1 km dari Kota Parapat, sebelum melewati Jembatan Sisera-sera sebelah kiri. Waktu tempuh hanya 7 menit dari Pantai Bebas.


Sejarah Kampung Girsang 1

Berdasarkan cerita dan temuan dari berbagai sumber menyatakan bahwa Kampung Girsang 1 merupakan kampung marga Sinaga kedua setelah Urat, Samosir. Ada tiga keturunan dari Sinaga Bonor yang pergi ke Parapat. Tiga di antaranya yakni Bonar Pande atau Porti, Tiang Ni Tonga atau Sidahapitu, Suhut Ni Huta atau Sangkal Horbo. Dari ketiga keturunan tersebut, keturunan Suhut Ni Huta yang beranakcucu dan bertambah banyak di Kampung Girsang 1. Salah satu dari empat anak  Suhut Ni Huta yang paling mendominasi yakni Sorak Maunok.

Awalnya Sorak Maunok berdiam di Sibaganding, Parapat. Kemudian dia pindah ke perkampungan dekat Gereja RK sekarang ini. Karena sulitnya mencari air, ia pindah ke sebuah tempat yang belakangan dinamai Sidallogan. Di sana, Sorak Maunok mempunyai keturunan yang dinamai Suhut Maraja.

Suhut Maraja memiliki dua istri. Istri pertamanya boru Sihotang. Dari perkawinan mereka lahirlah Sidasuhut dan Sidallogan. Dari istri keduanya boru Manurung lahirlah anak yang bernama Simaibang dan Simandalahi.

Mengagetkan, menurut cerita, Simaibang mengawini ibunya sendiri boru Manurung setelah Suhut Maraja meninggal. Hasil perkawinan mereka lahirlah seorang anak dinamai Simanjorang. Dalam perkembangannya keturunan dari Suhut Maraja inilah yang membuka perkampungan masing masing dan menamai Kampung atau Huta tersebut sesuai dengan nama mereka. Hingga kini, nama kampung tersebut masih ditemukan di Girsang 1 yakni Sidasuhut, Sidallogan, Simaibang, Simandalahi, dan Simanjorang. Ada satu kampung yang dinamai Porti, nama lain dari Bonar Pande.




 

Kampung Girsang 1 Kini

            Hingga kini, secara kesuluruhan penduduk Girsang 1 masih didominasi keturunan Sinaga dan kerabat-kerabatnya dari marga lain. Beberapa marga lain yang tinggal di sini seperti Silalahi, Sirait, Manurung dan lainnya, yang umumnya berasal dari Toba Samosir. Kawasan Girsang didominasi oleh suku Batak Toba. Unik memang mengingat Girsang berada di Kabupaten Simalungun.

Bahasa yang digunakan pada umumnya Batak Toba dan Bahasa Indonesia. Sekalipun ada mata pelajaran Bahasa Simalungun diajarkan di sekolah, masyarakat tidak lazim gunakan bahasa tersebut.

Budaya di Girsang 1

            Sebagaimana suku Batak Toba biasanya, penduduk Girsang 1 juga demikian. Sebagian besar dari penduduk mengikuti aturan perkawinan adat Batak. Namun, ada juga yang tidak lagi mengikuti budaya tersebut karena memilih mengikuti keyakinan agama masing-masing.

Perkawinan menurut adat Batak pada umumnya tidak hanya mempersatukan dua orang, tetapi juga dua marga. Sepupu dari pihak ibu dianggap sebagai pasangan yang ideal. Tetapi, menikah dengan sepupu dari pihak ayah, atau dengan orang dari marga yang sama, dianggap sangat tabu. Kalau tidak, perkawinan adat biasanya mengikuti aturan: Pria dari marga A mengambil istri dari marga B, pria dari marga B mengambil istri dari marga C, dan pria dari marga C mengambil istri dari marga A. Jalinan yang berputar itu sangat memperkuat ikatan keluarga orang Batak dan menghubungkan pasangan yang baru menikah dengan jaringan keluarga yang besar.

            Marsiadapari atau gotong-royong. Berasal dari kata mar-sialap-ari yang artinya kita berikan dulu tenaga dan bantuan kita kepada orang lain baru kemudian kita minta dia membantu kita.

Memasuki periode menanam padi sekitar Januari-Februari, kita akan melihat masyarakat sibuk mengairi sawah atau dalam bahasa Batak maranggat mual. Setelah mempersiapkan benih untuk ditanam, masyarakat akan gotong-royong secara bergilir mengerjakan sawah. Minggu ini misalnya menanam atau marsuan di sawah marga Siallagan, beberapa hari berikutnya di sawah marga Sinaga dan seterusnya.

Kegiatan marsiadapari ini pun tidak hanya dilakukan masyarakat saat bertani tetapi juga berlaku pada beberapa kegiatan masyarakat di kampung ini. Misalnya, memperbaiki jalan, acara berduka, dan lainnya.

Potensi Desa dan Pengembangannya

Potensi Wisata Kampung

Kampung Girsang 1 memiliki potensi daya tarik wisata baik bersifat fisik maupun non fisik. Bersifat fisik yakni potensi alam yang sangat memikat mata para wisatawan. Ada mata air, air terjun, bukit-bukit yang indah, persawahan, perkebunan dan perkampungan. Kawasan Girsang 1 benar-benar indah. Layak disebut mirip dengan Firdaus yang dicatat di Kitab Suci. Lereng-lereng bukit ibarat amfiteater alam yang luas. Di sana terdapat petak-petak sawah berwarna hijau-zamrud.

Saat ini, Tim Parhuta yang didanai oleh sumbangan pribadi dari Norma Sinaga tengah membenahi Kampung Girsang 1. Sejak Juni 2020 menjalankan program swadaya lewat semangat gotong-royong atau marsiadapari, mengembangkan Kampung Girsang sebagai Kampung Wisata.

Tiga dari lima program yang telah direncanakan yakni pertama, memperbaiki akses jalan menuju sejumlah lokasi seperti Bukit Simumbang dan Huta Simandalahi. Kedua, membagikan 1.000 bibit pohon untuk ditanam di pekarangan rumah guna menghijaukan Girsang 1. Ketiga, membangun sopo atau tempat tongkrongan di sekitar kampung atau pematang sawah.

Potensi bersifat non fisik yakni warisan budaya berupa Rumah Batak dan budaya yang masih lestari. Guna mendukung Girsang 1 sebagai Kampung Wisata, Rumah Batak di Huta Simandalahi saat ini sudah dipugar. Penampilannya kini sudah jauh berbeda dari sebelumnya. Mengingat posisi Girsang berada di kawasan Geopark Kaldera Toba, penampilan Girsang berperan dalam meningkatkan citra Kaldera Toba, khususnya pariwisata di Kawasan Parapat, Simalungun.

Guna mendukung terbentuknya Kampung Wisata, sejumlah warga di desa ini siap untuk menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana guna mendukung kegiatan wisata. Saat tulisan ini digarap, ada satu rumah yang dimiliki oleh pemilik Tabo Cottage siap untuk disediakan buat wisatawan.

Spot Menarik

Kami turut mempromosikan Kawasan Danau Toba sebagai Taman Bumi Dunia dengan turut menjaga kelestarian alam di Girsang 1. Kami mempromosikan spot menarik di beberapa lokasi antara lain:

Bukit Simumbang

Bukit Simumbang merupakan bukit di Kampung Girsang 1. Saat kami memeriksa ketinggiannya melalui aplikasi My Elevation, ketinggian tempat kami berada yakni di Pondok Simumbang, mencapai 1.196 meter. Lokasi tersebut milik masyarakat. Akses ke sinilah salah satu yang dibenahi Tim Parhuta yang memungkinkan masyarakat setempat maupun wisatawan untuk menikmati jungle trekking atau mendaki gunung. Dari lokasi ini, kita dapat menyaksikan pemandangan Danau Toba yang indah dan Kota Parapat yang penuh dengan hotel.

            Sebelum sampai ke Bukit Simumbang, kita akan menyaksikan tanaman-tanaman pangan seperti padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, tebu, pisang, jeruk, kopi, tomat, coklat, nenas, alpukat, asam, berbagai kacang-kacangan, rempah-rempah, dan lainnya. Lokasi Girsang 1 merupakan sumber bahan pangan.

            Selain sebagai bahan pangan, banyak rempah-rempahan di hutan digunakan sebagai obat-obatan. Apalagi selama pandemi Corona melanda, rempah seperti jahe, kunyit, lengkuas diburu karena khasiatnya. Penduduk kampung Girsang 1 juga turut membudidayakan dan menggunakannya guna meningkatkan daya tahan tubuh. Kawasan ini cocok bagi para peneliti untuk meriset apakah ada tanaman di hutan ini berpotensi dijadikan obat.

            Hutan yang lebat ini juga menghasilkan oksigen dan menjaga Kampung Girsang 1 dari hujan deras yang mengikis tanah. Karena hutannya masih lestari, di sejumlah lokasi terdapat sungai tadah hujan. Sungai-sungai ini terbentuk karena adanya hutan tropis sepanjang tahun. Di dalam sejumlah sungai tersebut, masyarakat setempat memanfaatkannya sebagai sumber pengairan air dan budidaya ikan seperti Lele dan Gabus. Di dalam hutan ini, kita juga bisa menjumpai berbagai jenis satwa seperti Imbo atau Siamang, burung Enggang, Beruang Madu, dan binatang unik lainnya.

Pemandangan di Sitombom

            Kata tombom artinya jatuh. Biasa dalam bahasa Batak Toba ditulis tobbom atau tombom. Kemungkinan karena lokasi ini jatuh ke bawah, berada persis di bawah Bukit Simumbang. Pemandangan di sini bagi penulis sangat indah. Khususnya ketika padi akan segera memasuki masa panen. Ada begitu banyak sawah padi dan jagung, diselingi beberapa tanaman keras seperti kopi dan coklat.

            Belum ada data pasti terkait luas lokasi Sitombom. Bagi penulis ini sangat memikat perhatian karena terbentang di bawah bukit dan penuh dengan batu. Lokasi ini juga jadi bukti para petani di Girsang 1 pekerja keras, tangguh dan tidak gampang menyerah.

            Para petani membentu teras-teras sawah di sisi pegunungan yang hijau. Tiap-tiap teras dipagari oleh pematang, dan disangga oleh dinding tanah liat yang keras atau batu. Kebanyakan teras ditanami padi dan mengikuti kontur pegunungan; beberapa lereng berbentuk cekung, yang lain berbentuk cembung. Teras ini dibuat guna menahan humus saat hujan deras datang.

            Siapapun yang menyukai alam pasti akan menganggumi pemandangan teras sawah ini. Ini jadi bukti bahwa masyarakat gigih bekerja sehingga bisa membentuk teras yang cantik. Teras sawah ini dibangun karena kerjasama masyarakat, budaya marsiadapari.

Umumnya, masyarakat menanam padi air, bukan padi darat. Varietas padi air sangat membutuhkan air. Maka, guna menunjang hal tersebut, sistem pengairan dibutuhkan. Sungai-sungai di pegunungan disadap dan disalurkan ke teras melalui sistem kanal atau parit. Didorong gaya gravitasi, persediaan air disalurkan dari teras ke teras. Ini benar-benar keajaiban dunia yang hidup. Kita bisa menyaksikan para petani bekerja keras! Jika Anda berkunjung kesini saat padi mulai bertumbuh, teras ini tampak seperti mosaik yang indah dengan berbagai gradasi warna hijau.

Mempertimbangkan: Mak Ober, petani Girsang 1 sedang mempertimbangkan apakah padinya sudah layak untuk dipanen atau harus menunggu beberapa hari lagi. Pemandangan sawah padi buat suasana hati tentram.

Pemandangan di Gala-Gala

            Gala-gala adalah jenis tanaman yang mendominasi wilayah ini. Makanya lokasi ini dinamakan Gala-Gala. Sama seperti Sitombom, kawasan ini dipenuhi dengan padi dan jagung. Akan tetapi, pemandangan di lokasi ini punya daya tarik tersendiri. Lokasi ini menghubungkan Girsang 1 ke Girsang 2. Dari lokasi inilah kita bisa sampai menuju air terjun.

            Keunikan pemandangan ini lagi, kita bisa merasakan udara yang segar dengan pemandangan sawah kiri-kanan. Pembuatan teras sawah tidak menggunakan alat-alat canggih. Masyarakat menggunakan peralatan biasa seperti cangkul dan kayu.

            Kalau kita ingin berkunjung kesini, saat kamu turun dari Bus Sejahtera, DAMRI atau taksi, kamu bisa berjalan menuju Kampung Girsang 1 entah berjalan kaki atau naik angkutan umum. Setelah tiba di Kampung Girsang 1, kamu bisa melanjutkan perjalanan melewati beberapa huta atau kampung yang masih melestarikan Rumah Batak.

Setelah berjalan selama hampir satu jam dan khususnya menikmati udara segar mendekati gunung, dari jalan lurus ada dua pilihan jalan. Ke kiri menuju Huta Simandalahi. Ke kanan menuju Pemandangan SiGala-Gala. Di sinilah teras sawah ini terhampar di depan mata kita. Belum ada data pasti terkait luas lokasi SiGala-Gala.

Periode Panen: Pemandangan di SiGala-Gala memasuki periode panen. Lokasi ini cocok bagi mereka yang gemar dengan alam dan melihat pematang sawah.


Huta Simandalahi

            Huta artinya kampung. Huta Simandalahi artinya huta ini dibuka atau dihuni oleh keturunan Sinaga yang bernama Simandalahi. Kemungkinan besar pria bernama Simandalahi itulah yang menamai Huta ini Simandalahi. Huta bernama Simandalahi tidak hanya ada di Girsang 1, huta bernama Simandalahi juga terdapat di lokasi lain di Kecamatan Girsang Sipanganbolon. Pada umumnya, kumpulan marga Sinaga sepakat kalau huta ini dibuka oleh Simandalahi atau keturunan Simandalahi.

            Kebanyakan keturunan Sinaga dari Huta Simandalahi di Girsang 1 saat ini merantau atau berpencar ke tempat lain. Akan tetapi, rumah Batak tersebut statusnya masih milik marga Sinaga, warisan leluhur mereka. Demikian juga rumah Batak di huta lainnya, huta Porti, Sidasuhut dan Sidallogan.

Rumah Batak unik. Dibangun tanpa paku dan tahan lama. Generasi sekarang mungkin tidak mampu untuk membuat rumah seperti itu sekarang mengingat keterbatasan kayu dan tenaga untuk membangunnya. Belum diketahui pasti kapan rumah Batak mulai dibangun. Mungkin sejak mulainya sejarah suku Batak Toba.

Dulu, rumah Batak dapat menampung hingga 12 keluarga hidup bersama dalam satu rumah. Banyak rumah Batak yang ada saat ini sudah berusia ratusan tahun. Rumah ini terbuat dari kayu pinasa atau nangka yang dijadikan tiang untuk menopang beban atap. Kayu poki atau kayu keras yang digunakan untuk tiang badan bangunan. Kayu ulin digunakan untuk membuat ukiran pada bangunan. Kayu ini memiliki sifat keras, tetapi memiliki tekstur yang lembut pada serat kayunya. Kolong rumah digunakan sebagai tempat ternak​-anjing, ayam, babi, kerbau, dan sapi. Namun, di Kampung Girsang saat ini rumah hanya dihuni satu keluarga dan kolong rumah biasaya dijadikan gudang.

 

Mengecat: Dedy Pakpahan, anggota Tim Parhuta sedang mengecat Rumah Batak guna melestarikan warisan budaya di Huta Simandalahi.

Budaya Berkebun

Melihat: Seorang anak melihat hamparan tanaman jahe di salah satu lokasi mendekati Simumbang. Budaya bertani telah ditanamkan kepada anak-anak di desa ini sejak kecil.


           
Penduduk di Girsang 1 membudayakan diri mereka untuk bertani. Sejak kecil, orang tua mereka membawa anak-anak mereka untuk bertani. Budaya inilah yang membentuk karakter anak-anak, mengajarkan mereka pentingnya bekerja keras. Sebab, anak-anak diajarkan bahwa segala sesuatu itu harus ada proses. Mulai dari menanam, merawat atau mengurus, memberikan pupuk dan membersihkan rumput hingga memanen. Itu butuh proses panjang.

            Beberapa anak di kampung ini terkenal sangat berani. Beberapa yang penulis kenal sanggup berjalan kaki ke lokasi untuk mengambil tuak tanpa menggunakan sandal atau sarung tangan. Hanya bermodalkan parang. Mereka sering jumpa ular dan binatang berbisa lainnya. Tapi mereka kebal terhadap serangan binatang tersebut.

Komunitas Girsang Kreatif

Hasil pertanian di Girsang 1 memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Ada begitu banyak komoditas unggulan di kawasan ini. Ada kopi, kakao, kemiri, padi, jagung, pisang, ubi kayu, bawang merah, jahe, andaliman, dan beberapa komoditas lainnya.

Sejumlah warga Girsang sejak dulu telah berkecimpung di pasar menjual langsung hasil tanaman mereka di Pusat Pasar Tiga Raja atau menjajakannya ke warung atau wisatawan di sejumlah lokasi di Parapat.

Ada yang telah berkecimpung dalam produk hilirisasi seperti usaha bakery, warung makan, kedai tuak, kopi dan lainnya. Masih ada beberapa rencana Tim Parhuta ke depan dalam mengembangkan hilirisasi pertanian yakni memanfaatkan semua bahan di alam.

 

 

 

 

 

Aku Sangat Mencintai Samosir

            Beberapa hari di Samosir minggu lalu, aku gak kuasa menahan langkahku melihat rumah Inang Namatua, Rumah Genteng. Rumah itu kini sekarang lebih keren. Katanya itu program bedah rumah. Aku masih ingat kenangan manis bersama Inang bercerita dan berdoa bersama. Dia yang ajarkan aku berdoa kepada Amang Jahowa dalam Doa Hata Haporseaon.

Rumah Inang, Rumah Genteng, di Hutaraja, Lumban Suhi-Suhi

          Aku juga langkahkan kakiku ke SD di Lumban Pasir Alngit. Di sinilah, 23 tahun silam aku selalu menantikan Bu Sitorus menceritakan kisah Musa, Abraham, Daud, Nuh, dan tokoh Alkitab lainnya. Cerita itu sungguh hidup sampai-sampai aku bisa membayangkan bagaimana Musa membelah Laut Merah dengan tongkatnya.

Aku bayangkan Danau Toba yang berada persis dekat dengan sekolahku, terbelah dan aku bisa berjalan kaki di Danau menuju seberang. Aku ingat itu. Cintaku terhadap Bapak Yehuwa bermula di sini. Aku yakin janji bahwa orang mati akan bangkit (hidup) kembali pasti terjadi. Karena itu janji dari Dia, Bapak Jahowa.



Aku ingat tiap pergi dan pulang sekolah aku harus mengurus kerbau. Aku ingat aku selalu rindu mandi di Danau Toba. Aku ingat aku senang mengambil tanaman orang lain maksudnya mencuri bersama kawan-kawanku di Desa Lumban Suhi-Suhi Hutaraja..haha.

SD di Alngit


Saat aku melihat ladang, aku ingat masa kecilku tinggal di Samosir. Dulu, kalau pulang sekolah aku harus singgah ke ladang mencangkul atau jaga padi supaya gak dimakanin burung. Waktu itu aku merasa seperti berada di bawah penjajahan Jepang.

Aku sama sekali tidak menikmati kerja di ladang. Soalnya sudah panas, banyak ulat, lipan, dan terkadang tekstur tanah yang mau dicangkul itu padat karena tanah liat. Benci sekali kalau opung teriak kerja, kerja, kerja! Kayak sekarang ni Jokowi suka bilang. Slogannya buatku ingat kata-kata opungku. Karena malasnya mencangkul, siasat licik yang ku buat sama opung itu izin untuk minum.

"Opung...aku minum ya."

Aku bersyukur sekali pernah tinggal di Samosir. Kenangan itu sampai sekarang masih terekam di memoriku. Aku bahkan masih ingat perincian banyak hal semasa kecil. Ingat semua orang di kampung semasa aku kecil. Beberapa masih mengenali wajahku.

Hutaraja Lumban Suhi-Suhi, Samosir

Tapi. Ada satu hal yang sangat ku rasakan berbeda saat bermalam, udara tidak lagi sesejuk dulu. Aku malah merasa Girsang 1 jauh lebih sejuk dan dingin. Kadang aku harus pakai 2 selimut di Girsang. Ketika di Samosir, hanya pakai sarung. Itupun sekadar saja, bukan karena dingin.

Aku bertanya dalam hati. Besoknya ku lihat bagian belakang Hutaraja. Ternyata pohon-pohon kemiri dan hariara berukuran besar dulu tempat kami manjat sudah ditebang. Ku lihat di sana dibangun Homestay. Di tempat lain, begitu juga ku bandingkan 23 tahun lalu. Ada beberapa pohon tak lagi di situ. Aku tahu betul sebab dulu hobi manjat..

Mangga Samosir punya opung dan tetangga juga gak seperti dulu. Buahnya tidak rimbun. Hanya muncul sedikit di beberapa ranting. Itupun kecil. Hampir seukuran telur ayam kampung. Ku coba cicipi mangga yang jatuh, ada yang enak. Tapi banyakan tidak enak. Tidak seperti yang pernah ku makan semasa aku SD.

Homestay di Hutaraja

Sebenarnya, tahun-tahun sebelumnya tiap berkunjung kesini, aku juga merasakan demikian. Tapi baru kali ini aku ingin menulisnya. Tidak lain dan tidak bukan lagi kenapa temperatur di sana lebih hangat ketimbang Girsang, tentulah karena pohon-pohon sudah berkurang. Soal mangga, aku tak tahu. Siapa tahu ada teman yang tahu apa 'resep' tuk mengatasi penyakit mangga Samosir.

JW.ORG/BBC

 

 

Easy Go Tour Travel Offers the Cheapest Packages to Explore Lake Toba

   Detail Information about the destinations Talking about Lake Toba is not limited to its waters. Lake Toba has many untold riches. One of ...