Tampilkan postingan dengan label KampungGirsang1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KampungGirsang1. Tampilkan semua postingan

Mewujudkan Girsang sebagai Kampung Wisata

 Oleh: Damayanti


Anak-anak Sanggar Tari Harangan Nauli di Girsang Sipangan Bolon Simalungun.(foto:damayanti)

Desa atau Kampung Wisata jadi istilah populer sejak Jokowi bercita-cita menjadikan desa sebagai tujuan wisata. Kaldera Toba juga menjadi sorotan sejak mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai Taman Bumi atau Geopark. Karena kedua hal tersebut, sejumlah desa di kawasan Danau Toba berusaha untuk menggali potensi desa masing-masing. Salah satu dari desa yang sedang berbenah adalah Kampung Girsang. Mengingat posisi Girsang berada di Kawasan Geopark Kaldera Toba, penampilan Girsang berperan dalam meningkatkan citra Kaldera Toba, secara khusus pariwisata di Parapat, Simalungun.

Girsang layak dijadikan sebagai kampung wisata karena memiliki potensi daya tarik wisata baik bersifat fisik maupun non fisik. Bersifat fisik yakni potensi alam yang bakal memikat mata wisatawan. Ada hutan lebat, mata air, air terjun, bukit-bukit yang indah, persawahan, perkebunan dan perkampungan. Potensi bersifat non fisik yakni warisan budaya berupa Rumah Batak dan lainnya.

Potensi inilah yang diperhatikan oleh Kelompok Tani Hutan Harangan dan Pokdarwis Harangan Nauli punya peluang usaha untuk dijadikan destinasi wisata. Konsep yang diusung Ekowisata. Belakangan diberilah nama Ekowisata Harangan Girsang Paradise. Selama 2 tahun terakhir, KTH Harangan dan Pokdarwis Harangan Nauli membenahi Dolok Sirikki sebagai titik permulaan destinasi ekowisata ini. Dari sini juga akses menuju Air Terjun dan spot menarik lainnya.

Akhir Desember 2021, Pokdarwis Harangan Nauli membuka destinasi ini untuk umum. Sejak dibuka hingga Januari 2022, lebih dari 200 pengunjung tercatat mengunjungi destinasi ini. Ada kunjungan wisatawan, kunjungan pelaku usaha perjalanan, dan instansi pemerintahan. Salah kunjungan pemerintahan yakni dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada akhir 2021.

Dalam kunjungannya Sub Koordinator Area I A Kemenparekraf Andhy Marpaung mewakili Kemenparekraf mengusulkan sebelum adanya bantuan pemerintah untuk pengembangan fasilitas sarana dan prasarana, harus ada kesepakatan di antara masyarakat, khususnya pemilik lahan agar kelak tidak terjadi masalah. Selain itu, Kemenparekraf beserta tim ahli dari USU akan meninjau kelayakan lokasi pada Februari sebelum pembangunan dimulai pada 2023.

Susun Masterplan

Usai peninjauan bersama Tim USU dan KPH 2 Siantar pada Februari lalu, Kemenparekraf menggelar Fokus Group Discussion (FGD) di Hotel Atsari Parapat, Selasa 29 Maret 2022. FGD tersebut diselenggarakan untuk menyusun masterplan dan siteplan Ekowisata HGP. Acara ini dihadiri oleh sejumlah pihak di antaranya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Simalungun, BAPPEDA Simalungun, Dinas Penataan  Ruang, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Nagori, KPH Wilayah 2, tokoh masyarakat dan tokoh adat di Girsang, KTH Harangan, Pokdarwis Harangan dan Karang Taruna. 

Direktur Pengembangan Destinasi I, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf, Harwan Ekoncahyo menjelaskan, penyusunan masterplan dan siteplan ini sebagai bentuk dukungan penuh instansinya terhadap upaya peningkatan kualitas dan kuantitas destinasi pariwisata khususnya di Destinasi Pariwisata Super Prioritas Danau Toba.

“FGD ini untuk menyusun masterplan dan siteplan Ekowisata Girsang Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun di Destinasi Super Prioritas (DSP) Danau Toba. Ini bentuk dukungan Kemenparekraf kepada destinasi super prioritas Toba,” kata Harwan Ekoncahyo saat membuka acara.

Harwan mengatakan, fasilitas sarana dan prasarana merupakan salah satu indikator penting dalam pengembangan destinasi pariwisata. Kelengkapan sarana dan prasarana tersebut akan ikut menentukan keberhasilan suatu daerah menjadi daerah tujuan wisata. Dalam upaya mendukung pembangunan fasilitas pariwisata di destinasi pariwisata untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas daya tarik wisata.

Potensi alam Harangan Girsang Paradise di Girsang Sipangan Bolon Simalungun.(foto:damayanti)

Ia melanjutkan, berdasarkan pengalaman dan pemantauan dalam mendampingi proses pengajuan dukungan dana alokasi khusus (DAK) oleh daerah, banyak ditemui daerah tidak memiliki masterplan daya tarik wisata yang layak sebagaimana mestinya.

Senada dengan pernyataannya, Andhy Marpaung menambahkan, Kemenparekraf menemui fakta terjadinya tumpang tindih dukungan dari lintas organisasi perangkat daerah atau lintas lembaga pada suatu destinasi. Hal tersebut terjadi akibat tidak adanya  proses sinkronisasi dan harmonisasi dalam perencanaannya.

Kemenparekraf telah memiliki pedoman masterplan daya tarik wisata. Dokumen tersebut dapat menjadi referensi dalam menyusun masterplan. Pada tahap memasuki fase FGD perlu mendengarkan dengan saksama konsep pengembangan dari para tenaga ahli. Kemenparekraf menyaring masukan, kritik membangun dan harmonisasi perencanaan yang mungkin bersinggungan dengan tugas dan fungsi dari stakeholder terkait lainnya.

Usai FGD ini nantinya tim tenaga ahli akan mempertajam masterplan dan siteplan sesuai dengan masukan pada hari tersebut lalu memfinalisasikannya. Pada kesempatan akhir Mei nanti, Kemenparekraf akan kembali untuk melaksanakan sosialisasi hasil akhir dari penyusunan masterplan dan siteplan Ekowisata Harangan Girsang.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Simalungun, M. Fikri Damanik, menyambut baik terkait program Kemenparekraf ini dan akan merealisasikan pembangunan fasilitas sarana dan prasarana di destinasi ekowisata Girsang melalui DAK Fisik Bidang Pariwisata setelah selesainya dokumen masterplan dan siteplan.

BAPPEDA Simalungun bersama lintas organisasi perangkat daerah Kabupaten Simalungun akan turun kelapangan bersama untuk mengidentifikasi dukungan DAK lainnya sebagai tindak lanjut masterplan dan siteplan Ekowisata Girsang ini. 

Dukungan dari tokoh masyarakat dan tokoh adat sangat diharapkan sekali demi kesuksesan pengembangan destinasi ekowisata Girsang ini dengan kolaborasi serta kerjasama yang baik berbagai unsur dalam masyarakat seperti KTH Harangan Girsang, Pokdarwis, Karang Taruna dan perangkat kelurahan. Masyarakat setempat sebagai unsur pelaku pariwisata menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan destinasi pariwisata ini nantinya. Semoga upaya dan kerjasama seluruh pihak mempercepat tercapainya cita-cita untuk mewujudkan Girsang sebagai desa atau kampung wisata yang berkembang.

 

Kampung Girsang 1, Girsang Sipanganbolon

 

Kampung Girsang 1 berada di Kabupaten Simalungun dekat dengan Parapat. Sekitar 1 km dari Kota Parapat, sebelum melewati Jembatan Sisera-sera sebelah kiri. Waktu tempuh hanya 7 menit dari Pantai Bebas.


Sejarah Kampung Girsang 1

Berdasarkan cerita dan temuan dari berbagai sumber menyatakan bahwa Kampung Girsang 1 merupakan kampung marga Sinaga kedua setelah Urat, Samosir. Ada tiga keturunan dari Sinaga Bonor yang pergi ke Parapat. Tiga di antaranya yakni Bonar Pande atau Porti, Tiang Ni Tonga atau Sidahapitu, Suhut Ni Huta atau Sangkal Horbo. Dari ketiga keturunan tersebut, keturunan Suhut Ni Huta yang beranakcucu dan bertambah banyak di Kampung Girsang 1. Salah satu dari empat anak  Suhut Ni Huta yang paling mendominasi yakni Sorak Maunok.

Awalnya Sorak Maunok berdiam di Sibaganding, Parapat. Kemudian dia pindah ke perkampungan dekat Gereja RK sekarang ini. Karena sulitnya mencari air, ia pindah ke sebuah tempat yang belakangan dinamai Sidallogan. Di sana, Sorak Maunok mempunyai keturunan yang dinamai Suhut Maraja.

Suhut Maraja memiliki dua istri. Istri pertamanya boru Sihotang. Dari perkawinan mereka lahirlah Sidasuhut dan Sidallogan. Dari istri keduanya boru Manurung lahirlah anak yang bernama Simaibang dan Simandalahi.

Mengagetkan, menurut cerita, Simaibang mengawini ibunya sendiri boru Manurung setelah Suhut Maraja meninggal. Hasil perkawinan mereka lahirlah seorang anak dinamai Simanjorang. Dalam perkembangannya keturunan dari Suhut Maraja inilah yang membuka perkampungan masing masing dan menamai Kampung atau Huta tersebut sesuai dengan nama mereka. Hingga kini, nama kampung tersebut masih ditemukan di Girsang 1 yakni Sidasuhut, Sidallogan, Simaibang, Simandalahi, dan Simanjorang. Ada satu kampung yang dinamai Porti, nama lain dari Bonar Pande.




 

Kampung Girsang 1 Kini

            Hingga kini, secara kesuluruhan penduduk Girsang 1 masih didominasi keturunan Sinaga dan kerabat-kerabatnya dari marga lain. Beberapa marga lain yang tinggal di sini seperti Silalahi, Sirait, Manurung dan lainnya, yang umumnya berasal dari Toba Samosir. Kawasan Girsang didominasi oleh suku Batak Toba. Unik memang mengingat Girsang berada di Kabupaten Simalungun.

Bahasa yang digunakan pada umumnya Batak Toba dan Bahasa Indonesia. Sekalipun ada mata pelajaran Bahasa Simalungun diajarkan di sekolah, masyarakat tidak lazim gunakan bahasa tersebut.

Budaya di Girsang 1

            Sebagaimana suku Batak Toba biasanya, penduduk Girsang 1 juga demikian. Sebagian besar dari penduduk mengikuti aturan perkawinan adat Batak. Namun, ada juga yang tidak lagi mengikuti budaya tersebut karena memilih mengikuti keyakinan agama masing-masing.

Perkawinan menurut adat Batak pada umumnya tidak hanya mempersatukan dua orang, tetapi juga dua marga. Sepupu dari pihak ibu dianggap sebagai pasangan yang ideal. Tetapi, menikah dengan sepupu dari pihak ayah, atau dengan orang dari marga yang sama, dianggap sangat tabu. Kalau tidak, perkawinan adat biasanya mengikuti aturan: Pria dari marga A mengambil istri dari marga B, pria dari marga B mengambil istri dari marga C, dan pria dari marga C mengambil istri dari marga A. Jalinan yang berputar itu sangat memperkuat ikatan keluarga orang Batak dan menghubungkan pasangan yang baru menikah dengan jaringan keluarga yang besar.

            Marsiadapari atau gotong-royong. Berasal dari kata mar-sialap-ari yang artinya kita berikan dulu tenaga dan bantuan kita kepada orang lain baru kemudian kita minta dia membantu kita.

Memasuki periode menanam padi sekitar Januari-Februari, kita akan melihat masyarakat sibuk mengairi sawah atau dalam bahasa Batak maranggat mual. Setelah mempersiapkan benih untuk ditanam, masyarakat akan gotong-royong secara bergilir mengerjakan sawah. Minggu ini misalnya menanam atau marsuan di sawah marga Siallagan, beberapa hari berikutnya di sawah marga Sinaga dan seterusnya.

Kegiatan marsiadapari ini pun tidak hanya dilakukan masyarakat saat bertani tetapi juga berlaku pada beberapa kegiatan masyarakat di kampung ini. Misalnya, memperbaiki jalan, acara berduka, dan lainnya.

Potensi Desa dan Pengembangannya

Potensi Wisata Kampung

Kampung Girsang 1 memiliki potensi daya tarik wisata baik bersifat fisik maupun non fisik. Bersifat fisik yakni potensi alam yang sangat memikat mata para wisatawan. Ada mata air, air terjun, bukit-bukit yang indah, persawahan, perkebunan dan perkampungan. Kawasan Girsang 1 benar-benar indah. Layak disebut mirip dengan Firdaus yang dicatat di Kitab Suci. Lereng-lereng bukit ibarat amfiteater alam yang luas. Di sana terdapat petak-petak sawah berwarna hijau-zamrud.

Saat ini, Tim Parhuta yang didanai oleh sumbangan pribadi dari Norma Sinaga tengah membenahi Kampung Girsang 1. Sejak Juni 2020 menjalankan program swadaya lewat semangat gotong-royong atau marsiadapari, mengembangkan Kampung Girsang sebagai Kampung Wisata.

Tiga dari lima program yang telah direncanakan yakni pertama, memperbaiki akses jalan menuju sejumlah lokasi seperti Bukit Simumbang dan Huta Simandalahi. Kedua, membagikan 1.000 bibit pohon untuk ditanam di pekarangan rumah guna menghijaukan Girsang 1. Ketiga, membangun sopo atau tempat tongkrongan di sekitar kampung atau pematang sawah.

Potensi bersifat non fisik yakni warisan budaya berupa Rumah Batak dan budaya yang masih lestari. Guna mendukung Girsang 1 sebagai Kampung Wisata, Rumah Batak di Huta Simandalahi saat ini sudah dipugar. Penampilannya kini sudah jauh berbeda dari sebelumnya. Mengingat posisi Girsang berada di kawasan Geopark Kaldera Toba, penampilan Girsang berperan dalam meningkatkan citra Kaldera Toba, khususnya pariwisata di Kawasan Parapat, Simalungun.

Guna mendukung terbentuknya Kampung Wisata, sejumlah warga di desa ini siap untuk menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana guna mendukung kegiatan wisata. Saat tulisan ini digarap, ada satu rumah yang dimiliki oleh pemilik Tabo Cottage siap untuk disediakan buat wisatawan.

Spot Menarik

Kami turut mempromosikan Kawasan Danau Toba sebagai Taman Bumi Dunia dengan turut menjaga kelestarian alam di Girsang 1. Kami mempromosikan spot menarik di beberapa lokasi antara lain:

Bukit Simumbang

Bukit Simumbang merupakan bukit di Kampung Girsang 1. Saat kami memeriksa ketinggiannya melalui aplikasi My Elevation, ketinggian tempat kami berada yakni di Pondok Simumbang, mencapai 1.196 meter. Lokasi tersebut milik masyarakat. Akses ke sinilah salah satu yang dibenahi Tim Parhuta yang memungkinkan masyarakat setempat maupun wisatawan untuk menikmati jungle trekking atau mendaki gunung. Dari lokasi ini, kita dapat menyaksikan pemandangan Danau Toba yang indah dan Kota Parapat yang penuh dengan hotel.

            Sebelum sampai ke Bukit Simumbang, kita akan menyaksikan tanaman-tanaman pangan seperti padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, tebu, pisang, jeruk, kopi, tomat, coklat, nenas, alpukat, asam, berbagai kacang-kacangan, rempah-rempah, dan lainnya. Lokasi Girsang 1 merupakan sumber bahan pangan.

            Selain sebagai bahan pangan, banyak rempah-rempahan di hutan digunakan sebagai obat-obatan. Apalagi selama pandemi Corona melanda, rempah seperti jahe, kunyit, lengkuas diburu karena khasiatnya. Penduduk kampung Girsang 1 juga turut membudidayakan dan menggunakannya guna meningkatkan daya tahan tubuh. Kawasan ini cocok bagi para peneliti untuk meriset apakah ada tanaman di hutan ini berpotensi dijadikan obat.

            Hutan yang lebat ini juga menghasilkan oksigen dan menjaga Kampung Girsang 1 dari hujan deras yang mengikis tanah. Karena hutannya masih lestari, di sejumlah lokasi terdapat sungai tadah hujan. Sungai-sungai ini terbentuk karena adanya hutan tropis sepanjang tahun. Di dalam sejumlah sungai tersebut, masyarakat setempat memanfaatkannya sebagai sumber pengairan air dan budidaya ikan seperti Lele dan Gabus. Di dalam hutan ini, kita juga bisa menjumpai berbagai jenis satwa seperti Imbo atau Siamang, burung Enggang, Beruang Madu, dan binatang unik lainnya.

Pemandangan di Sitombom

            Kata tombom artinya jatuh. Biasa dalam bahasa Batak Toba ditulis tobbom atau tombom. Kemungkinan karena lokasi ini jatuh ke bawah, berada persis di bawah Bukit Simumbang. Pemandangan di sini bagi penulis sangat indah. Khususnya ketika padi akan segera memasuki masa panen. Ada begitu banyak sawah padi dan jagung, diselingi beberapa tanaman keras seperti kopi dan coklat.

            Belum ada data pasti terkait luas lokasi Sitombom. Bagi penulis ini sangat memikat perhatian karena terbentang di bawah bukit dan penuh dengan batu. Lokasi ini juga jadi bukti para petani di Girsang 1 pekerja keras, tangguh dan tidak gampang menyerah.

            Para petani membentu teras-teras sawah di sisi pegunungan yang hijau. Tiap-tiap teras dipagari oleh pematang, dan disangga oleh dinding tanah liat yang keras atau batu. Kebanyakan teras ditanami padi dan mengikuti kontur pegunungan; beberapa lereng berbentuk cekung, yang lain berbentuk cembung. Teras ini dibuat guna menahan humus saat hujan deras datang.

            Siapapun yang menyukai alam pasti akan menganggumi pemandangan teras sawah ini. Ini jadi bukti bahwa masyarakat gigih bekerja sehingga bisa membentuk teras yang cantik. Teras sawah ini dibangun karena kerjasama masyarakat, budaya marsiadapari.

Umumnya, masyarakat menanam padi air, bukan padi darat. Varietas padi air sangat membutuhkan air. Maka, guna menunjang hal tersebut, sistem pengairan dibutuhkan. Sungai-sungai di pegunungan disadap dan disalurkan ke teras melalui sistem kanal atau parit. Didorong gaya gravitasi, persediaan air disalurkan dari teras ke teras. Ini benar-benar keajaiban dunia yang hidup. Kita bisa menyaksikan para petani bekerja keras! Jika Anda berkunjung kesini saat padi mulai bertumbuh, teras ini tampak seperti mosaik yang indah dengan berbagai gradasi warna hijau.

Mempertimbangkan: Mak Ober, petani Girsang 1 sedang mempertimbangkan apakah padinya sudah layak untuk dipanen atau harus menunggu beberapa hari lagi. Pemandangan sawah padi buat suasana hati tentram.

Pemandangan di Gala-Gala

            Gala-gala adalah jenis tanaman yang mendominasi wilayah ini. Makanya lokasi ini dinamakan Gala-Gala. Sama seperti Sitombom, kawasan ini dipenuhi dengan padi dan jagung. Akan tetapi, pemandangan di lokasi ini punya daya tarik tersendiri. Lokasi ini menghubungkan Girsang 1 ke Girsang 2. Dari lokasi inilah kita bisa sampai menuju air terjun.

            Keunikan pemandangan ini lagi, kita bisa merasakan udara yang segar dengan pemandangan sawah kiri-kanan. Pembuatan teras sawah tidak menggunakan alat-alat canggih. Masyarakat menggunakan peralatan biasa seperti cangkul dan kayu.

            Kalau kita ingin berkunjung kesini, saat kamu turun dari Bus Sejahtera, DAMRI atau taksi, kamu bisa berjalan menuju Kampung Girsang 1 entah berjalan kaki atau naik angkutan umum. Setelah tiba di Kampung Girsang 1, kamu bisa melanjutkan perjalanan melewati beberapa huta atau kampung yang masih melestarikan Rumah Batak.

Setelah berjalan selama hampir satu jam dan khususnya menikmati udara segar mendekati gunung, dari jalan lurus ada dua pilihan jalan. Ke kiri menuju Huta Simandalahi. Ke kanan menuju Pemandangan SiGala-Gala. Di sinilah teras sawah ini terhampar di depan mata kita. Belum ada data pasti terkait luas lokasi SiGala-Gala.

Periode Panen: Pemandangan di SiGala-Gala memasuki periode panen. Lokasi ini cocok bagi mereka yang gemar dengan alam dan melihat pematang sawah.


Huta Simandalahi

            Huta artinya kampung. Huta Simandalahi artinya huta ini dibuka atau dihuni oleh keturunan Sinaga yang bernama Simandalahi. Kemungkinan besar pria bernama Simandalahi itulah yang menamai Huta ini Simandalahi. Huta bernama Simandalahi tidak hanya ada di Girsang 1, huta bernama Simandalahi juga terdapat di lokasi lain di Kecamatan Girsang Sipanganbolon. Pada umumnya, kumpulan marga Sinaga sepakat kalau huta ini dibuka oleh Simandalahi atau keturunan Simandalahi.

            Kebanyakan keturunan Sinaga dari Huta Simandalahi di Girsang 1 saat ini merantau atau berpencar ke tempat lain. Akan tetapi, rumah Batak tersebut statusnya masih milik marga Sinaga, warisan leluhur mereka. Demikian juga rumah Batak di huta lainnya, huta Porti, Sidasuhut dan Sidallogan.

Rumah Batak unik. Dibangun tanpa paku dan tahan lama. Generasi sekarang mungkin tidak mampu untuk membuat rumah seperti itu sekarang mengingat keterbatasan kayu dan tenaga untuk membangunnya. Belum diketahui pasti kapan rumah Batak mulai dibangun. Mungkin sejak mulainya sejarah suku Batak Toba.

Dulu, rumah Batak dapat menampung hingga 12 keluarga hidup bersama dalam satu rumah. Banyak rumah Batak yang ada saat ini sudah berusia ratusan tahun. Rumah ini terbuat dari kayu pinasa atau nangka yang dijadikan tiang untuk menopang beban atap. Kayu poki atau kayu keras yang digunakan untuk tiang badan bangunan. Kayu ulin digunakan untuk membuat ukiran pada bangunan. Kayu ini memiliki sifat keras, tetapi memiliki tekstur yang lembut pada serat kayunya. Kolong rumah digunakan sebagai tempat ternak​-anjing, ayam, babi, kerbau, dan sapi. Namun, di Kampung Girsang saat ini rumah hanya dihuni satu keluarga dan kolong rumah biasaya dijadikan gudang.

 

Mengecat: Dedy Pakpahan, anggota Tim Parhuta sedang mengecat Rumah Batak guna melestarikan warisan budaya di Huta Simandalahi.

Budaya Berkebun

Melihat: Seorang anak melihat hamparan tanaman jahe di salah satu lokasi mendekati Simumbang. Budaya bertani telah ditanamkan kepada anak-anak di desa ini sejak kecil.


           
Penduduk di Girsang 1 membudayakan diri mereka untuk bertani. Sejak kecil, orang tua mereka membawa anak-anak mereka untuk bertani. Budaya inilah yang membentuk karakter anak-anak, mengajarkan mereka pentingnya bekerja keras. Sebab, anak-anak diajarkan bahwa segala sesuatu itu harus ada proses. Mulai dari menanam, merawat atau mengurus, memberikan pupuk dan membersihkan rumput hingga memanen. Itu butuh proses panjang.

            Beberapa anak di kampung ini terkenal sangat berani. Beberapa yang penulis kenal sanggup berjalan kaki ke lokasi untuk mengambil tuak tanpa menggunakan sandal atau sarung tangan. Hanya bermodalkan parang. Mereka sering jumpa ular dan binatang berbisa lainnya. Tapi mereka kebal terhadap serangan binatang tersebut.

Komunitas Girsang Kreatif

Hasil pertanian di Girsang 1 memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Ada begitu banyak komoditas unggulan di kawasan ini. Ada kopi, kakao, kemiri, padi, jagung, pisang, ubi kayu, bawang merah, jahe, andaliman, dan beberapa komoditas lainnya.

Sejumlah warga Girsang sejak dulu telah berkecimpung di pasar menjual langsung hasil tanaman mereka di Pusat Pasar Tiga Raja atau menjajakannya ke warung atau wisatawan di sejumlah lokasi di Parapat.

Ada yang telah berkecimpung dalam produk hilirisasi seperti usaha bakery, warung makan, kedai tuak, kopi dan lainnya. Masih ada beberapa rencana Tim Parhuta ke depan dalam mengembangkan hilirisasi pertanian yakni memanfaatkan semua bahan di alam.

 

 

 

 

 

Aku Sangat Mencintai Samosir

            Beberapa hari di Samosir minggu lalu, aku gak kuasa menahan langkahku melihat rumah Inang Namatua, Rumah Genteng. Rumah itu kini sekarang lebih keren. Katanya itu program bedah rumah. Aku masih ingat kenangan manis bersama Inang bercerita dan berdoa bersama. Dia yang ajarkan aku berdoa kepada Amang Jahowa dalam Doa Hata Haporseaon.

Rumah Inang, Rumah Genteng, di Hutaraja, Lumban Suhi-Suhi

          Aku juga langkahkan kakiku ke SD di Lumban Pasir Alngit. Di sinilah, 23 tahun silam aku selalu menantikan Bu Sitorus menceritakan kisah Musa, Abraham, Daud, Nuh, dan tokoh Alkitab lainnya. Cerita itu sungguh hidup sampai-sampai aku bisa membayangkan bagaimana Musa membelah Laut Merah dengan tongkatnya.

Aku bayangkan Danau Toba yang berada persis dekat dengan sekolahku, terbelah dan aku bisa berjalan kaki di Danau menuju seberang. Aku ingat itu. Cintaku terhadap Bapak Yehuwa bermula di sini. Aku yakin janji bahwa orang mati akan bangkit (hidup) kembali pasti terjadi. Karena itu janji dari Dia, Bapak Jahowa.



Aku ingat tiap pergi dan pulang sekolah aku harus mengurus kerbau. Aku ingat aku selalu rindu mandi di Danau Toba. Aku ingat aku senang mengambil tanaman orang lain maksudnya mencuri bersama kawan-kawanku di Desa Lumban Suhi-Suhi Hutaraja..haha.

SD di Alngit


Saat aku melihat ladang, aku ingat masa kecilku tinggal di Samosir. Dulu, kalau pulang sekolah aku harus singgah ke ladang mencangkul atau jaga padi supaya gak dimakanin burung. Waktu itu aku merasa seperti berada di bawah penjajahan Jepang.

Aku sama sekali tidak menikmati kerja di ladang. Soalnya sudah panas, banyak ulat, lipan, dan terkadang tekstur tanah yang mau dicangkul itu padat karena tanah liat. Benci sekali kalau opung teriak kerja, kerja, kerja! Kayak sekarang ni Jokowi suka bilang. Slogannya buatku ingat kata-kata opungku. Karena malasnya mencangkul, siasat licik yang ku buat sama opung itu izin untuk minum.

"Opung...aku minum ya."

Aku bersyukur sekali pernah tinggal di Samosir. Kenangan itu sampai sekarang masih terekam di memoriku. Aku bahkan masih ingat perincian banyak hal semasa kecil. Ingat semua orang di kampung semasa aku kecil. Beberapa masih mengenali wajahku.

Hutaraja Lumban Suhi-Suhi, Samosir

Tapi. Ada satu hal yang sangat ku rasakan berbeda saat bermalam, udara tidak lagi sesejuk dulu. Aku malah merasa Girsang 1 jauh lebih sejuk dan dingin. Kadang aku harus pakai 2 selimut di Girsang. Ketika di Samosir, hanya pakai sarung. Itupun sekadar saja, bukan karena dingin.

Aku bertanya dalam hati. Besoknya ku lihat bagian belakang Hutaraja. Ternyata pohon-pohon kemiri dan hariara berukuran besar dulu tempat kami manjat sudah ditebang. Ku lihat di sana dibangun Homestay. Di tempat lain, begitu juga ku bandingkan 23 tahun lalu. Ada beberapa pohon tak lagi di situ. Aku tahu betul sebab dulu hobi manjat..

Mangga Samosir punya opung dan tetangga juga gak seperti dulu. Buahnya tidak rimbun. Hanya muncul sedikit di beberapa ranting. Itupun kecil. Hampir seukuran telur ayam kampung. Ku coba cicipi mangga yang jatuh, ada yang enak. Tapi banyakan tidak enak. Tidak seperti yang pernah ku makan semasa aku SD.

Homestay di Hutaraja

Sebenarnya, tahun-tahun sebelumnya tiap berkunjung kesini, aku juga merasakan demikian. Tapi baru kali ini aku ingin menulisnya. Tidak lain dan tidak bukan lagi kenapa temperatur di sana lebih hangat ketimbang Girsang, tentulah karena pohon-pohon sudah berkurang. Soal mangga, aku tak tahu. Siapa tahu ada teman yang tahu apa 'resep' tuk mengatasi penyakit mangga Samosir.

JW.ORG/BBC

 

 

Mewujudkan Girsang sebagai Kampung Wisata

Oleh: Damayanti

Tonton Video Kampung Girsang, Simalungun.

Kampung Wisata atau Desa Wisata jadi istilah populer sejak Jokowi bercita-cita menjadikan desa sebagai tujuan wisata. Kaldera Toba menjadi sorotan dunia sejak mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai Taman Bumi (Geopark). Karena kedua hal tersebut, sejumlah desa di kawasan Danau Toba berusaha untuk menggali potensi desa masing-masing. Salah satu dari desa yang berpotensi dijadikan Desa Wisata yakni Kampung Girsang. Selain itu, mengingat posisi Girsang berada di kawasan Geopark Kaldera Toba, penampilan Girsang berperan dalam meningkatkan citra Kaldera Toba, khususnya pariwisata di Kawasan Parapat, Simalungun.

            Mengapa Girsang layak dijadikan sebagai kampung wisata. Itu karena kampung Girsang 1 memiliki potensi daya tarik wisata baik bersifat fisik maupun non fisik. Bersifat fisik yakni potensi alam yang sangat memikat mata para wisatawan. Ada mata air yang jernih, air terjun, bukit-bukit yang indah, persawahan, perkebunan dan perkampungan.

Potensi bersifat non fisik yakni warisan budaya berupa Rumah Batak dan lainnya. Guna mendukung Girsang sebagai Kampung Wisata, Rumah Batak di Huta Simandalahi saat ini sudah dipugar. Penampilannya kini sudah jauh berbeda dari sebelumnya.

Guna mewujudkan Girsang sebagai kampung wisata, anak-anak muda Girsang membentuk Tim yang dinamai Parhuta untuk membenahi huta. Tim Parhuta dan warga Girsang siap untuk menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana guna mendukung kegiatan wisata.

Sejumlah spot menarik di Girsang wajib untuk dikunjungi di antaranya pemandangan di Sitombom, Pemandangan di Gala-Gala, Huta Simandalahi, Bukit Simumbang, dan Air Terjun Halimbingan. 

Pemandangan di Sitombom

            Kata tombom dalam bahasa Batak Toba artinya jatuh. Kemungkinan karena lokasi ini berada persis di bawah Bukit Simumbang makanya tampak jatuh. Pemandangan di lokasi ini bagi penulis sangat indah. Khususnya ketika padi akan segera memasuki masa panen. Ada begitu banyak sawah padi dan jagung, diselingi beberapa tanaman keras seperti kopi, coklat, kemiri, petai, durian. Girsang terkenal sebagai pengasil petai, durian dan kemiri. Selama Oktober dan November 2020, masyarakat Girsang panen  petai dan durian saat lokasi lainnya sama sekali tidak panen.

            Belum ada data pasti terkait luas lokasi Sitombom. Lahan disini merupakan milik masyarakat. Yang paling memikat perhatian lagi Sitombom terbentang di bawah bukit dan penuh dengan batu. Lokasi ini juga jadi bukti para petani di Girsang pekerja keras, tangguh dan tidak gampang menyerah mengingat tanah yang mereka kerjakan sulit dicangkul.

            Meski tidak mudah, para petani membentuk teras-teras sawah di sisi pegunungan yang hijau. Tiap-tiap teras dipagari oleh pematang, dan disangga oleh dinding tanah liat yang keras atau batu. Kebanyakan teras ditanami padi mengikuti kontur pegunungan. Beberapa lereng berbentuk cekung dan berbentuk cembung. Teras ini dibuat guna menahan humus saat hujan deras datang. Siapapun yang menyukai alam pasti akan menganggumi pemandangan teras sawah ini. Teras sawah ini dibangun karena kerjasama masyarakat, budaya marsiadapari.

Umumnya, masyarakat menanam padi air, bukan padi darat. Varietas padi air sangat membutuhkan air. Maka, guna menunjang hal tersebut, sistem pengairan dibutuhkan. Sungai-sungai di pegunungan disadap dan disalurkan ke teras melalui sistem kanal atau parit. Didorong gaya gravitasi, persediaan air disalurkan dari teras ke teras. Kita bisa menyaksikan para petani bekerja keras! Jika Anda berkunjung kesini saat padi mulai bertumbuh, teras ini tampak seperti mosaik yang indah dengan berbagai gradasi warna hijau.

 

Mempertimbangkan: Mak Ober, petani Girsang 1 sedang mempertimbangkan apakah padinya sudah layak untuk dipanen atau harus menunggu beberapa hari lagi. Pemandangan sawah padi buat suasana hati tentram.

Pemandangan di Gala-Gala

            Gala-gala adalah jenis tanaman yang mendominasi wilayah ini. Makanya lokasi ini dinamakan Gala-Gala. Sama seperti Sitombom, kawasan ini dipenuhi dengan padi dan jagung. Akan tetapi, pemandangan di lokasi ini punya daya tarik tersendiri. Lokasi ini menghubungkan Girsang 1 ke Girsang 2. Dari lokasi inilah kita bisa sampai menuju air terjun.

            Keunikan pemandangan ini, kita bisa merasakan udara yang segar dengan pemandangan sawah kiri-kanan. Pembuatan teras sawah tidak menggunakan alat-alat canggih. Masyarakat menggunakan peralatan biasa seperti cangkul dan kayu.

             

Periode Panen: Pemandangan di Gala-Gala memasuki periode panen padi. Lokasi ini cocok bagi mereka yang gemar dengan alam dan melihat pematang sawah.


Huta Simandalahi

            Huta artinya kampung. Huta Simandalahi artinya huta ini dibuka atau dihuni oleh keturunan Sinaga yang bernama Simandalahi. Kemungkinan besar pria bernama Simandalahi itulah yang menamai Huta ini Simandalahi. Huta bernama Simandalahi tidak hanya ada di Girsang 1, huta bernama Simandalahi juga terdapat di lokasi lain di Kecamatan Girsang Sipanganbolon. Pada umumnya, kumpulan marga Sinaga sepakat kalau huta ini dibuka oleh Simandalahi atau keturunan Simandalahi.


            Kebanyakan keturunan Sinaga dari Huta Simandalahi di Girsang 1 saat ini merantau atau berpencar ke tempat lain. Akan tetapi, rumah Batak tersebut statusnya masih milik marga Sinaga, warisan leluhur mereka. Demikian juga rumah Batak di huta lainnya, huta Porti, Sidasuhut dan Sidallogan.

Rumah Batak unik. Dibangun tanpa paku dan tahan lama. Generasi sekarang mungkin tidak mampu untuk membuat rumah seperti itu sekarang mengingat keterbatasan kayu dan tenaga untuk membangunnya. Belum diketahui pasti kapan rumah Batak mulai dibangun. Mungkin sejak mulainya sejarah suku Batak Toba.

Dulu, rumah Batak dapat menampung hingga 12 keluarga hidup bersama dalam satu rumah. Banyak rumah Batak yang ada saat ini sudah berusia ratusan tahun. Rumah ini terbuat dari kayu pinasa atau nangka yang dijadikan tiang untuk menopang beban atap. Kayu poki atau kayu keras yang digunakan untuk tiang badan bangunan. Kayu ulin digunakan untuk membuat ukiran pada bangunan. Kayu ini memiliki sifat keras, tetapi memiliki tekstur yang lembut pada serat kayunya. Kolong rumah digunakan sebagai tempat ternak​-anjing, ayam, babi, kerbau, dan sapi. Namun, di Kampung Girsang saat ini rumah hanya dihuni satu keluarga dan kolong rumah biasaya dijadikan gudang.

Pemugaran Huta Silalahi: Kampung Simandalahi yang sudah dan terus dipugar demi menarik perhatian para pengunjung.

            


Bukit Simumbang

Bukit Simumbang merupakan bukit di Kampung Girsang 1. Saat penulis memeriksa ketinggiannya melalui aplikasi My Elevation, ketinggian tempat penulis berada yakni di Pondok Simumbang, mencapai 1.196 meter. Lokasi tersebut milik Kehutanan dikelola oleh masyarakat. Akses ke sinilah salah satu yang dibenahi oleh Tim Parhuta yang memungkinkan masyarakat setempat maupun wisatawan untuk menikmati jungle trekking atau mendaki gunung. Dari lokasi ini, kita dapat menyaksikan pemandangan Danau Toba yang indah dan Kota Parapat yang penuh dengan hotel.

            Sebelum sampai ke Bukit Simumbang, kita akan menyaksikan tanaman-tanaman pangan seperti padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, tebu, pisang, kopi, tomat, coklat, nenas, alpukat, asam, berbagai kacang-kacangan, rempah-rempah, dan lainnya. Lokasi Girsang merupakan sumber bahan pangan.

            Selain sebagai bahan pangan, banyak rempah-rempahan di hutan digunakan sebagai obat-obatan. Apalagi selama pandemi Corona melanda, rempah seperti jahe, kunyit, lengkuas diburu karena khasiatnya. Penduduk kampung Girsang 1 juga turut membudidayakan dan menggunakannya guna meningkatkan daya tahan tubuh. Kawasan ini cocok bagi para peneliti untuk meriset apakah ada tanaman di hutan ini berpotensi dijadikan obat.

            Hutan yang lebat ini juga menghasilkan oksigen dan menjaga Kampung Girsang 1 dari hujan deras yang mengikis tanah. Karena hutannya masih lestari, di sejumlah lokasi terdapat sungai tadah hujan. Sungai-sungai ini terbentuk karena adanya hutan tropis sepanjang tahun. Di dalam sejumlah sungai tersebut, masyarakat setempat memanfaatkannya sebagai sumber pengairan air dan budidaya ikan seperti Lele dan Gabus. Di dalam hutan ini, kita juga bisa menjumpai berbagai jenis satwa seperti Imbo atau Siamang, burung Enggang, Beruang Madu, dan binatang unik lainnya.

 

Budaya Berkebun

            Penduduk di Girsang 1 membudayakan diri mereka untuk bertani. Sejak kecil, orang tua mereka membawa anak-anak mereka untuk bertani. Budaya inilah yang membentuk karakter anak-anak, mengajarkan mereka pentingnya bekerja keras. Sebab, anak-anak diajarkan bahwa segala sesuatu itu harus ada proses. Mulai dari menanam, merawat atau mengurus, memberikan pupuk dan membersihkan rumput hingga memanen. Itu butuh proses panjang.

            Beberapa anak di kampung ini terkenal sangat berani. Beberapa yang penulis kenal sanggup berjalan kaki ke lokasi untuk mengambil tuak tanpa menggunakan sandal atau sarung tangan. Hanya bermodalkan parang. Mereka sering jumpa ular dan binatang berbisa lainnya. Tapi mereka kebal terhadap serangan binatang tersebut.



Melihat: Seorang anak melihat hamparan tanaman jahe di salah satu lokasi mendekati Simumbang. Budaya bertani telah ditanamkan kepada anak-anak di desa ini sejak kecil.






Hutanku, Masa Depanku

HUTAN GIRSANG 1: Pemandangan Hutan Girsang 1. Suara Siamang (Imbo) sering bersahut-sahutan di dalam hutan ini. Karena hutan sangat lebat, udara sejuk, segar dan pemandangan asri.

Tantangan Sekolah Selama Covid-19




Per Maret 2020, mendadak pandemi Virus Corona menjadi populer bukan hanya di televisi bahkan sampai merambah ke seluruh pelosok Tanah Air. Tak terkecuali dampaknya sampai ke perkampungan yang tenang di Kampung Girsang 1. Pada akhir Maret, kewaspadaan terhadap penyebaran Virus Corona mendorong Menteri Pendidikan Nadiem Makarim menginstruksikan agar proses belajar-mengajar secara fisik dihentikan. Kegiatan belajar-mengajar harus dilakukan secara online atau daring. 


Hal ini mengakibatkan kebingungan bagi para murid dan orang tua. Terlebih bagi para guru dan kepala sekolah. Untuk pertama kalinya kasus seperti ini terjadi. Tidak ada yang memprediksi hal ini akan terjadi. Tidak ada persiapan untuk menghadapi kondisi tersebut. Pembelajaran daring menimbulkan tantangan, khususnya bagi mereka yang tidak terbiasa menggunakan sejumlah aplikasi tertentu. 


Tantangan Daring

Karena sudah menjadi keharusan, kami guru-guru SD 66 mengerahkan upaya untuk membiasakan diri menggunakan aplikasi WhatsApp untuk melakukan proses belajar-mengajar daring. Pada Maret, kami sibuk mempersiapkan semua hal berhubungan dengan belajar secara daring. Mulai dari mengumpulkan nomor WhatsApp orang tua murid, membuat tugas daring, mengunggah tugas hingga menilai tugas. 


Kegiatan ini juga membuat para orang tua dan murid harus menerima kebiasaan baru. Orang tua yang selama ini sibuk berladang, terpaksa harus turun tangan mendampingi anak mereka untuk belajar dan membantu mengirim jawaban mereka ke WhatsApp grup. 


Tantangan lain, beberapa dari mereka tidak punya handphone Android, tidak tahu harus bagaimana supaya anak mereka dapat mengikuti pelajaran di sekolah. Ada yang tinggal dimana sinyal internet tidak ada. Lantas, apa yang dapat kami lakukan? 

Kami sepakat agar para murid tersebut menjemput tugas mereka yang sudah disediakan guru tiap bidang studi. Setelah itu, mereka akan menjawabnya  di masing-masing buku per bidang studi. Buku itu dikumpul tiap akhir bulan. Dengan demikian, meminimalkan kontak fisik guna menghindari penyebaran Virus Corona. 


Serba-Serbi

Bagiku sendiri, belajar secara daring tak hanya menimbulkan tantangan. Juga, memunculkan beberapa hal lucu. Salah satunya, sering sekali anak yang rajin dan pintar menjadi bahan contekan bagi kawan mereka. Sebut saja si A. Jika si A posting tugasnya, seketika itu juga teman di grup akan beramai-ramai meniru tugas yang dia posting di grup. Oleh karena itu, aku menyarankan agar tugas mereka dikirim melalui jalur pribadi ke akun WhatsAppku. 


Sering sekali saat hendak memberikan tugas, aku terbentur pada fakta bahwa apa yang dapat dipahami muridku terbatas, mengingat penjelaskanku hanya sebatas tulisan. Apalagi yang ku ajarkan Matematika, sesuatu yang harus dijelaskan secara gamblang, tidak bisa dipahami hanya dengan membaca atau mendengarkan saja. Harus ada latihan. Inginku buat video kreatif mengajar Matematika. Namun, apa daya ku pertimbangkan kembali kemampuan orang tua untuk beli paket data dan bandwith internet di Kampung Girsang 1. Jadi ku putuskan untuk memberikan tugas yang mudah dan tidak menjejali mereka dengan tumpukan tugas. 


Ajaran Baru

Memasuki tahun ajaran baru, muncul perubahan lagi. Semester sebelumnya, pemberian tugas melalui WhatsApp kami berikan dari rumah. Tetapi, tahun ajaran baru, Dinas Pendidikan menginstruksikan agar guru-guru wajib ke sekolah untuk memberikan tugas secara daring. 

Persoalan baru yakni bagaimana mengajari siswa baru kelas 1 yang belum bisa membaca dan menulis? 


Kepala sekolah kami, Bu Rosmawaty Sinaga dan Guru kelas 1 Bu Rajaguk-guk sepakat untuk mengadakan proses belajar-mengajar secara fisik di rumah anak masing-masing. Bu Rajagukguk terpaksa melanggar aturan pemerintah untuk menjaga jarak fisik. Namun, ia tetap mengikuti protokol kesehatan lainnya seperti menggunakan masker dan cuci tangan. Dia berjalan kaki ke rumah-rumah murid untuk mengajar mereka membaca dan menulis. Kegiatan ini ia lakukan tiap hari kecuali Sabtu dan Minggu. 


Bu Rajagukguk bercerita terkait kondisi Corona ini membuatnya kelelahan ketimbang sebelumnya. Soalnya, dia harus menempuh perjalananan cukup jauh menuju rumah siswa. Dia sendiri tidak punya kendaraan. Kadang kala, saat ia ke rumah murid, ia tidak menjumpai murid tersebut. Biasanya hal ini terjadi karena orang tua mereka tidak mengawasi anak mereka di rumah. Orang tua sibuk berladang, anak mereka bermain kesana-kemari. Tapi ada juga orang tua yang menyempatkan waktu mereka untuk menemani anak mereka belajar. 


"Pergi aku ke rumah si Purba, tidak ada dia di rumah. Mamanya pun gak ada di rumah. Mungkin sudah ke ladang. Sudah ku cari kesana-kemari, gak nampak dia. Capek aku, "kata Bu Rajagukguk kepada kami di Kantor Kepsek. 


Saat berkumpul, seperti biasa, kami para guru berbagi cerita satu sama lain. Ku awali dengan cerita tentang beberapa anak yang tidak pernah mengumpulkan tugasnya sama sekali. Sudah beberapa kali aku menyempatkan diri singgah ke rumah mereka agar mereka datang ke sekolah menjemput tugas mereka. Aku juga minta tolong kepada orang tua mereka agar menyuruh anak mereka ke sekolah menjemput tugas dan bila mungkin segera menyelesaikannya di sekolah. 


Karena sudah jenuh dengan pembelajaran daring yang kurang efektif dan merasa bersalah dengan keadaan pembelajaran yang tidak dapat kami kendalikan, kami para guru mengusulkan kepada kepala sekolah agar pembelajaran dilakukan secara fisik dengan pengaturan baru. 1 kelas dibagi menjadi 2 atau 3 gelombang. Sebab, kawasan Simalungun, khususnya Desa Girsang 1, tidak masuk daftar zona merah. Namun, ide ini tidak bisa dijalankan kata Kepala Sekolah mengingat beberapa pertimbangan. Kami pun tetap mengikuti petunjuk pemerintah. 

Memetik Pelajaran

Meskipun mengajar menjadi sulit karena Corona, ada beberapa hal yang masih bisa ku syukuri sebagai guru. Selama ini, orang tua mungkin tidak tahu betapa sulit dan lelahnya mengajar dan mendidik anak mereka, semoga kondisi ini membuat pikiran mereka terbuka tentang beban berat yang dijalankan guru. 


Selama Corona ini, kami hanya dapat berfokus pada apa yang bisa kami lakukan. Kami tidak bisa mengubah keputusan Menteri maupun Dinas Pendidikan. Kami guru berharap orang tua bersinergi bersama kami, sama-sama mendidik anak-anak. Bila anak-anak mereka tampaknya tidak bisa memahami pelajaran tertentu atau kewalahan dengan tugas, bantu mereka. Sebab, sejatinya yang punya peran utama dalam mendidik anak adalah orang tua. Mereka perlu diawasi, disemangati, dan dibimbing mengerjakan tugas mereka. 


Saran lain yang bisa kami kemukakan tertuju kepada perusahaan provider jaringan telekomunikasi. Fakta berlakunya pembelajaran daring menjadi momentum penting untuk dipikirkan perusahaan provider, yakni membantu masyarakat khususnya guru dan murid dapat menikmati pembelajaran daring di daerah terpencil seperti di Kampung Girsang 1.


Sejak belajar daring berlaku Maret lalu, sudah 2 kali saya ganti provider untuk mencari sinyal provider mana yang paling kencang dan stabil. Pertama saya pakai Telkomsel lalu Axis, dan ada rencana ganti lagi sebab di jam-jam tertentu, apalagi saat listrik mati, sinyal internet Telkomsel dan Axis terputus.  


Perusahaan-perusahaan provider perlu menggaet para pemangku kepentingan di bidang pendidikan dan pengusaha teknologi informasi (TI) dengan tujuan meningkatkan melek teknologi dan internet masyarakat, khususnya bagi kami guru dan orang tua murid yang tinggal di pedalaman. Fakta tidak semua warga di Indonesia, khususnya di kampung seperti kami, mampu menguasai perkembangan teknologi. Tapi kami siap untuk belajar dan diajar.


Saya secara pribadi juga mempertanyakan peran Dewan TIK yang dibentuk tahun 2014. Saya membaca di Wikipedia Dewan tersebut dibentuk dengan tujuan mengembangkan e-leadership dan melakukan koordinasi seluruh elemen bangsa melalui peningkatan kualitas prasarana serta sarana TI dan pengembangan inovasi. Maaf, bukannya mempersalahkan. Pengamatan saya selama ini peran Dewan TIK belum maksimal dalam penerapan praktis di masing-masing daerah yang tersebar di Indonesia dan secara khusus ke institusi pendidikan. 


*Penulis adalah Guru Matematika di SD 091466 Kampung Girsang 1, Simalungun.


Samosir Pilihan Terbaik bagi Kamu Berpetualang Jelajahi Eksotisme Danau Toba

Danau Toba sangat luas. Terdiri dari 8 kabupaten. Jika kamu hanya punya libur dua hari rasanya tak cukup untuk eksplorasi banyak hal di Dana...