Tampilkan postingan dengan label UnescoGeopark. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UnescoGeopark. Tampilkan semua postingan

Hutan Kita Sultan tapi Kian Alami Penyusutan

Hutan-hutan di Indonesia merupakan rumah bagi 17 persen satwa dan fauna dunia. Memiliki jumlah spesies mamalia terbanyak di dunia. Hutan-hutan Indonesia menghidupi masyarakat lokal, masyarakat perkotaan, dan masyarakat hukum adat. Menghidupi sekitar 50juta penduduk Indonesia tinggal di Kawasan Hutan.

Disadur dari data yang dirilis Yayasan Madani Berkelanjutan menyebutkan hutan hujan Indonesia memiliki jumlah karbon 2 kali lipat lebih banyak dibandingkan yang disimpan di hutan hujan Amazon per hektarnya.

Hutan Hujan di Indonesia bisa menyimpan sampai 200-ton karbon per hektar. Ekosistem bakau Indonesia berpotensi menyimpan karbon sampai 13 kali lipat dibandingkan hutan hujan. Lahan gambut se-Indonesia menyimpan sampai 61 gigaton karbon.

Penyusutan Hutan

Meski demikian, luas hutan di Indonesia terus mengalami penyusutan. Grafik  Geopartal KLKH 2019 menunjukkan gerak penyusutan hutan tiap tahun dari 2011 sampai 2019. Sementara itu Indonesia menunjukkan komitmennya yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC) mengurangi emisi karbon.

Komitmen NDC 2030, emisi karbon setidaknya 29 persen atau sampai 41 persen dengan dukungan internasional. Untuk Ambisi Folu Net Sink 2030 sektor hutan dan lahan mencapai carbon net sink pada 2030. Menurut Yayasan Madani Berkelanjutan, pencegahan pembukaan hutan dan degradasi lahan gambut adalah kunci memenuhi target iklim Indonesia. Indonesia berperan besar dalam mengurangi bencana alam dengan mengurangi angka penyusutan hutan.

Akibat Penyusutan Hutan

Bumi dan kehidupan di atasnya sangat kompleks, terjalin dengan rumit. Miliaran makhluk hidup yang saling berhubungan tersusun menjadi jaringan kehidupan. Putuskan seutas jaringan kehidupan. Maka, jaringan itu akan terurai dan hancur. Hancurkan hutan maka mahluk hidup di bumi pun musnah!

Bencana alam terus meningkatkan sejalan dengan peningkatan populasi penduduk. Namun, faktor kebrutalan manusia dalam mengeksploitasi sumber daya alam turut memperparahnya.

Iopscience melalui situsnya menyebutkan peralihan hutan menjadi kebun sawit penyebab utama deforestasi di Indonesia. Komposisi hutan yang beralih menjadi kebun sawit 23 persen, kebun karet 14 persen, dan kebun skala besar 7 persen, konversi ke rerumputan 20 persen, pertanian skala kecil 15 persen, dan lainnya.

Akibat perusakan hutan, ada begitu banyak spesies di bumi terancam punah. Seraya ekosistem menyusut, spesies-spesies kehilangan sumber daya yang mereka perlukan untuk bertahan hidup. Lingkungan alami terkotak-kotak, merosot, dan lenyap. Rute migrasi menjadi berantakan. Oleh karena itu, satu demi satu spesies akhirnya punah. Punahnya spesies tertentu bahkan dapat memicu reaksi berantai kepunahan. Sebab, apabila satu bagian jaring kehidupan lenyap, bagian lain dapat terkena imbasnya.

Salah satu contoh, dalam publikasinya, UNESCO mencatat akibat penebangan hutan di Indonesia, khususnya di Kawasan Danau Toba, ada begitu banyak spesies akan atau telah punah. Ada sejumlah fauna yang terancam punah akibat perusakan hutan.

International Union for Conservation of Nature (IUCN) mendaftarkan sejumlah fauna di antaranya Rasbora tobana dan Neolissochilus thienemanni. Keduanya merupakan ikan asli Danau Toba yang tergolong langka. Fauna tersebut biasa ditemukan di sungai-sungai yang bermuara di Danau Toba.

Spesies ikan asli lainnya adalah Aplocheilus panchax, Nemacheilus pfeifferae, Homaloptera gymnogaster, Channa gachua, Channa striata, Clarias batrachus, Barbonymus gonionotus, Barbonymus schwanenfeldii, Danio albolineatus, Osteochilus vittatus, Puntius binotatus, Rasbora jacobsoni, Tor tambra, Betta imbellis, dan Betta taeniata.

Masalah ancaman kepunahan keanekaragaman hayati juga masuk dalam poin kelima dan keenam rekomendasi UNESCO kepada Indonesia yang menyinggung perlunya dilakukan mitigasi bencana, perubahan iklim dan perlunya upaya konservasi.


Upaya Menyelamatkan Hutan


         Berbagai pihak berupaya untuk menyelamatkan hutan. Ada sejumlah lembaga yang mengaungkan urgensi perlindungan hutan. Salah satunya, melalui Konsorsium Hari Hutan Indonesia (HHI). Hal sederhana yang bisa dilakukan generasi milenial yaitu turut mengkampanyekan atau mengajak masyarakat untuk mencintai hutan. Bisa juga melalui adopsi hutan dengan memberikan sumbangan untuk penanaman pohon. Bahkan bisa ikut terlibat langsung dalam pelestarian hutan.

      Blogger Perempuan juga mengajak kita untuk ikut berkontribusi terhadap perlindungan hutan Indonesia. Caranya simple yakni dengan mendengarkan lagu “Dengar Alam Bernyanyi” di platform musik seperti Spotify dan Apple Music. Semakin banyak yang mendengarkan lagu tersebut maka akan semakin banyak royalti disumbangkan untuk perlindungan hutan Indonesia. Itu cari paling praktis yang kamu lakukan dengan gadgetmu.


Ada cara praktis lain tapi kamu harus siap pegang tanah. Buat kamu yang punya halaman rumah luas, kamu bisa menghutankan rumahmu dengan menanam berbagai jenis pohon di pekarangan rumah kita. Apalagi jika pekarangan kita luas, kita bisa mengisinya dengan berbagai jenis pohon berbuah yang dapat mengurangi pemanasan global. Selain itu, ada pula gerakan nyata yang bisa dilakukan secara luas di Indonesia, yakni melalui platform Geopark, Ekowisata dan Agroforestri.

Selamatkan Hutan Lewat Platform Geopark

Melalui pemberian gelar Geopark dan Warisan Hutan Hujan Tropis, UNESCO berharap Indonesia berperan dalam mencegah bencana alam dengan mengurangi angka penyusutan hutan. Akibat penyusutan hutan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami bencana alam. Dibandingkan dengan rata-rata selama 30 tahun terakhir (1990-2019), frekuensi bencana banjir di Indonesia meningkat 43 persen pada tahun 2020. Dibandingkan dengan rata-rata selama 10 tahun terakhir (2010-2019), frekuensi bencana banjir meningkat sebesar 33 persen pada 2020. Salah satu dari 10 bencana alam mematikan pada 2021, terjadi di Indonesia.

Jika tidak ada upaya mendesak untuk melindungi geopark dan mengurangi intensitas bencana, kita hanya akan sibuk untuk membantu korban bencana alam. Dana terkuras hanya untuk ‘mengobati daripada mencegah’. Akan lebih baik upaya dan dana dioptimalkan guna mencegah bencana itu sendiri. Untuk itu, solusi paling praktis untuk mencegah bencana adalah dengan berinvestasi pada hutan. Maksudnya, menjaga, melestarikan dan memperbesar luas hutan yang ada di Indonesia.

Sebab, hutan itu seperti apotek, gudang, supermarket, dan sumber pangan lainnya yang menyediakan semua kebutuhan makhluk hidup. Selain sebagai sumber pangan dan oksigen, hutan juga merupakan cagar alam dan suaka margasatwa alami. Jika hutan punah, itu menimbulkan kemungkinan industri-industri tutup, manusia kekurangan makanan, dan spesies makhluk hidup punah. Industri-industri selama ini bisa berjalan karena mengandalkan sebagian besar bahan baku dari hutan. Mulai dari tanaman pangan, rempah-rempah, hingga lauk seperti ikan di sungai-sungai yang ada di hutan.

Sebuah pabrik dikatakan sempurna jika itu tidak mencemari lingkungan, tidak mahal, dan menghasilkan kebutuhan vital seluruh umat manusia. Pabrik yang sempurna itu hutan! Dengan bahan bakar sinar matahari, tumbuhan hijau menggunakan karbondioksida, air, dan mineral untuk menghasilkan makanan secara langsung atau tidak langsung. Dalam proses ini, mereka mengisi kembali atmosfer, menyingkirkan karbondioksida dan melepaskan oksigen murni.

Banyak orang, khususnya para pebisnis lebih menyukai menginvestasikan dana mereka ke pasar modal atau sejenisnya. Sebenarnya, untuk saat ini mengingat hutan semakin berkurang, investasi terbaik adalah menanam pohon. Entah itu di lahan sendiri atau lahan umum.

Pohon-pohon akan memberikan imbal hasil dalam jangka panjang ke semua orang. Tidak hanya kepada para pebisnis yang menginvestasikan dananya ke hutan juga kepada seluruh orang yang menikmati segarnya duduk di bawah pohon dan menikmati buahnya.

Selamatkan Hutan Lewat Program Ekowisata dan Agroforestri

Program ekowisata salah satu solusi untuk menyelamatkan hutan. Jika diartikan secara singkat, ekowisata artinya wisata alam. Tapi, secara lengkap artinya kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam. Program ini menghasilkan peluang bisnis bagi penduduk setempat sekaligus menunjang konservasi hutan.

Publikasi UNESCO menyebutkan di Rwanda, Afrika, promosi ekowisata yang sukses dianggap telah berhasil menyelamatkan populasi gorila gunung karena hal itu memberi penduduk setempat sumber penghasilan alternatif. Masyarakat setempat akhirnya menghentikan aktivitas perburuan gelap. Di seluruh dunia, ekowisata telah turut berperan dalam kemajuan lingkungan, sosial, dan industri pariwisata tak dapat disangkal telah mendatangkan banyak keuntungan finansial.

Program seperti inilah yang layak dan telah direplikasi oleh para penggiat ekowisata di Indonesia. Misi utama adalah melestarikan lingkungan sekaligus menghasilkan uang dari pariwisata berkelanjutan.

Selain ekowisata, program agroforestri juga perlu diajarkan kepada masyarakat, khususnya mereka yang tinggal dekat hutan. Program agroforestri merupakan suatu sistem memadukan penanaman pohon dan tanaman pangan atau padang rumput dengan cara yang aman secara ekologi.

Di Brazil, program ini berhasil menyelamatkan hutan hujan tropis. Para agronom di sana berharap agar seraya agroforestri semakin memasyarakat, penggundulan hutan pun semakin lambat. Lewat program ini, masyarakat diajak untuk mencintai hutan.

Well, Hutan kita Sultan jadi jargon baru tahun ini memperingati Hari Hutan Indonesia 7 Agustus. Hutan kita Sultan memaksudkan hutan kita sangat kaya. Semoga Indonesia bisa mengembalikan kejayaan si ‘Sultan’ yakni hutan Indonesia ke kejayaannya semula.

#UntukmuBumiku #IndonesiaBikinBangga #TeamUpforImpact #DengarAlamBernyanyi #HutanKitaSultan


Mengenal Jahe Merah KYTa, Geoproduk dari Danau Toba

Jahe Merah KYTa, Geoproduk dari Danau Toba

Menge Mengenal Jh Mengenal Jahe Merah KYTa, Geoproduk daMeri Danau ToMenge

NINNA.ID – Tidak ada ekspresi surprise apalagi curiga di wajah Dame Maria Manurung, saat aku tiba di rumahnya. Sebelumnya, kami memang sudah komunikasi dan saling ingin kenal. Akhirnya, Rabu kemarin, aku langkahkan kaki ke Jalan Dwikora No 29 Sidorame, Medan, ke rumah produksi Jahe Merah KYTa, Geoproduk asli dari Danau Toba.

Kak Dame, begitu aku memanggilnya, menyambutku dengan senyum hangat. Walau berada di rumah produksi, aku tak merasakan aroma jahe di rumah itu. Bisa jadi karena produknya dikemas dengan sangat baik.

“Aku mulai usaha ini setelah anakku Anthony yang down sindrom meninggal. Selama pengobatan Anthony 3 tahun bersama kami, kami banyak memakai obat tradisional. Salah satunya jahe merah yang ternyata sangat banyak manfaatnya,” jelas Dame menceritakan dasar ia memilih jahe merah sebagai produk unggulan.

Awalnya, Dia Berniat Untuk Produksi Skala Kecil Bermodalkan Rp500 Ribu, Dengan Peralatan Seadanya Berupa Blender Dan Lesung. Belakangan, Bisnis Ini Cukup Berkembang Dan Mendapat Tanggapan Positif Dari Banyak Pihak.

Perlahan-lahan ia mulai membeli mesin-mesin dengan mencicilnya. Belakangan ini, ia mendapatkan bantuan dari Institut Teknologi Del berupa berupa mesin pencuci jahe sekaligus pengupas jahe.

Dame mengatakan, untuk bahan pembuatan jahe merah KYTa dibeli dari Kelurahan Pematang Raya. Di Kabupaten Simalungun itu, pasaran jahe merah lumayan terjangkau. Penduduk sekitar di daerah tersebut, kata Dame, malah sering menawarkannya agar memborong jahe mereka.

“Sering para petani mendesak ke saya karena butuh duit. Sementara bahan baku saya masih ada. Kalau ada orderan untuk jahe merah mentah datang entah dari mana, saya pun mau duluankan duit ke petani. Selebihnya saya yang urusi untuk mendistribusikannya ke pihak yang membutuhkan,” Dame sekilas menceritakan kesulitan yang dihadapi para petani saat panen jahe membeludak.

Hubungan yang baik dengan petani itu, terkadang menjadikannya, sesekali sebagai distributor jahe merah mentah. Namun niat utamanya tetap berbisnis bubuk Jahe Merah KYTa, karena usaha yang sudah dirintisnya sejak 5 tahun lalu itu lebih menjanjikan. Apalagi dia beranggapan, usahanya itu berperan penting untuk kesehatan banyak orang.

Wanita yang juga berkecimpung pada dunia pendidikan mengatakan, senang bisa berkontribusi dalam menyerap hasil bumi di Simalungun. Penyerapan hasil bumi tersebut harapannya berdampak terhadap penduduk lokal di Kawasan Danau Toba secara ekonomi.

Saat ini, produksi Jahe Merah KYTa berlokasi di Medan. Namun, mengingat produknya itu berbahan asli dari kawasan Geopark Kaldera Toba (sehingga disebut Geoproduk), dia berkeinginan membangun usaha Jahe Merah KYTa di salah satu kawasan Danau Toba.

Untuk saat ini sejumlah kendala yang ia hadapi antara lain terkait pemasaran. Ia berharap bisa menemukan rekan bisnis yang bisa diajak kerjasama menjadi reseller, distributor dan agen pemasaran guna meningkatkan penjualannya.

Dalam waktu dekat ini, ia berharap lulus BPOM. Dengan demikian, produknya sudah bisa diekspor rutin ke luar negeri. Ia sudah menjalani kurasi produk. Ada pihak yang siap menjadi agen distributornya di luar negeri.

“Tinggal menunggu kabar dari BPOM. Setelahnya, produk KYTa siap dipasarkan ke luar negeri secara rutin,” jelasnya.

Beberapa tahun terakhir, ia sudah pernah mengirim sejumlah produknya ke beberapa tempat. Bahkan ada pria suku Batak yang tinggal di Amerika Serikat memesan produknya. Ia pun senang mendapat testimoni bagus dari pria bermarga Sitorus tersebut.

Selama ini secara pemasaran, produk ini didistribusikan ke rumah tangga, kedai kopi, warung kelontong, grosir, dan diperkenalkan ke instansi pemerintah, kesehatan dan perbankan. Harganya bervariasi sesuai dengan kemasan. Ukuran saset kecil sekali seduh hanya Rp5000. Untuk informasi mengenai produk atau mau order produk ini bisa menghubungi Dame Manurung melalui 0853-7062-6383.

Pencapaian KDT usai Menyandang Geopark

Pencapaian KDT usai Menyandang Geopark


                    Perjuangan panjang agar Kawasan Danau Toba (KDT) memperoleh gelar Geopark begitu luar biasa. Euforia meluap di banyak tempat setelah  Dewan Eksekutif UNESCO dalam sidangnya di Paris Selasa 2 Juli 2020 menetapkan Kawasan Danau Toba sebagai Geopark. Tapi setelah mendapat gelar Geopark dari UNESCO, pada 13 Mei 2021 terjadi banjir bandang di Parapat, persis berdekatan dengan tulisan Geopark di Sibaganding.

                Di saat yang sama sektor wisata lesu akibat dampak pandemi Corona. Selama Febuari 2020 hingga Februari 2022, angka wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara ke Danau Toba, merosot. Ekspektasi bahwa kunjungan wisman mancanegara akan meningkat setelah mendapat pengakuan dari UNECO pun sirna.

                Namun, adanya sejumlah revitalisasi pembangunan di beberapa tempat di KDT cukup membuat masyarakat tersenyum dan positif sekalipun susah payah berjuang menghadapi bisnis pariwisata yang melesu. Apalagi adanya program desa wisata semakin memacu desa-desa berbenah. Mulai dari menggali potensi desa bahkan ada yang sudah memasarkan desa wisatanya. Destinasi wisata berkelas pun bermunculan di sejumlah tempat. Mulai dari penyedia spot wisata, penginapan, kolam renang, bahkan hotel berbintang.  

Koordinator Badan Pengelola Toba Caldera Unesco Global Geopark (BPTCUGG), Bidang Edukasi dan Penelitian, Wilmar Simanjorang mengatakan terdaftarnya KDT sebagai Geopark seharusnya menggerakkan masyarakat untuk semakin mengkonservasi warisan yang ada. Di antaranya warisan geologi, keragaman geologi, keanekaragaman hayati, dan keragaman budaya.

Selain itu, gelar yang diraih dengan penuh perjuangan seharusnya memperkuat tekad pemerintah Indonesia, khususnya pemerintah daerah di 7 kabupaten Geopark Kaldera Toba untuk melindungi KDT. Selain terdaftar sebagai Geopark, KDT yang secara tofografi terdiri dari Pegunungan Bukit Barisan juga terdaftar sebagai Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatra di UNESCO. Dengan demikian, KDT mendapat dua pengakuan sekaligus sebagai warisan dunia di UNESCO. Ini menunjukkan KDT urgen untuk dilindungi.

Sayangnya data menunjukkan perusakan terhadap Warisan Hutan Hujan Tropis ini terus meningkat. Data dari Badan Lingkungan Hidup Sumut 2012 menunjukkan luas hutan di daerah tangkapan air atau DTA Danau Toba sisa 12,6 persen. Dari jenis lahan dan luas tutupannya di DTA Danau Toba dapat diklasifikasi 22 persen atau 57.604,88 hektar sebagai status hutan. Akan tetapi faktanya saat ini hanya sisa 12,6 persen. Hingga kini, sejumlah tempat yang seharusnya hutan telah beralih fungsi. Ada sejumlah areal kehutanan kini dijadikan sebagai lahan milik pribadi, perkebunan, dan alih fungsi lainnya.

Wilmar mengatakan pemerintah daerah yakni 7 bupati di KDT belum menunjukkan mereka benar-benar menyayangi Danau Toba. Enam rekomendasi UNESCO pada 2020 untuk Geopark Kaldera Toba juga tidak jelas siapa yang akan menjalankannya padahal status Kaldera Toba akan dievaluasi pada Mei 2022. Dalam catatan yang ia bagikan, ia menyinggung terkait siapa yang akan menjalankan rekomendasi tersebut, dimana, bagaimana melakukannya serta mengapa harus dilakukan.

                Pegiat lingkungan ini juga menunjukkan teladan dengan terus mensosialisasikan Geopark Kaldera Toba ke sekolah-sekolah di KDT. Ia juga aktif menanam sejumlah lahan gundul beberapa lokasi di Samosir. Baginya, misi Geopark sejatinya perlindungan terhadap KDT bukan semata-mata sebagai ajang bisnis lantas masyarakat berlomba-lomba untuk membuka destinasi wisata, penginapan atau hotel. Terlalu banyak tempat wisata, penginapan atau hotel justru mengurangi bahkan merusak keindahan Danau Toba.

Perlindungan terhadap Biodiversitas dan Geologi

                Sejak semula tujuan UNESCO mendaftarkan beberapa lokasi sebagai geopark agar masyarakat setempat melindungi tempat tersebut. Ini dilatarbelakangi kekhawatiran terhadap keberlangsungan hidup manusia di masa akan datang melihat berbagai masalah muncul seperti perubahan iklim dan ancaman lainnya. Itu sebabnya ada tiga hal yang sangat perlu dikonservasi antara lain keragaman geologi, keanekaragaman hayati, dan keragaman budaya.

Melalui program Geopark, UNESCO berharap target SDGs atau Sustainable Development Goals tercapai. Ada 17 target dalam daftar tersebut yang tujuannya mempromosikan perdamaian dan kemakmuran, memberantas kemiskinan dan melindungi planet ini.

Akan tetapi tidak bisa dipungkiri, UNESCO mengevaluasi kelayakan setiap objek untuk menyandang Geopark. Dalam publikasinya, UNESCO mencatat akibat penebangan hutan di Indonesia ada begitu banyak spesies akan atau telah punah. Angka kepunahan juga sangat cepat terjadi di Kawasan Danau Toba.  Ada sejumlah fauna yang terancam punah akibat perusakan hutan. IUCN mendaftarkan sejumlah fauna di antaranya Rasbora tobana dan Neolissochilus thienemanni. Keduanya merupakan ikan asli Danau Toba yang tergolong langka. Fauna tersebut biasa ditemukan di sungai-sungai yang bermuara di Danau Toba.

Spesies ikan asli lainnya adalah Aplocheilus panchax, Nemacheilus pfeifferae, Homaloptera gymnogaster, Channa gachua, Channa striata, Clarias batrachus, Barbonymus gonionotus, Barbonymus schwanenfeldii, Danio albolineatus, Osteochilus vittatus, Puntius binotatus, Rasbora jacobsoni, Tor tambra, Betta imbellis, dan Betta taeniata.

Masalah ancaman kepunahan keanekaragaman hayati juga masuk dalam poin kelima dan keenam rekomendasi UNESCO yang menyinggung mitigasi bencana, perubahan iklim dan perlunya Badan Pengelola Geopark terlibat dalam penelitian dan konservasi. Sebab, keanekaragaman hayati di KDT perlu untuk dipertahankan dan dilestarikan. Keanekaragaman hayati sangat penting karena ini menjamin keberlangsungan kehidupan umat manusia di bumi.

 

Pemberdayaan Masyarakat Lokal Lewat Desa Wisata

Program Desa Wisata yang dilaksanakan melalui Pemerintahan Jokowi muncul di saat yang tepat. Program ini turut mendukung pencapaian Geopark Kaldera Toba untuk poin pertama rekomendasi UNESCO yakni pemberdayaan masyarakat. Terdapat sekitar 15 Desa Wisata di Kawasan Danau Toba. Ada sejumlah instansi yang terlibat untuk mendukung terciptanya Desa Wisata. Mulai dari Kemenparekraf, Dinas Pariwisata, Kepala Desa, Pokdarwis, Bumdes, Pendamping Desa, dan tentu masyarakat lokal sebagai pelaku Desa Wisata.

Saat ini terdapat sejumlah desa di 7 Kabupaten Geopark Kaldera Toba yang sudah menjalankan bisnis pariwisata. Desa wisata ini menyediakan jasa dan produk-produk lokal. Ada yang bsudah membuat label produknya sebagai geoproduct. Geoproduct memaksudkan produk dari Geopark.

Kordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat BP TCUGG, Ombang Siboro, berupaya menggerakkan masyarakat lokal terlibat dalam usaha pariwisata. Gerakan AKAMSI (anak kampung sini) jadi idealisme masyarakat lokal harus menjadi tuan rumah di kampung sendiri. Maksudnya, masyarakat setempat diberdayakan untuk terlibat langsung sebagai pelaku jasa wisata serta penyedia produk-produk lokal. Gerakan promosi Geopark Kaldera Toba juga gencar ia lakukan melalui portal medianya NINNA.ID.

Ray Retrio Sitio menjalankan perannya sebagai BP Geopark Pengelola Geosite Haranggaol dengan menggerakan masyarakat terlibat sebagai pengelola destinasi wisata di Haranggaol. Bersama masyarakat setempat, ia membuka jalur-jalur menuju air terjun Binanga Bolon, Gua, serta mempromosikannya. Ia juga telah membentuk Tim AKAMSI yang siap untuk memandu perjalanan wisatawan di Haranggaol.

Demikian pula yang dilakukan oleh Gomgom Lumbantoruan sebagai BP Geopark Pengelola Geosite Tipang. Ia sendiri terlibat membentuk dan mempromosikan Desa Wisata Tipang. Saat ini, desa ini sudah menyediakan jasa dan produk wisata yang dapat dinikmati wisatawan.

Di Desa Huta Tinggi juga ada Tetti Naibaho sebagai Pengelola Geosite Huta Tinggi. Tahun lalu, desa ini menjadi salah satu Geosite yang sudah Geowisata. Bersama penduduk setempat, mereka menjadikan Rumah Batak sebagai home stay. Desa ini telah memasarkan jasa dan produknya sejak tahun lalu.

Tahun lalu, 20 November 2021 BP menggelar festival Kaldera Toba UNESCO Geopark di Open Stage, Parapat, Simalungun. Acara ini menandai tahun pertama KDT masuk daftar Geopark UNESCO. Acara tersebut diharapkan dapat menjadi ajang untuk memperkenalkan Geopark Kaldera Toba.

Sayangnya, titik berat pada rangkaian acara festival dan acara BP Geopark Kaldera Toba lainnya lebih terfokus pada budaya. Konservasi lingkungan belum menjadi hal utama yang diusung dalam pertemuan atau acara Geopark Kaldera Toba selama ini. Padahal di poin kelima dan keenam rekomendasi UNESCO ditekankan soal isu memfasilitas mitigasi bahaya alam dan memperkuat keterlibatan UGGp dalam studi penelitian dan konservasi.

Konservasi di Geopark Tetangga

                UNESCO mencatat Tiongkok memiliki taman bumi global terbanyak, yakni 37 lokasi. Pada 2016, ke-37 taman bumi global Tiongkok telah menarik minat 21 juta turis asing. Spanyol yang memiliki 12 taman bumi global sanggup mendatangkan 19juta pengunjung per tahun. Jepang dengan sembilan geopark telah mendatangkan 6,5 juta wisatawan per tahun. Pada 2017, jaringan geopark global telah menjadi mitra penting dari Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO).

Setelah ke-37 objek mendapat pengakuan sebagai Geopark, Tiongkok berupaya menghutankan lahan tandus di sejumlah tempat. Salah satunya Sainhanba-lahan tandus di sebelah utara Provinsi Hebei. Lahan yang tadinya terlantar dan tandus kini memiliki cakupan hutan seluas 80 persen. Dapat melestarikan serta memurnikan 137 meter kubik air setiap tahun. Penghijauan menjadi bagian penting bagi Negeri Tirai Bambu ini dalam memperbaiki lingkungan dan mengatasi perubahan iklim.

Pemerintah China sendiri telah berjanji untuk meningkatkan cakupan hutan dari total 21,7 persen menjadi 23 persen selama periode 2016 hingga 2020. Presiden Xi Jinping menekankan pentingnya pembangunan ekonomi hijau dan langkah untuk melanjutkan pencapaian di sektor lingkungan hidup. Xi juga menekankan pentingnya revitalisasi pedesaan sebagai salah satu kunci pembangunan ekonomi modern.


Terbit di https://www.ninna.id/pencapaian-kdt-usai-menyandang-geopark/

Apa yang Terjadi setelah Geopark Kaldera Toba?

Pencapaian KDT usai Menyandang Geopark

         

Perjuangan panjang agar Kawasan Danau Toba (KDT) memperoleh gelar Geopark begitu luar biasa. Euforia meluap di banyak tempat setelah  Dewan Eksekutif UNESCO dalam sidangnya di Paris Selasa 2 Juli 2020 menetapkan Kawasan Danau Toba sebagai Geopark. Tapi setelah mendapat gelar Geopark dari UNESCO, pada 13 Mei 2021 terjadi banjir bandang di Parapat, persis berdekatan dengan tulisan Geopark di Sibaganding.

Di saat yang sama sektor wisata lesu akibat dampak pandemi Corona. Selama Febuari 2020 hingga Februari 2022, angka wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara ke Danau Toba, merosot. Ekspektasi bahwa kunjungan wisman mancanegara akan meningkat setelah mendapat pengakuan dari UNECO pun sirna.


Berikut hasil reportase Kelompok 9 Youth Digital Campaigner Econusa

Stop Penebangan Hutan di Kawasan Danau Toba! 

Kelompok 9 diantaranya:

@putrimeltaa

@dea.aswani_ 

@noer_qholip99

@damayantisimanjorang

@miss_hannysigo90

@ekowisatahgp

@ruangkontribusi.id


#GeoparkKalderaToba    JagaGeopark #MasihkahGelarGeopark     

#DanauToba        #StopPenebanganHutan

#StopDeforestasi   #Sitahoan    #GirsangSipanganbolon   #Parapat  

#GeoparkKokBegini?     #KTHHarangan #Youthdigitalcampaigner   #Econusa

#Beradatjagahutan      #defendingparadise

#KawasanDanauToba   #ClimateChange

#G20ClimateChange     #UnescoGeopark

#PegununganBukitBarisan  #WorldHeritage

#WarisanHutanHujanTropis  #JagaWarisan


Samosir Pilihan Terbaik bagi Kamu Berpetualang Jelajahi Eksotisme Danau Toba

Danau Toba sangat luas. Terdiri dari 8 kabupaten. Jika kamu hanya punya libur dua hari rasanya tak cukup untuk eksplorasi banyak hal di Dana...