Jahe Merah KYTa, Geoproduk dari Danau Toba
NINNA.ID – Tidak ada ekspresi surprise apalagi curiga di wajah Dame Maria Manurung, saat aku tiba di rumahnya. Sebelumnya, kami memang sudah komunikasi dan saling ingin kenal. Akhirnya, Rabu kemarin, aku langkahkan kaki ke Jalan Dwikora No 29 Sidorame, Medan, ke rumah produksi Jahe Merah KYTa, Geoproduk asli dari Danau Toba.
Kak Dame, begitu aku memanggilnya, menyambutku dengan senyum hangat. Walau berada di rumah produksi, aku tak merasakan aroma jahe di rumah itu. Bisa jadi karena produknya dikemas dengan sangat baik.
“Aku mulai usaha ini setelah anakku Anthony yang down sindrom meninggal. Selama pengobatan Anthony 3 tahun bersama kami, kami banyak memakai obat tradisional. Salah satunya jahe merah yang ternyata sangat banyak manfaatnya,” jelas Dame menceritakan dasar ia memilih jahe merah sebagai produk unggulan.
Awalnya, Dia Berniat Untuk Produksi Skala Kecil Bermodalkan Rp500 Ribu, Dengan Peralatan Seadanya Berupa Blender Dan Lesung. Belakangan, Bisnis Ini Cukup Berkembang Dan Mendapat Tanggapan Positif Dari Banyak Pihak.
Perlahan-lahan ia mulai membeli mesin-mesin dengan mencicilnya. Belakangan ini, ia mendapatkan bantuan dari Institut Teknologi Del berupa berupa mesin pencuci jahe sekaligus pengupas jahe.
Dame mengatakan, untuk bahan pembuatan jahe merah KYTa dibeli dari Kelurahan Pematang Raya. Di Kabupaten Simalungun itu, pasaran jahe merah lumayan terjangkau. Penduduk sekitar di daerah tersebut, kata Dame, malah sering menawarkannya agar memborong jahe mereka.
“Sering para petani mendesak ke saya karena butuh duit. Sementara bahan baku saya masih ada. Kalau ada orderan untuk jahe merah mentah datang entah dari mana, saya pun mau duluankan duit ke petani. Selebihnya saya yang urusi untuk mendistribusikannya ke pihak yang membutuhkan,” Dame sekilas menceritakan kesulitan yang dihadapi para petani saat panen jahe membeludak.
Hubungan yang baik dengan petani itu, terkadang menjadikannya, sesekali sebagai distributor jahe merah mentah. Namun niat utamanya tetap berbisnis bubuk Jahe Merah KYTa, karena usaha yang sudah dirintisnya sejak 5 tahun lalu itu lebih menjanjikan. Apalagi dia beranggapan, usahanya itu berperan penting untuk kesehatan banyak orang.
Wanita yang juga berkecimpung pada dunia pendidikan mengatakan, senang bisa berkontribusi dalam menyerap hasil bumi di Simalungun. Penyerapan hasil bumi tersebut harapannya berdampak terhadap penduduk lokal di Kawasan Danau Toba secara ekonomi.
Saat ini, produksi Jahe Merah KYTa berlokasi di Medan. Namun, mengingat produknya itu berbahan asli dari kawasan Geopark Kaldera Toba (sehingga disebut Geoproduk), dia berkeinginan membangun usaha Jahe Merah KYTa di salah satu kawasan Danau Toba.
Untuk saat ini sejumlah kendala yang ia hadapi antara lain terkait pemasaran. Ia berharap bisa menemukan rekan bisnis yang bisa diajak kerjasama menjadi reseller, distributor dan agen pemasaran guna meningkatkan penjualannya.
Dalam waktu dekat ini, ia berharap lulus BPOM. Dengan demikian, produknya sudah bisa diekspor rutin ke luar negeri. Ia sudah menjalani kurasi produk. Ada pihak yang siap menjadi agen distributornya di luar negeri.
“Tinggal menunggu kabar dari BPOM. Setelahnya, produk KYTa siap dipasarkan ke luar negeri secara rutin,” jelasnya.
Beberapa tahun terakhir, ia sudah pernah mengirim sejumlah produknya ke beberapa tempat. Bahkan ada pria suku Batak yang tinggal di Amerika Serikat memesan produknya. Ia pun senang mendapat testimoni bagus dari pria bermarga Sitorus tersebut.
Selama ini secara pemasaran, produk ini didistribusikan ke rumah tangga, kedai kopi, warung kelontong, grosir, dan diperkenalkan ke instansi pemerintah, kesehatan dan perbankan. Harganya bervariasi sesuai dengan kemasan. Ukuran saset kecil sekali seduh hanya Rp5000. Untuk informasi mengenai produk atau mau order produk ini bisa menghubungi Dame Manurung melalui 0853-7062-6383.