Presiden
Jokowi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim menghimbau dunia dalam
menangangi krisis iklim. Dalam KTT yang dilaksanakan secara daring pada 2021 tersebut Indonesia menunjukkan keseriusan dalam menangangi perubahan iklim. Tapi, apakah Indonesia benar-benar serius dalam menangani perubahan iklim?
Meski
Presiden Indonesia mengatakan laju deforestasi di Indonesia berada pada titik
terendah dalam 20 tahun terakhir, suhu global terutama Indonesia masih terus
meningkat. Deforestasi masih menjadi pemicu utama penyebab kenaikan suhu. Salah
satu angka deforestasi terbesar terjadi di Indonesia bagian Timur, khususnya
Papua.
Hutan-Hutan Babak Belur
Dilansir dari wanaswara.com,
selama periode 2001-2019, 57.000 hektar hutan di Papua telah dibuka dan dijadikan sebagai lahan perkebunan sawit. Pembakaran hutan yang disinyalir terjadi akibat
ulah perusahaan-perusahan besar yang bermukim di Papua. Lain lagi wacana lahan
pangan terintegrasi (food estate) sejak September 2020. Tentu hutan-hutan akan
semakin babak belur. Jadi pertanyaannya, seriuskah
pemerintah dalam menangani krisis iklim atau itu hanya di bibir saja?
|
Sekecil apapun deforestasi di Papua, itu akan berdampak terhadap Indonesia dan global. Foto @Econusa |
Tahun
ke tahun suhu di Indonesia meningkat. Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika menyatakan tahun 2016 merupakan tahun terpanas dengan nilai anomali
sebesar 0,8 °C sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020. Tahun 2021
sendiri menempati urutan ke-8 tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,4
°C. Tahun 2020 dan 2019 berada di peringkat kedua dan ketiga dengan nilai
anomali sebesar 0,7 °C dan 0.6 °C.
Sebagai
perbandingan, informasi suhu rata-rata global yang dirilis World Meteorological
Organization (WMO) di laporan terakhirnya pada awal Desember 2020 juga
menempatkan tahun 2016 sebagai tahun terpanas (peringkat pertama). Fakta
kenaikan suhu tiap tahun ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi semua
orang. Sebab, semua orang terkena dampak perubahan iklim.
Dampak Deforestasi
Bumi dan kehidupan di atasnya, sangat kompleks, terjalin
dengan rumit. Jutaan makhluk hidup yang saling berhubungan disebut sebagai jaring
kehidupan. Putuskan seutas benang pada jaring itu maka jaring itu akan terurai.
Begitulah illustrasi untuk menggambarkan dampak deforestasi. Hutan dirambah
habis-habisan, bencana muncul, temperatur meningkat, bumi rasanya ‘dipanggang’
dan sejumlah penyakit muncul.
|
Dampak Deforestasi terhadap suhu bumi |
Selama 2021- 2022, terjadi bencana
di berbagai tempat di Indonesia. Gempa bumi dan banjir di beberapa tempat. Di
beberapa daerah, cuaca tersebut mengubah sungai menjadi kubangan, sedangkan di
daerah lain, hal itu menyebabkan hujan dan banjir yang meninggalkan genangan
air.
Dalam
kedua kasus itu, genangan air berfungsi sebagai tempat yang sempurna bagi
nyamuk untuk berkembang biak. Cuaca yang lebih panas juga mempersingkat siklus
perkembangbiakan nyamuk, mempercepat tingkat reproduksi mereka, dan
memperpanjang musim nyamuk. Nyamuk lebih aktif dalam cuaca yang lebih hangat.
Temperatur yang lebih panas bahkan merembes ke dalam perut nyamuk dan
mengintensifkan tingkat reproduksi mikroba penyebab penyakit. Selain itu, akibat
cuaca tidak menentu, muncul berbagai penyakit yang umum dijumpai seperti batuk,
flu, demam, dan sebagainya.
Sekecil apapun deforestasi di Papua, itu akan berdampak
terhadap Indonesia dan global. Apalagi mengingat bentang hutan dan laut di
Indonesia Timur berperan penting dalam menjaga iklim. Hutan dan ekosistem
lautnya yang sangat melimpah mampu menghasilkan oksigen yang kita hirup dan
menyimpan polusi karbon yang kita hasilkan. Namun, keberadaan hutan dan laut di
Indonesia Timur tak bebas dari ancaman kata EcoNusa Foundation
Bila terus dibiarkan, kekhawatiran akan terjadi di
seluruh bagian Indonesia, karena Hutan Papua dan Maluku merupakan benteng
terakhir di Indonesia. Berbeda dengan di Sumatera,
Kalimantan, dan Jawa yang hutannya sudah rusak. Kerusakan tersebut secara tidak
langsung berkontribusi terhadap krisis iklim yang dampaknya sudah bisa dirasakan,
seperti cuaca yang tidak menentu, banjir besar yang terjadi di Kalimantan dan
Sumatera, serta badai tropis yang semakin dekat menuju khatulistiwa.
Bayangkan
apabila hutan di Timur Indonesia juga rusak? Mungkin saja badai tropis bisa semakin
mendekat ke arah khatulistiwa dan menjadi bencana rutin setiap tahunnya di
tempat tinggal kita. Maka dari itu, menjaga lingkungan yang ada di daerah
Indonesia Timur, khususnya Tanah Papua dan Kepulauan Maluku sama saja dengan
menjaga keberlangsungan hidup kita di masa mendatang.
Upaya Nyata
Sudah
paling pasti solusi guna menangani krisis iklim adalah menghentikan penggundulan
hutan. Melibatkan masyarakat, khususnya masyarakat setempat untuk menghentikan
bahkan melarang upaya oknum tertentu dalam menebang hutan. Memiliki gaya hidup yang
ramah lingkungan. Salah satu contohnya, tidak membiarkan listrik hidup terus
padahal tidak dipakai. Selain itu, penghijauan perlu untuk terus digalakkan
dimanapun tidak hanya terbatas di Indonesia Timur, tapi di seluruh dunia.
Menanam
kembali tanah yang sudah kosong atau tandus merupakan solusi terbaik dan paling
pasti. Sebab, kelanjutan hidup manusia dari generasi ke generasi bergantung
pada makanan, pakaian, dan pernaungan. Itu semua berasal dari hutan-hutan yang
menghasilkan berbagai produk. Maka tidak berlebihan bila pohon-pohon
digambarkan sebagai pabrik ramah lingkungan dan tidak menghasilkan limbah.
Sebuah
pabrik dikatakan sempurna jika itu tidak mencemari lingkungan, tidak mahal, dan
menghasilkan kebutuhan vital seluruh umat manusia. Dengan bahan bakar sinar
matahari, tumbuhan hijau menggunakan karbondioksida, air, dan mineral untuk
menghasilkan makanan, secara langsung atau tidak langsung, bagi hampir semua kehidupan
di bumi. Dalam proses ini, mereka mengisi kembali atmosfer, menyingkirkan
karbondioksida dan melepaskan oksigen murni.
Banyak
pebisnis lebih menyukai menginvestasikan dana mereka ke bisnis perkebunan sawit,
ekaliptus dan sejenisnya. Sebenarnya, untuk saat ini mengingat hutan semakin
berkurang, investasi terbaik adalah menanam berbagai jenis pohon berbuah. Entah
itu di lahan sendiri atau lahan umum. Karena pohon berbuah akan memberikan
imbal hasil dalam jangka panjang ke semua orang. Tidak hanya kepada para
pebisnis. Juga kepada seluruh orang yang menikmati segarnya duduk di bawah
pohon dan menikmati buahnya.
Ada banyak hal yang dapat dikembangkan dari hutan. Di
hutan, kita dapat membudidayakan tanaman pangan. Hutan juga dapat dijadikan
lokasi wisata bagi mereka yang mencintai alam. Bisa juga dijadikan sebagai
lokasi budidaya ikan seperti lele dan gabus. Namun, dibutuhkan orang yang
benar-benar sabar, hobi terhadap tanaman dan hewan, dan mencintai alam, untuk
menjadikannya sumber penghasilan. Untuk itu, saya senang melihat upaya Econusa memberdayakan
masyarakat Indonesia Timur dalam memanfaatkan hutan, khususnya pemanfaatannya
sebagai Ekowisata dan Agroforestri.