Tampilkan postingan dengan label Kualanamu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kualanamu. Tampilkan semua postingan

Merindukan Berwisata Murah di Danau Toba

Merindukan Berwisata Murah di Danau Toba

                14 April 2019 aku terbang melalui Bandara Silangit menuju Kuala Lumpur. Saat itu aku senang sekali mendapat tiket murah dari AirAsia. Seingatku tiket pergi sekitar 150ribu. Tiket pulang sekitar 250ribu. Biaya bagasi untuk 20kg saat itu sekitar 100ribu. Aku bersama seorang kawan berangkat dari Parapat. Total biaya penerbangan pulang pergi ditambah pajak hanya Rp1,17juta.

                Sebelumnya aku hampir tidak percaya dengan harga tiket semurah itu. Aku membandingkan dengan harga taksi Parapat-Medan saja saat itu 100ribu. Namun, belakangan aku yakin karena semua terkomputerisasi dengan rapi. Dari Parapat menuju Bandara Silangit kami menggunakan Bus Damri yang berangkat jam 6 pagi. Ongkos kami saat itu 65ribu per orang. Tahun itu masih tahun awal Bus Damri beroperasi di Ajibata melayani rute ke Silangit.

                Bisa jadi karena belum banyak yang promosikan Bus Damri ini, hanya ada 3 penumpang saat kami berangkat. Aku, kawanku dan seorang bapak yang punya tujuan yang sama-ke Silangit.  Sekalipun hanya 3 saja penumpang, Bus Damri konsisten untuk mengikuti jadwal sehingga kami tiba sesuai prediksi kami. Tiba di Silangit, kami merasakan suasana Bandara yang berbeda. Berbeda karena posisi Silangit dikelilingi pepohonan. Saat itu rasanya sejuk sekali.

                Paling tidak terlupakan saat kami mendengar pengumuman disampaikan dalam Bahasa Batak Toba. Itu buatku merasa Bahasa Batak go internasional. Sekalipun berukuran kecil, Silangit sudah maksimal dalam pelayanan. Saat kami berada di ruang tunggu, kami melihat sejumlah wisatawan mancanegara. Aku memberanikan diri untuk menyapa mereka yang duduk di sampingku.

Seorang wanita muda warga Malaysia bercerita dia sudah ke Samosir menginap di TukTuk. Ada sebuah keluarga dari Malaysia juga habiskan 3 hari libur di TukTuk. Mereka sangat senang dan berharap bisa kembali lagi ke TukTuk. Aku tersenyum ikut senang mereka menyukai Samosir, kampung halaman orang tuaku.

Suasana di Bandara Silangit saat itu tenang. Tidak terkesan seperti Bandara yang selama ini ku kenal begitu sibuk. Perasaan tenang dan sejuk yang kurasakan seketika berubah. Begitu tiba di Kuala Lumpur Internasional Airport (KLIA), kulitku terasa kena bakar karena suhu begitu panas. Berbeda sekali dengan suasana di Silangit, bandara ini sangat sibuk dan ramai.

Terbesit di hatiku, pantas saja wisman tadi mau balik lagi ke TukTuk, itu pasti karena suasana di TukTuk begitu nyaman dan tenang buat mereka. Selama di Malaysia berkelana aku malah merindukan suasana di Kawasan Danau Toba. Pernah diajak seorang kawan ke Bukit Broga mendaki bukit dan menyusuri hutan.

Kawanku bilang itu lokasi favorit buat wisatawan mancanegara karena tidak jauh dari KLIA. Aku tertawa dalam hatiku karena kesana sama saja seperti aku sedang pergi ke ladang. Di areal parkir Bukit tersebut justru kebun sawit, bukan hutan seperti yang ada dalam benakku. Saat itu terbesit di hatiku,”Wah, Indonesia, khususnya warga Sumut pantas bersyukur punya potensi alam berlimpah,”.

Lebih Mahal

                Setelah menghabiskan waktu di Malaysia, aku balik tanggal 19 April 2019. Saat itu aku selalu saja duduk dekat dengan seorang wanita keturunan Chinese warga Malaysia. Mulai dari ruang tunggu di KLIA hingga di Silangit. Dia duduk persis di sebelahku saat di pesawat. Dia mengatakan akan ke TukTuk berjumpa dengan pacarnya warga Kanada yang sudah lebih dulu tiba di TukTuk.

                Usai mengambil bagasi, kami keluar. Tiba-tiba sejumlah supir berdesak-desakan menawarkan kami untuk naik taksi. Namun perhatianku tertuju ke Bus Damri. Aku bertanya ke sejumlah petugas di Silangit, mereka mengatakan Bus Damri siang itu tidak jalan. Wanita tadi memerhatikan pergerakanku. Dia kelihatan bingung dan memintaku untuk membantunya menuju TukTuk. Supir taksi saat itu menyebut ongkos dari Silangit ke Tiga Raja Rp200ribu. Aku kaget sekali. Wanita Tionghoa dan sepasang suami istri dari Malaysia pun ikut kaget. Kami sama-sama membandingkan tiket pesawat kami dengan ongkos taksi seharga 200ribu.

                Sebenarnya aku ingin beranjak dan mencari transportasi lain yang lebih murah. Tapi, karena kasihan dengan wanita Tionghoa tadi. Berat rasanya ku tinggalkan dia seorang diri, terpaksa aku keluarkan duit 200ribu untuk ongkosku ke Parapat. Ada lima orang kami ikut supir di taksi. Selama perjalanan sepasang suami istri yang ku jumpa di Silangit ini banyak bertanya ke aku tentang Samosir. Salah satu yang ku ingat, mereka mencari makanan halal. Aku rekomendasikan sejumlah rumah makan dan beberapa spot wisata. Kami pun bertukar nomor Whatsapp.

Aku berpesan jika dia butuh bantuan informasi atau menghadapi kendala, jangan segan untuk menghubungi aku. Perjalananku saat itu ditutup dengan kesimpulan, lebih mahal jalan di dalam negeri daripada keluar negeri. Lebih mahal naik taksi dalam provinsi daripada naik pesawat ke luar negeri. Semoga para pelaku jasa transportasi, khususnya yang ada di Silangit dapat mempertimbangkan hal ini. Aku pun berharap tahun ini maskapai asing akan beroperasi lagi ke Bandara Silangit dan Bandara Kualanamu. Dengan demikian, pariwisata di Kawasan Danau Toba dapat bersemangat kembali.

               


              Keterangan: Screenshot tagihan tiket Pulang-Pergi Silangit-KLIA AirAsia

Ongkos Silangit-Parapat.




Sepuluh Asal Wisman Terbesar Danau Toba

 Sepuluh Asal Wisman Terbesar Danau Toba

Pantai Bebas Parapat, Danau Toba


             Wisman dari negara Eropa terutama berkebangsaan Belanda, Jerman, Inggris dan Prancis.Secara keseluruhan 10 negara utama wisman terbesar yang datang ke Sumut di antaranya Malaysia, Singapura, RRC atau Tiongkok, Belanda, Jerman, Australia,  Thailand, Inggris, Amerika Serikat dan Taiwan. Demikian disebutkan dalam publikasi Statistik Kunjungan Wisatawan Mancanegara Sumut oleh BPS Sumut.

Dari total kunjungan wisman pada 2015, 64,25 persen berasal dari negara ASEAN yakni 147.311 orang. 129.203 orang diantaranya berkebangsaan Malaysia dan 12.516 dari Singapura. Wisman dari Eropa 8,93 persen berjumlah 20.484 orang. Bisa disimpulkan dua pangsa pasar Sumut yakni Malaysia dan Singapura.

Menurut pintu masuk, 86,67 persen wisman masuk melalui Bandara Kualanamu 9,12 persen melalui Pelabuhan Belawan, dan 4,60 persen dari Pelabuhan Laut Tanjung Balai. Secara pola kunjungan, pada 2015 puncak kedatangan wisman terjadi pada Desember mencapai 22.025 orang atau 9,61 persen dari seluruh wisman yang datang. Kemudian diikuti Februari, Januari, Mei, dan Maret masing 9,52 persen, 8,77 persen, 8,70 persen dan 8,60 persen. Sedangkan terendah pada Oktober 7,17 persen.

Pada 2019 sejak Bandara Silangit buka pintu untuk penerbangan ke luar negeri, jumlah wisman Sumut meningkat. Data BPS menunjukkan jumlah wisman selama Januari- Juli 2019 yang masuk melalui Silangit mencapai 4.838 orang atau 3,34 persen dari total wisman ke Sumut. Silangit mencatat pintu masuk terbesar kedua setelah Kualanamu.

General Manager Hotel Parapat View, Budi Eka, menyatakan dari banyak tamu asing ke Parapat View, Malaysia mendominasi. Tahun ini katanya jika keadaan membaik, ada rencana tamu dari Malaysia akan berkunjung ke Parapat View pada Juli ini.

Senada dengan pernyataan tersebut, Owner Widy Holidays, H Amsyal, mengatakan wisatawan Malaysia merupakan pangsa pasar pariwisata Danau Toba karena jaraknya dekat. Ia berharap pemerintah Indonesia segera membuka kembali pintu Kualanamu dan Silangit mengingat keadaan terkait Covid-19 sudah lebih baik.

“Pemerintah kan bisa lihat data di Imigrasi berapa banyak orang sudah keluar masuk Indonesia. Orang asing juga sudah berdatangan ke Danau Toba. Itu artinya, sudah saatnya pemerintah buka pintu penerbangan Kualanamu,”katanya.

            Selama 2020 hingga Februari 2022, angka wisatawan mancanegara ke Sumut merosot akibat dampak Pandemi Covid-19. Sejak maraknya isu Covid-19 Februari 2020 hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat, sektor pariwisata lesu akibat tamu sepi atau bahkan tidak ada sama sekali.

            Publikasi BPS Sumut dalam Angka menyebutkan wisman yang datang ke Sumut 2021, sebanyak 230 orang, turun 99,48 persen dibandingkan tahun lalu. Rinciannya melalui Kualanamu turun 99,47 persen dengan jumlah wisman hanya 218 orang, wisman melalui Pelabuhan Laut Belawan turun 47,83 persen dengan jumlah wisman hanya 12 orang. Selama Januari hingga Maret, jumlah tamu dari wisatawan mancanegara ke Sumut nihil.

Pintu Kualanamu Akan Buka



Melalui siaran pers imigrasi disebutkan pintu penerbangan Kualanamu akan dibuka kembali. Ada 19 pintu Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) di seluruh Indonesia yang membuka pintu untuk akses orang asing. Ada 43 negara yang diperbolehkan untuk masuk ke Indonesia. Lima diantara negara tersebut merupakan pangsa pasar pariwisata Danau Toba yakni Malaysia, Singapura, RRC atau Tiongkok, Belanda, Jerman.

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI memperluas cakupan kebijakan pemberian Bebas Visa Kunjungan serta Visa Kunjungan Saat Kedatangan/VoA khusus wisata (BVKKW/VKSKKW). Dengan kebijakan baru ini, maka orang asing dari sembilan negara ASEAN bisa masuk dengan bebas visa kunjungan, sementara VKSK khusus wisata diberikan kepada orang asing dari 43 negara.

Untuk memperoleh BVKKW atau VKSKKW, orang asing harus menunjukkan paspor kebangsaan yang sah dan masih berlaku paling singkat 6 (enam) bula, tiket kembali atau tiket terusan untuk melanjutkan perjalanan ke negara lain, Bukti pembayaran visa on arrival (untuk VKSKW), dan bukti kepemilikan asuransi sesuai dengan ketetapan Ketua Satuan Tugas Covid-19.

Kualanamu Berpotensi Jadi Bandara Aerotropolis






Sumber : Angkasa Pura II+Internet

http://harian.analisadaily.com/ekonomi/news/kualanamu-berpotensi-jadi-bandara-aerotropolis/50773/2014/07/26 

Medan, (Analisa). Bandar Udara Internasional Kualanamu (KNIA) di­pas­tikan dapat menjadi bandara berkonsep aero­tropolis pertama di Indonesia. Bandara terbesar kedua setelah Soekarno Hatta ini memiliki beragam faktor yang men­dukungnya menjadi bandara internasional yang dapat memajukan ekonomi Indonesia, khususnya Pulau Su­matera.

Sejak beroperasi pada 25 Juli 2013, KNIA mengundang beragam pujian dan kritikan yang membangun. Dalam tahap I pembangunan, bandara ini telah dapat menampung 8,1 juta penumpang dan 10.000 pergerakan pesawat per tahun. Apabila tahap kedua rampung, bandara ini akan mencapai 25 juta pe­numpang per tahun.

Fasilitas dan infrastruktur penunjang seperti pembangunan jalur kereta api, jalan raya yang lebar yang memung­kinkan bus dan mobil melintas, men­dorong kemajuan bandara ini. Fre­kuensi perjalanan pun terus meningkat. Jika di awal pengoperasian hanya 13 kali per arah, pada Mei 2014, frekuensi perjalanan meningkat menjadi 20 kali per arah.

Apalagi menjelang implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, berbagai upaya dilakukan PT. Ang­kasa Pura II demi meningkatkan kemajuan bandara tersebut. Tengku Said Ridwan General Manager PT. Angkasa Pura II, mengatakan, KNIA akan menjadi bandara pusat dan ger­bang Indonesia bagian barat dan pusat logistik yang mencapai 4 juta metrik ton per tahun pada 2050.
Keberadaan KNIA yang akan terko­neksi langsung dengan Pelabuhan Tan­jung Kuala-pelabuhan internasional, dan kawasan ekonomi khusus Sei Mangkei, mendukungnya sebagai pusat internasional. Bandara ini akan mem­berikan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat yang tinggal hingga 60 mil dari pusat bandara.

Guna mewujudkan KNIA menjadi bandara aerotropolis, PT. Angkasa Pura (AP) II tengah menyiapkan infrastruk­tur fasilitas komersial berupa hotel berkelas bintang lima, empat, dan tiga, plaza dan pusat pertunjukan, pusat pelatihan bandara, taman bisnis berupa perkantoran dan toko, gudang kargo dan logistik, pom bensin dan ruang pe­ristirahatan, taman golf, dan taman rekreasi.
Ia mengemukakan, posisi KNIA sangat mendukung sistem logistik na­sional dan masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI), sebagaimana yang diharapkan pemerintah. Kualanamu akan menjadi pusat dan gerbang Inter­na­sional di Indonesia dengan area la­yanannya meliputi Asia, ASEAN, dan APEC. Di dalam negeri, bandara itu ber­­peran menjadi area servis koridor ekonomi I Sumatera, koridor ekonomi II Jawa, dan koridor ekonomi III Ka­limantan.

Tantangan
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Sumatera Utara Bidang Logistik yang juga merupakan Ketua Gabungan Pe­rusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Su­mut menyatakan, tantangan yang diha­dapi KNIA untuk menjadi bandara ber­konsep aerotropolis di antaranya ta­tanan aturan serta tata kelola dan estetika yang mengacu kepada kla­sifikasi internasional.

Dibutuhkan kerja sama yang solid antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), swasta, serta usaha kecil me­nengah (UKM) dengan standar opera­sional yang jelas dan terukur. Untuk menyaingi bandara dalam negeri dan luar negeri, KNIA harus mampu me­ngoptimalisasi pencapaian kepuasan pelanggan. Bandara harus mempunyai pelayanan dengan sistem C.I.Q.S (custom, immigration, quarantine, security).

Wakil Ketua Umum Kadin Sumut Tomi Wistan menyoroti sejumlah ham­batan yang harus segera dibenahi AP II seperti penyediaan listrik yang me­madai, bahkan jika perlu tidak bergan­tung kepada perusahaan listrik negara. Pengembangan infrastruktur teknologi seperti wifi, dan sarana teknologi lain­nya yang memungkinkan bagi para penumpang dapat menikmati suasana bandara yang modern.

Rekomendasi
Akses jalan lingkar dalam dan luar menuju bandara, standar kenyamanan mulai dari masuk sampai terbang serta fasilitas pendukung yang rapi, bersih, dan aroma yang nyaman, perlu diting­katkan. AP II urgen menetapkan regu­lasi yang definitif terlebih komit­men­nya terhadap pelaksanaan serta kepas­tian hukum pelaku usaha dalam menja­lankan usaha, rencana yang terprogram, serta sumber daya manusia yg prima.

Pengamat ekonomi Hanny Siagian mengkritisi, Kualanamu harus mem­buka peluang rute penerbangan yang lebih luas dengan pasar yang lebih besar. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh AP II sehu­bu­ngan dengan lingkungan, pelayanan, dan biaya.
Terkait lingkungan, agar menjadi bandara aerotropolis, diperlukan komit­men antara pengelola, pihak maskapai dan pemerintah, yang saling mendu­kung. Terutama kerja sama pihak pe­merintah, AP II, dan PTPN III terkait pembebasan lahan peruntukkan Kua­lanamu.

Akses menuju bandara yang masih terbatas sebab jalan non tol semrawut. Pengelolaan dan desain KNIA butuh ditingkatkan. Seperti sejumlah ba­ngunan yang catnya pudar dan terkesan asal, semen tembok atau lantai yang rusak, dan kaca yang tidak jernih.

Infrastruktur pendukung seperti toilet, tempat ibadah, restoran, pertokoan, tempat duduk yang nyaman, penting untuk ditambahkan. Pembangunan In­frastruktur sebagaimana yang direnca­nakan, harus dipercepat.

Akses keluar masuk bandara yang sangat bebas, perlu ditinjau ulang guna menjaga keamanan bandara. Penem­patan satpam yang masih kurang khu­susnya pada pos-pos rawan. Regulasi dan sanksi yang tegas terhadap peda­gang asongan dan taksi liar serta preman yang selama ini menyebabkan kon­disi bandara awut-awutan.

Perlu batasan jumlah pengantar se­hingga bandara tidak terlalu padat. Pe­tugas kebersihan seharusnya lebih aktif menjaga kebersihan agar tingkat keber­sihan KNIA mencapai standar in­ternasional. Dan memang, masyarakat semestinya ikut menjaga kebersihan bandara dengan tidak duduk di lantai atau membuang sampah sembarangan.

Pelayanan prima harus menjadi prioritas. Para petugas di bandara pen­ting menjaga sikap sopan dan ramah terhadap para penumpang, termasuk petugas imigrasi. Kepentingan para pelanggan wajib untuk dipilah-pilah, misalnya, kebutuhan para pengusaha eksportir, importir, perlu dipisahkan dari pelanggan biasa, tanpa membe­rikan servis yang berat sebelah.

Para pengunaan kendaraan butuh diarahkan untuk memasuki lokasi par­kiran dengan tertib dan teratur. Selain itu, perlu ada ketegasan atas keamanan kendaraan bagi penumpang yang me­nginap.

Terkait biaya, tarif kereta api Medan menuju Kualanamu perlu dikalkulasi ulang. Tarif sekali jalan Rp 80ribu per penumpang terlalu mahal. Hal ini me­ngakibatkan banyak penumpang yang menggunakan tranportasi alter­natif yang lebih murah misalnya taksi, damri, mobil pribadi, dan lainnya. Akibatnya, potensi laba dari kereta api belum dimaksimalkan oleh perusahaan pa­tungan AP II dengan Perusahaan Kereta Api. (dyt)





Easy Go Tour Travel Offers the Cheapest Packages to Explore Lake Toba

   Detail Information about the destinations Talking about Lake Toba is not limited to its waters. Lake Toba has many untold riches. One of ...