Keliling Samosir Itu Murah dan Menyenangkan

 

Keliling Pulau Samosir

            Pernah berencana keliling Pulau Samosir? Mungkin ini salah satu pencapaian yang bisa kamu raih . Tidak begitu mahal dan tidak menghabiskan waktu banyak. Cukup 1 hari saja tuntas mengelilingi Pulau Samosir.

            Bergantung laju kendaraanmu dan waktu singgahmu ke objek wisata. Pengalamanku selama ini cukup 6-7jam saja kamu dapat menaklukan Pulau Samosir. Cerita tour bareng kawanku ini bisa berikan gambaran ke kamu jika nanti kamu hendak keliling Samosir.



            Ini cerita tour kami Desember 2019. Kami berenam. Aku, tiga kawan dan sepasang suami istri yang merupakan teman kami dari luar negeri. Karena sepasang suami istri ini warga negara luar, kami memutuskan kami membonceng mereka. Aku bersama istrinya, satu kawan pria bersama suaminya, dan dua kawan lagi. Jadi, kami gunakan tiga sepeda motor. Karena 2 sepeda motor  sudah tersedia. Kami hanya sewa 1 sepeda motor dari Carolina Hotel seharga 100ribu sehari (7jam).

            Kami mulai perjalanan dari lokasi kami menjemput teman kami di Hotel Inna Parapat. Lalu kami bergerak menuju Ihan Batak pukul 08.00 WIB. Sesampai di Ambarita pukul 09.00 WIB, kami bergerak menuju Tomok. Kami singgah membeli minuman dan snack bekal di perjalanan. Lalu kami segera lanjut menuju Air Terjun Sigarantung dan Desa Huta Bolon, desa yang masih punya rumah Batak. Kami mengabadikan sejumlah foto di sana.

            Kemudian kami bergerak menuju Desa Tanjungan. Singgah sebentar istirahat dan mengambil foto. Kami sempat menceritakan kepada sepasang suami istri ini tentang keindahan Pulau Samosir dan Danau Toba. Berharap mereka akan mengajak teman-teman mereka kelak untuk berkunjung ke Pulau Samosir.

            Setelahnya, kami langsung menuju Aek Natonang. Di sana kami juga sempat duduk sambil menikmati snack dan minuman yang kami bawa. Sambil duduk, kami menunjukkan kepada 2 bule ini betapa sederhana kehidupan di Samosir. Masyarakat hidup dari pertanian dan peternakan. Di sekitar terdapat banyak kerbau dan babi berkeliaran. Itu pemandangan yang unik bagi mereka.

            Tidak sampai sejam istirahat, kami melanjutkan perjalanan. Suami istri bule ini sangat menikmati pemandangan. Mereka meminta kami untuk memperlambat laju sepeda motor. Kami juga berhenti di tempat lain yang menurut kami cocok untuk mengambil foto. Salah satunya dengan latar belakang pemandangan sawah padi. Kalau tidak salah foto tersebut kami ambil di sekitar jalan menuju Onan Runggu.

            Kami istirahat siang sekitar pukul 12.30 di Onan Runggu. Kami cukup kesulitan menemukan makanan yang cocok buat sepasang suami istri ini. Pasalnya, sang istri vegetarian. Dia sama sekali tidak bisa memakan apapun yang berkaitan dengan daging dan ikan dan menginginkan makanan segar. Akhirnya kami mendapati sebuah rumah makan menyediakan mie goreng dan mie kuah. Lalu kami memesan mie yang dimasak tanpa daging dan telur.

            Usai istirahat makan siang. Kami melanjutkan perjalanan berikutnya menuju Aek Rangat Pangururan mendekati Pulau Tulas. Kami tidak menyebrang menuju Pulau tersebut. Tapi kami berfoto dengan latar belakang Pulau Tulas. Latar tersebut cantik sekali. Pasti kamu bakal jatuh cinta dan ingin mengambil latar foto di sini.



            Selanjutnya kami menuju arah ke Ambarita untuk menunggu Kapal Ihan Batak trip terakhir pukul 5.30 sore saat itu. Kami sudah mengantri dari jam 5 sore guna mengantisipasi keterlambatan. Tapi sebelumnya, kami memulangkan sepeda motor yang kami sewa dari Hotel Carolina. Kami juga sempat beli jajanan untuk kami makan bersama di kapal.

            Sekitar jam 7.30 kami kembali tiba di Parapat untuk mengantar sepasang suami istri ini kembali ke penginapannya. Perasaan kami begitu senang sekalipun capek seharian bersepeda motor selama lebih dari 7 jam. Perasaan lelah tidak seberapa dibandingkan pengalaman yang kami dapatkan bisa mengelilingi Samosir dan bercerita tentang Pulau yang mengagumkan ini.



            Kalau ditotal pengeluaran kami mengelilingi Pulau Samosir antara lain tiket penyebrangan Kapal Ihan, sewa sepeda motor seharga 100ribu, belanjaan kami di Indomaret, makan siang, dan jajanan di sore hari. Untuk kami berenam sekitar Rp.500ribu. ada 6 destinasi wisata yang kami kunjungi.

            Jika nanti kamu berencana ke Pulau Samosir untuk mengelilingi Pulau ini seharian, kamu bisa hemat anggaran dengan membawa sepeda motormu langsung ke pulau ini. Asalkan kamu sanggup membawa sepeda motormu untuk sampai ke Samosir.

            Tarif satu sepeda motor untuk menyebrang naik kapal kecil 13ribu dan tarif per orang 12 ribu. Sekali jalan sepeda motor+orang Rp25ribu. Pulang pergi 50ribu. Tarif ke sejumlah objek wisata yang ku sebutkan di cerita ini tidak ada sama sekali. Saat itu memang benar-benar tidak ada. Tapi tidak tahu kelak jika ada perubahan, bisa saja pemilik spot wisata meminta biaya parkir atau tarif masuk.



            Untuk penginapan, kamu bisa menentukan sendiri menginap dimana. Banyak penginapan di Parapat atau di Samosir. Kamu bebas memilih yang mana. Kamu bisa buat perbandingan plus minus dari penginapan yang kamu jajaki. Yuk, mulai buat rencana touring bareng kawan!

Air Terjun Sigarantung, Samosir

 

Air Terjun Sigarantung, Samosir

            Biasanya kita wajib mandi di Air Terjun, tapi Air Terjun yang satu ini bukanah wahana wisata untuk mandi.  Air Terjun ini sekadar spot untuk berfoto bagi kamu yang gemar berfoto di alam. Air terjun ini juga dianggap ‘keramat’. Maksudnya, air terjun ini dijadikan tempat untuk ziarah. Nama lain dari air terjun ini Air Terjun Sampuran Na Pitu.

Sampuran Na Pitu dalam bahasa Batak artinya semburan ketujuh. Itu karena air terjun terdiri dari 7 tingkat dan Sigarantung posisi ketujuh. Lokasi air terjun ini berada di di Dusun 3 Hutaginjang Sigarantung, Kecamatan Simanindo, Samosir. 

Lokasi air terjun ini dekat dengan Hutabolon. Bila kamu memulai perjalanan dari Pelabuhan Tomok, kamu bisa naik terus melewati sejumlah putaran. Sekitar 30 menit, kamu akan melihat air terjun di sebelah kanan.

Ada bale-bale atau pondok-pondok kecil bagi peziarah meletakkan persembahan seperti telur, uang, bir dan sebagainya. Ada kios dan lokasi parkir mobil dan sepeda motor bagi wisatawan. Di hari biasa, tidak ada penjaga parkir. Tapi di hari libur, akan ada pedagang musiman dan penjaga parkir yang akan meminta biaya parkir.

Di musim kemarau, air terjun ini dapat mengering dan hanya terdapat rembesan air dari tebing batu. Di musim penghujan, air terjun akan mengalir deras. Pernah di bulan Desember 2021 air terjun ini cukup membahayakan bagi pengguna jalan yang melintas karena semburan airnya yang begitu deras.

Air terjun ini menarik bagi kamu yang suka belajar tentang alam. Kamu bisa mengamati air terjun ini mengalir deras ke bawah dari ketinggian melalui formasi bebatuan pada badan sungai. Itu juga yang buat Kawasan Danau Toba layak menyandang gelar Taman Bumi (Geopark). Ada begitu banyak situs alam yang dapat kamu kunjungi. Salah satunya Air Terjun Sigarantung.

Bagi kamu yang tertarik untuk singgah dan ambil foto di sini, tolong jaga sopan santun. Di lokasi ini orang-orang biasanya berdoa, so, jangan teriak atau bersuara besar. Jangan buang sampah sembarangan juga ya guys.  (Damayanti)

 

Fotoku bersama kawan-kawan


 

 

 


 


Peran Indonesia dan G20 terhadap Iklim Dunia

 

Peran Indonesia dan G20 terhadap Iklim Dunia

Tahun ke tahun suhu dunia meningkat. Dalam laporan World Meteorological Organization (WMO) pada awal Desember 2020 menempatkan tahun 2016 sebagai tahun terpanas (peringkat pertama). Dalam laporan Status Iklim Global sementara yang dikeluarkan oleh WMO juga menempatkan tahun 2020 menjadi salah satu dari tiga tahun terpanas yang pernah dicatat.

Fakta kenaikan suhu tiap tahun ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi semua orang di bumi. Sebab, semua orang terkena dampak perubahan iklim. Melihat bencana meningkat dari tahun ke tahun, isu perubahan iklim menjadi topik paling penting untuk dibahas pada pertemuan G20.


Mangrove di Indonesia Timur berperan beear terhadap penyerapan karbon dunia foto: Econusa


Apalagi mengingat 12 bencana terbesar di dunia yang merenggut nyawa malah terjadi di negara-negara G20 pada 2021. Di antaranya di Indonesia lebih dari 150 orang tewas ketika Topan Seroja melanda NTT pada April 2021. Di Inggris Raya, Badai Christoph pada 18 Januari 2021  mendatangkan hujan lebat dan banjir yang meluas di seluruh negeri. Di Amerika Serikat Badai Ida menewaskan sedikitnya 45 orang dari Maryland hingga New York. Di China mengalami badai pasir terburuk dalam satu dekade pada Maret 2021.

Kanada mengalami gelombang panas pada Juni 2021, menewaskan 569 orang di provinsi paling barat Kanada British Columbia selama 5 hari. Jerman Barat dan Belgia mengalami banjir pada Juli 2021 dan menenggelamkan kota-kota dataran rendah di wilayah itu untuk pertama kalinya dalam 60 tahun. Di Jerman, sedikitnya 170 orang tewas dalam bencana alam terparah yang melanda negara Eropa itu dalam beberapa dasawarsa. Sedikitnya 8 orang tewas ketika kebakaran hutan melanda beberapa daerah Turki pada Juli dan Agustus 2021.

Presiden Jokowi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim menghimbau dunia dalam menangangi krisis iklim. Dalam KTT yang dilaksanakan secara daring pada 2021 tersebut Indonesia menunjukkan keseriusan dalam menangangi perubahan iklim. Begitu juga dengan sejumlah pemimpin dunia. Mereka juga berupaya untuk mencapai kesepakatan dalam sejumlah pertemuan pemimpin dunia untuk menangani perubahan iklim. Tapi, apakah pemimpin G20 bbenar-benar serius dalam menangani perubahan iklim?

Selamatkan Hutan

Pada 2015, pemimpin dunia berjanji memperlambat laju pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius, atau paling ideal 1,5 derajat Celcius. Namun saat ini dunia sedang mengarah pada level kenaikan sebesar 3 derajat Celcius, menurut lembaga Jerman, Climate Action Tracker. Meski sasaran 1,5 Celcius akan gagal tercapai dalam beberapa dekade ke depan, rata-rata suhu bumi bisa dikembalikan ke level aman pada akhir abad dengan menerapkan pengurangan emisi yang ekstrem. Selain dekarbonasi ekonomi, rencana itu juga melibatkan upaya penyedotan CO2 dari atmosfer Bumi. Tapi teknologi yang dibutuhkan masih sedemikian mahal, sehingga cara ini diragukan bisa ampuh dalam skala yang dibutuhkan.

Untuk itu, sangatlah wajar berkesimpulan solusi paling praktis untuk mencegah kenaikan suhu adalah dengan menyelamatkan hutan. Hutan-hutan yang masih tersisa di dunia harus dilindungi. Jika para pemimpin dunia benar-benar serius untuk menangani perubahan iklim, mereka harus bertanggung jawab dalam melestarikan hutan yang tersisa. Sebagai negara bagian G20 yang masih memiliki hutan lebat, Indonesia berperan besar menunjukkan keseriusan tersebut. Khususnya dalam menjaga hutan hujan tropis dan mangrove.

Berdasarkan data dari KLHS dan berbagai sumber, jika dibandingkan dengan global. Hutan bakau Papua mencapai 1.053.843 hektar dibandingkan dunia 15.330.000 hektar. Jika dipersentasikan, Papua sendiri mewakili hampir 7 persen dari total mangrove di dunia. Papua juga mewakili lebih dari 30 persen total mangrove di Indonesia. Kontribusi Papua terhadap Indonesia dan global begitu besar.

Sekecil apapun penggundulan hutan di Papua, itu berimbas ke  Indonesia serta mendunia. Khususnya mengingat hutan serta laut di Indonesia Timur merupakan benteng terakhir untuk menjaga cuaca. Hutan dan ekosistem lautnya yang sangat melimpah mampu menghasilkan oksigen yang kita hirup dan menyimpan polusi karbon yang kita hasilkan. Namun, keberadaan hutan dan laut di Indonesia Timur tak bebas dari ancaman kata EcoNusa Foundation.




Bila terus dibiarkan, kekhawatiran akan terjadi di seluruh bagian Indonesia, karena Hutan Papua dan Maluku merupakan benteng terakhir di Indonesia. Berbeda dengan di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa yang hutannya sudah rusak. Kerusakan tersebut secara tidak langsung berkontribusi terhadap krisis iklim yang dampaknya sudah bisa dirasakan, seperti cuaca yang tidak menentu, banjir besar yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera, serta badai tropis yang semakin dekat menuju khatulistiwa. Semoga dalam KTT G20 ini, isu iklim benar-benar mendapat perhatian serius. Kawasan Hutan di Indonesia Timur juga masuk dalam bagian perhatian Pemerintah Indonesia.

Oleh: Damayanti.

Warga biasa dan bukan siapa-siapa. Suka menulis apa saja dalam benak. Iklim jadi salah satu topik yang sangat ku pedulikan. Dulu suka topik keuangan sekarang lebih suka topik mengenai alam dan hutan. Tanpa alam khususnya tanpa hutan dan oksigen, kita tidak bisa hidup. Tanpa uang kita masih bisa hidup.

Mangrove Papua Berkontribusi Besar terhadap Iklim


Mangrove atau Hutan Bakau di Papua berkontribusi besar terhadap iklim dunia foto: Econusa

Mangrove atau hutan bakau berperan besar dalam menyerap emisi karbondioksia. Ilmuwan mengatakan daya serapnya terhadap karbondioksia lebih besar daripada hutan hujan. Kondisi iklim sekarang yang kacau balau mendesak dunia, khususnya pemerintah Indonesia untuk serius mempertahankan dan melestarikan mangrove.



Berdasarkan data dari KLHS dan berbagai sumber, jika dibandingkan dengan global. Hutan bakau Papua mencapai 1.053.843 hektar dibandingkan dunia 15.330.000 hektar. Jika dipersentasikan, Papua sendiri mewakili hampir 7 persen dari total mangrove di dunia. Papua juga mewakili lebih dari 30 persen total mangrove di Indonesia. Kontribusi Papua terhadap Indonesia dan global begitu besar. 

Hutan bakau Papua tidak hanya memberikan manfaat penyerapan emisi karbon dunia. Itu juga menjadi sumber mata pencaharian masyarakat. Ada banyak produk yang dihasilkan oleh warga setempat dari mangrove, seperti ikan, udang, dan aneka ragam lauk dari laut. Hutan bakau juga menyediakan bahan mentah untuk industri kertas, tekstil, kulit, dan bangunan. Selain itu, industri perikanan dan pariwisata juga mendapat manfaat darinya.

Terancam

Sekalipun memiliki segudang manfaat, luas hutan bakau terus menyusut. Sering kali, hutan bakau dibabat untuk menyediakan lahan bagi proyek-proyek yang tampaknya lebih menguntungkan, seperti pertanian dan perumahan. Banyak orang beranggapan bahwa rawa-rawa bakau hanyalah tempat yang berlumpur, berbau, dan menjadi sarang nyamuk, yang lebih baik disingkirkan.

Akan tetapi, sebenarnya, mengrove sangat bermanfaat, terlebih memelihara kehidupan. Akar-akar pohon yang khas mampu beradaptasi serta akar penyaring garamnya telah menghasilkan ekosistem yang kaya dan kompleks. Hutan bakau sangat penting bagi perikanan di pantai, industri barang-barang dari kayu, dan satwa liar.

Mangrovejuga melindungi daerah pantai dari erosi dengan meredam ganasnya amukan badai yang bisa saja menewaskan ribuan orang. Manfaat ini tidak bisa digantikan oleh apapun dan tidak ada tawar-menawar khususnya menyangkut nyawa manusia.

Keseriusan Pemerintah

Presiden Jokowi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim menghimbau dunia dalam menangangi krisis iklim. Dalam KTT yang dilaksanakan secara daring pada 2021 tersebut Indonesia menunjukkan keseriusan dalam menangangi perubahan iklim.

Tahun-tahun sebelumnya, pemerintah dunia juga menjadikan iklim sebagai isu paling penting dalam KTT. Salah satunya Perjanjian Paris 2015 pada KTT G20. Para pemimpin negara-negara G20 juga telah berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon pada pertengahan abad 21.



Banyak KTT telah dilaksanakan dan perjanjian ditetapkan. Tapi, kita seolah pesismis, dan menantikan keseriusan pemerintah dunia, khususnya dunia dalam menyelamatkan iklim. Kita berharap pemerintah serius menangani masalah iklim. Serius dalam menjaga, merawat dan melestarikan hutan bakau. jasa hutan bakau jauh lebih besar daripada nilai bisnis apapun. Sebab, ketika bumi ini ‘sakit’, kita hanya akan melihat bencana terjadi dimana-mana. Bahkan sekarang, kita sudah mendengar bencana terjadi dimana-mana. Tidak hanya di Indonesia, begitu juga di beberapa negara.

 

Betapa Aku Mencintai Hutan Papua

Betapa Aku Mencintai Papua

Bahas tentang Papua itu benar-benar seru. Papua terdiri dari banyak etnis. Aku belajar memahami banyak bahasa di sini. Di Sorong aku memahami betapa perbedaan itu memberikan warna dalam hidup. Khususnya selama di bangku SMA, pertemananlah yang membuat hidupku begitu seru.

Semasa SMP aku lebih banyak diam dan tidak begitu menunjukkan jati diriku. Aku masih perlu beradaptasi dengan lingkungan baru. Memasuki SMA, khususnya kelas 2 SMA aku punya teman-teman gokil yang buatku melepas aura asliku.

Apalagi semasa aku menjabat sebagai Bendahara di kelas, itu masa paling penuh cerita. Bisa dibilang aku paling suka berkorban buat teman. Lagu “Anak Medan” memang cocok menggambarkan diriku yang rela korbankan apa saja buat teman.

Dulu, kami selalu merindukan bisa pergi bersama ke Pantai Tanjung Kasuari, khususnya saat perpisahan kelas 3 SMA. Tapi sayangnya pada saat acara perpisahan aku tidak bisa ikutan kawan-kawan ke pantai.

 




Hutan Papua

            Sekalipun Sorong-Papua itu panas karena katanya tanahnya mengandung minyak, hutan di Papua itu sangat lebat. Aku masih ingat saat sering dibawa kerabat ke Aimas, dan daerah-daerah pelosok lainnya di Papua, hutannya sangat lebat. Di sekitar lokasi itu memang sudah ada perusahaan-perusahaan kayu dan pengeboran minyak.

            Masa itu karena masih SMA, aku belum terlalu peduli dan serius mengetahui kondisi hutan, cuaca, iklim dan sebagainya. Sekarang, karena melihat dan merasakan sendiri dampak cuaca yang panas, aku terpikir untuk mencari tahu akan hal itu.

            Belakangan, aku sangat peduli dengan kondisi hutan. Tidak hanya hutan di Kawasan Danau Toba, begitu juga dengan Hutan di Papua, karena aku sangat mencintai Papua. Punya cita-cita untuk menginjakkan kaki kembali ke Tanah Papua.

            Sekecil apapun penggundulan hutan di Papua, itu berimbas ke  Indonesia serta mendunia. Khususnya mengingat hutan serta laut di Indonesia Timur merupakan benteng terakhir untuk menjaga cuaca. Hutan dan ekosistem lautnya yang sangat melimpah mampu menghasilkan oksigen yang kita hirup dan menyimpan polusi karbon yang kita hasilkan. Namun, keberadaan hutan dan laut di Indonesia Timur tak bebas dari ancaman kata EcoNusa Foundation.

Bila terus dibiarkan, kekhawatiran akan terjadi di seluruh bagian Indonesia, karena Hutan Papua dan Maluku merupakan benteng terakhir di Indonesia. Berbeda dengan di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa yang hutannya sudah rusak. Kerusakan tersebut secara tidak langsung berkontribusi terhadap krisis iklim yang dampaknya sudah bisa dirasakan, seperti cuaca yang tidak menentu, banjir besar yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera, serta badai tropis yang semakin dekat menuju khatulistiwa.

Bayangkan apabila hutan di Timur Indonesia juga rusak? Mungkin saja badai tropis bisa semakin mendekat ke arah khatulistiwa dan menjadi bencana rutin setiap tahunnya di tempat tinggal kita. Maka dari itu, menjaga lingkungan yang ada di daerah Indonesia Timur, khususnya Tanah Papua dan Kepulauan Maluku sama saja dengan menjaga keberlangsungan hidup kita di masa mendatang.

Upaya Econusa

Ada banyak hal yang dapat dikembangkan dari hutan. Di hutan, kita dapat membudidayakan tanaman pangan. Hutan juga dapat dijadikan lokasi wisata bagi mereka yang mencintai alam. Untuk itu, saya senang melihat upaya Econusa memberdayakan masyarakat Indonesia Timur dalam memanfaatkan hutan, khususnya pemanfaatannya sebagai Ekowisata dan Agroforestri.

Econusa dalam webistenya menyatakan ekowisata menjadi salah satu alternatif cara yang dapat dilakukan untuk tetap menjaga keberadaan hutan di Indonesia. Pemanfaatan jasa lingkungan melalui ekowisata menjadikan hutan tetap lestari, menghentikan pembalakan liar dan perburuan, sementara di sisi lain masyarakat menerima manfaat finansial. Ekowisata memberikan jawaban pengelolaan hutan yang partisipatif di mana masyarakat terlibat secara langsung.

Potensi ekowisata di Papua dan Papua Barat sangat melimpah. Raja Ampat menawarkan wisata diving dan homestay, wisata mangrove di Teluk Bintuni, pengamatan burung di Pegunungan Arfak, wisata budaya dan pendakian gunung di Kaimana, wisata danau di Paniai, seni ukir di Asmat, festival Lembah Baliem di Jayawijaya, Teluk Sarwandori di Kepulauan Yapen. Kelak, jika aku kembali ke Papua, aku ingin bisa berekowisata ke berbagai tempat di sini.

 


           

 

 

Seriuskah Kita Menangani Perubahan Iklim?

            Presiden Jokowi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim menghimbau dunia dalam menangangi krisis iklim. Dalam KTT yang dilaksanakan secara daring pada 2021 tersebut Indonesia menunjukkan keseriusan dalam menangangi perubahan iklim. Tapi, apakah Indonesia benar-benar serius dalam menangani perubahan iklim?

Meski Presiden Indonesia mengatakan laju deforestasi di Indonesia berada pada titik terendah dalam 20 tahun terakhir, suhu global terutama Indonesia masih terus meningkat. Deforestasi masih menjadi pemicu utama penyebab kenaikan suhu. Salah satu angka deforestasi terbesar terjadi di Indonesia bagian Timur, khususnya Papua.

Hutan-Hutan Babak Belur

            Dilansir dari wanaswara.com, selama periode 2001-2019, 57.000 hektar hutan di Papua telah dibuka dan dijadikan sebagai lahan perkebunan sawit. Pembakaran hutan yang disinyalir terjadi akibat ulah perusahaan-perusahan besar yang bermukim di Papua. Lain lagi wacana lahan pangan terintegrasi (food estate) sejak September 2020. Tentu hutan-hutan akan semakin babak belur. Jadi pertanyaannya, seriuskah pemerintah dalam menangani krisis iklim atau itu hanya di bibir saja?


Sekecil apapun deforestasi di Papua, itu akan berdampak terhadap Indonesia dan global. Foto @Econusa


Tahun ke tahun suhu di Indonesia meningkat. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menyatakan tahun 2016 merupakan tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,8 °C sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020. Tahun 2021 sendiri menempati urutan ke-8 tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,4 °C. Tahun 2020 dan 2019 berada di peringkat kedua dan ketiga dengan nilai anomali sebesar 0,7 °C dan 0.6 °C.

Sebagai perbandingan, informasi suhu rata-rata global yang dirilis World Meteorological Organization (WMO) di laporan terakhirnya pada awal Desember 2020 juga menempatkan tahun 2016 sebagai tahun terpanas (peringkat pertama). Fakta kenaikan suhu tiap tahun ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi semua orang. Sebab, semua orang terkena dampak perubahan iklim.

Dampak Deforestasi

            Bumi dan kehidupan di atasnya, sangat kompleks, terjalin dengan rumit. Jutaan makhluk hidup yang saling berhubungan disebut sebagai jaring kehidupan. Putuskan seutas benang pada jaring itu maka jaring itu akan terurai. Begitulah illustrasi untuk menggambarkan dampak deforestasi. Hutan dirambah habis-habisan, bencana muncul, temperatur meningkat, bumi rasanya ‘dipanggang’ dan sejumlah penyakit muncul.

Dampak Deforestasi terhadap suhu bumi


            Selama 2021- 2022, terjadi bencana di berbagai tempat di Indonesia. Gempa bumi dan banjir di beberapa tempat. Di beberapa daerah, cuaca tersebut mengubah sungai menjadi kubangan, sedangkan di daerah lain, hal itu menyebabkan hujan dan banjir yang meninggalkan genangan air.

Dalam kedua kasus itu, genangan air berfungsi sebagai tempat yang sempurna bagi nyamuk untuk berkembang biak. Cuaca yang lebih panas juga mempersingkat siklus perkembangbiakan nyamuk, mempercepat tingkat reproduksi mereka, dan memperpanjang musim nyamuk. Nyamuk lebih aktif dalam cuaca yang lebih hangat. Temperatur yang lebih panas bahkan merembes ke dalam perut nyamuk dan mengintensifkan tingkat reproduksi mikroba penyebab penyakit. Selain itu, akibat cuaca tidak menentu, muncul berbagai penyakit yang umum dijumpai seperti batuk, flu, demam, dan sebagainya.

            Sekecil apapun deforestasi di Papua, itu akan berdampak terhadap Indonesia dan global. Apalagi mengingat bentang hutan dan laut di Indonesia Timur berperan penting dalam menjaga iklim. Hutan dan ekosistem lautnya yang sangat melimpah mampu menghasilkan oksigen yang kita hirup dan menyimpan polusi karbon yang kita hasilkan. Namun, keberadaan hutan dan laut di Indonesia Timur tak bebas dari ancaman kata  EcoNusa Foundation

Bila terus dibiarkan, kekhawatiran akan terjadi di seluruh bagian Indonesia, karena Hutan Papua dan Maluku merupakan benteng terakhir di Indonesia. Berbeda dengan di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa yang hutannya sudah rusak. Kerusakan tersebut secara tidak langsung berkontribusi terhadap krisis iklim yang dampaknya sudah bisa dirasakan, seperti cuaca yang tidak menentu, banjir besar yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera, serta badai tropis yang semakin dekat menuju khatulistiwa.

Bayangkan apabila hutan di Timur Indonesia juga rusak? Mungkin saja badai tropis bisa semakin mendekat ke arah khatulistiwa dan menjadi bencana rutin setiap tahunnya di tempat tinggal kita. Maka dari itu, menjaga lingkungan yang ada di daerah Indonesia Timur, khususnya Tanah Papua dan Kepulauan Maluku sama saja dengan menjaga keberlangsungan hidup kita di masa mendatang.

Upaya Nyata

            Sudah paling pasti solusi guna menangani krisis iklim adalah menghentikan penggundulan hutan. Melibatkan masyarakat, khususnya masyarakat setempat untuk menghentikan bahkan melarang upaya oknum tertentu dalam menebang hutan. Memiliki gaya hidup yang ramah lingkungan. Salah satu contohnya, tidak membiarkan listrik hidup terus padahal tidak dipakai. Selain itu, penghijauan perlu untuk terus digalakkan dimanapun tidak hanya terbatas di Indonesia Timur, tapi di seluruh dunia.

Menanam kembali tanah yang sudah kosong atau tandus merupakan solusi terbaik dan paling pasti. Sebab, kelanjutan hidup manusia dari generasi ke generasi bergantung pada makanan, pakaian, dan pernaungan. Itu semua berasal dari hutan-hutan yang menghasilkan berbagai produk. Maka tidak berlebihan bila pohon-pohon digambarkan sebagai pabrik ramah lingkungan dan tidak menghasilkan limbah.

Sebuah pabrik dikatakan sempurna jika itu tidak mencemari lingkungan, tidak mahal, dan menghasilkan kebutuhan vital seluruh umat manusia. Dengan bahan bakar sinar matahari, tumbuhan hijau menggunakan karbondioksida, air, dan mineral untuk menghasilkan makanan, secara langsung atau tidak langsung, bagi hampir semua kehidupan di bumi. Dalam proses ini, mereka mengisi kembali atmosfer, menyingkirkan karbondioksida dan melepaskan oksigen murni.

Banyak pebisnis lebih menyukai menginvestasikan dana mereka ke bisnis perkebunan sawit, ekaliptus dan sejenisnya. Sebenarnya, untuk saat ini mengingat hutan semakin berkurang, investasi terbaik adalah menanam berbagai jenis pohon berbuah. Entah itu di lahan sendiri atau lahan umum. Karena pohon berbuah akan memberikan imbal hasil dalam jangka panjang ke semua orang. Tidak hanya kepada para pebisnis. Juga kepada seluruh orang yang menikmati segarnya duduk di bawah pohon dan menikmati buahnya.

Ada banyak hal yang dapat dikembangkan dari hutan. Di hutan, kita dapat membudidayakan tanaman pangan. Hutan juga dapat dijadikan lokasi wisata bagi mereka yang mencintai alam. Bisa juga dijadikan sebagai lokasi budidaya ikan seperti lele dan gabus. Namun, dibutuhkan orang yang benar-benar sabar, hobi terhadap tanaman dan hewan, dan mencintai alam, untuk menjadikannya sumber penghasilan. Untuk itu, saya senang melihat upaya Econusa memberdayakan masyarakat Indonesia Timur dalam memanfaatkan hutan, khususnya pemanfaatannya sebagai Ekowisata dan Agroforestri.

Pemanfaatan Hutan jadi Ekowisata @Econusa


Tetap Produktif Berkat Internet tanpa Batas


Siapa sangka hidup kita harus berubah sejak Maret 2020. Perubahan ini begitu mendadak. Pembatasan yang diterapkan Pemerintah memaksa kita untuk berpikir bagaimana cara tetap produktif meski harus di rumah saja. Syukurlah ada jalan keluar bagi para guru, murid, pebisnis, penulis dan lainnya. Pembatasan tidak menghambat produktivitas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Sebab, internet menyediakan ruang tanpa batas.

Tidak hanya di tahun 2020, bahkan hingga sekarang Februari 2022, sekolah dan kampus masih harus melakukan pembelajaran secara daring. Mau tidak mau, guru dan murid harus mengandalkan internet untuk belajar. Belum tahu sampai kapan pandemi ini akan berakhir. Tapi yang pasti aktivitas kehidupan harus terus berlanjut. Kebutuhan akan Internetpun terus melaju.

Tahun 2020 menjadi tahun paling berat dan menjadi pelajaran. Tidak hanya bagi sekolah atau kampus, para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) juga mendapat pelajaran penting yaitu perlunya meningkatkan pengetahuan penggunaan teknologi dan internet.

Tentang Sumut

Sebagai warga Sumatera Utara (Sumut), saya ingin menyingung  tingkat penetrasi internet di Sumut sendiri masih masih tergolong rendah. Bahkan, hasil survei Badan Pusat Statisik (BPS) selama 2013-2021 menunjukkan, level penetrasi Sumut lebih rendah dibandingkan provinsi lain-yang tingkat kemajuan ekonominya masih di belakang Sumut.

Dengan jumlah penduduk pada 2021 mencapai 15,8 juta jiwa, tentu ini menjadi pasar terbesar di Pulau Sumatera. Namun, karena jumlah penduduk  yang besar dan tingkat penghasilan yang beragam, menyebabkan persentase penduduk yang memiliki handphone masih sangat rendah. Begitu juga dengan persentase penduduk yang mengakses internet.

Fakta ini semestinya menjadi agenda penting para provider jaringan telekomunikasi, khususnya bagi IndiHome. Sumut yang terdiri dari 33 kota dan kabupaten yang tersebar luas memiliki potensi pasar yang menggairahkan.


Dalam Survei Global World Digital Competitiveness Index oleh Institute Management (IMD), Indonesia menempati peringkat ke-56 dari 64 negara yang disurvei. Fakta ini jadi bukti perlunya pengetahuan teknologi ditingkatkan.

Selain itu, World Economic Forum (WEF) dalam laporannya tentang peringkat teknologi informasi menjabarkan Indonesia memiliki empat indikator dengan nilai terendah yaitu keahlian Teknologi Informasi (TI), bisnis dan inovasi TI, pemakaian TI oleh pemerintah, dan daya beli TI. Untuk itu, para provider perlu meningkatkan nilai Indonesia, termasuk Sumut dalam empat indikator tersebut.

Para provider perlu menggaet para pemangku kepentingan di bidang pendidikan dan para pengusaha teknologi informasi (TI) dengan tujuan meningkatkan melek internet atau teknologi masyarakat Sumut. Hal ini bukan hanya sebagai agenda market semata, namun juga agenda dunia. Sebab, kesepakatan International Telecom Union (ITU), 50 persen dari total penduduk bumi harus melek internet pada 2020.

Di Indonesia masih hanya 28 persen dari 274 juta penduduk yang melek internet. Jika terjadi peningkatan penetrasi internet di Sumut secara signifikan, tentunya ini akan memberikan dampak luas terhadap tingkat penetrasi internetnya Indonesia
Sejak pandemi, para pelaku UMKM beralih ke jualan online


Semangat untuk memajukan penggunaan internet ini juga mendesak mengingat rendahnya industri kreatif di bidang digital di Indonesia, khususnya di Sumut. Selain itu, masih banyak pengusaha yang belum memaksimalkan penggunaan TIK dalam menjalankan bisnis.

Selain itu, fakta berlakunya pembelajaran daring menjadi momentum penting untuk dipikirkan perusahaan provider seperti IndiHome, yakni membantu masyarakat khususnya guru dan murid dapat menikmati pembelajaran daring, khususnya mereka yang tinggal di daerah terpencil. Semoga sesuai slogan IndiHome, semua dapat beraktivitas tanpa batas berkat adanya internet tanpa batas.

Penulis: Damayanti
Seorang blogger yang tinggal di Sumut



Spot-Spot Menarik di Girsang 1

 Spot-Spot Menarik di Girsang 1


Di Gunung Maria, Girsang 1

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-7838305394274648"
     crossorigin="anonymous"></script>

Di Dolok Sirikki, Girsang 1

Di Dolok Sirikki, Girsang 1

Di Gala-Gala, Girsang 1

Pemandangan diambil dekat Dolok Sirikki mengarah ke Girsang 2

Pemandangan Mata Air di Tapian, Girsang 1

Pemandangan sawah di Sitombom, Girsang 1

Pemandangan jahe di Gunung Maria, Girsang 1

Pemandangan sawah di dekat Dolok Sirikki Girsang 1





Pemandangan sawah di dekat Dolok Sirikki Girsang 1

Pemandangan sawah di Girsang 2



Samosir Pilihan Terbaik bagi Kamu Berpetualang Jelajahi Eksotisme Danau Toba

Danau Toba sangat luas. Terdiri dari 8 kabupaten. Jika kamu hanya punya libur dua hari rasanya tak cukup untuk eksplorasi banyak hal di Dana...