Betapa Aku Mencintai Hutan Papua

Betapa Aku Mencintai Papua

Bahas tentang Papua itu benar-benar seru. Papua terdiri dari banyak etnis. Aku belajar memahami banyak bahasa di sini. Di Sorong aku memahami betapa perbedaan itu memberikan warna dalam hidup. Khususnya selama di bangku SMA, pertemananlah yang membuat hidupku begitu seru.

Semasa SMP aku lebih banyak diam dan tidak begitu menunjukkan jati diriku. Aku masih perlu beradaptasi dengan lingkungan baru. Memasuki SMA, khususnya kelas 2 SMA aku punya teman-teman gokil yang buatku melepas aura asliku.

Apalagi semasa aku menjabat sebagai Bendahara di kelas, itu masa paling penuh cerita. Bisa dibilang aku paling suka berkorban buat teman. Lagu “Anak Medan” memang cocok menggambarkan diriku yang rela korbankan apa saja buat teman.

Dulu, kami selalu merindukan bisa pergi bersama ke Pantai Tanjung Kasuari, khususnya saat perpisahan kelas 3 SMA. Tapi sayangnya pada saat acara perpisahan aku tidak bisa ikutan kawan-kawan ke pantai.

 




Hutan Papua

            Sekalipun Sorong-Papua itu panas karena katanya tanahnya mengandung minyak, hutan di Papua itu sangat lebat. Aku masih ingat saat sering dibawa kerabat ke Aimas, dan daerah-daerah pelosok lainnya di Papua, hutannya sangat lebat. Di sekitar lokasi itu memang sudah ada perusahaan-perusahaan kayu dan pengeboran minyak.

            Masa itu karena masih SMA, aku belum terlalu peduli dan serius mengetahui kondisi hutan, cuaca, iklim dan sebagainya. Sekarang, karena melihat dan merasakan sendiri dampak cuaca yang panas, aku terpikir untuk mencari tahu akan hal itu.

            Belakangan, aku sangat peduli dengan kondisi hutan. Tidak hanya hutan di Kawasan Danau Toba, begitu juga dengan Hutan di Papua, karena aku sangat mencintai Papua. Punya cita-cita untuk menginjakkan kaki kembali ke Tanah Papua.

            Sekecil apapun penggundulan hutan di Papua, itu berimbas ke  Indonesia serta mendunia. Khususnya mengingat hutan serta laut di Indonesia Timur merupakan benteng terakhir untuk menjaga cuaca. Hutan dan ekosistem lautnya yang sangat melimpah mampu menghasilkan oksigen yang kita hirup dan menyimpan polusi karbon yang kita hasilkan. Namun, keberadaan hutan dan laut di Indonesia Timur tak bebas dari ancaman kata EcoNusa Foundation.

Bila terus dibiarkan, kekhawatiran akan terjadi di seluruh bagian Indonesia, karena Hutan Papua dan Maluku merupakan benteng terakhir di Indonesia. Berbeda dengan di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa yang hutannya sudah rusak. Kerusakan tersebut secara tidak langsung berkontribusi terhadap krisis iklim yang dampaknya sudah bisa dirasakan, seperti cuaca yang tidak menentu, banjir besar yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera, serta badai tropis yang semakin dekat menuju khatulistiwa.

Bayangkan apabila hutan di Timur Indonesia juga rusak? Mungkin saja badai tropis bisa semakin mendekat ke arah khatulistiwa dan menjadi bencana rutin setiap tahunnya di tempat tinggal kita. Maka dari itu, menjaga lingkungan yang ada di daerah Indonesia Timur, khususnya Tanah Papua dan Kepulauan Maluku sama saja dengan menjaga keberlangsungan hidup kita di masa mendatang.

Upaya Econusa

Ada banyak hal yang dapat dikembangkan dari hutan. Di hutan, kita dapat membudidayakan tanaman pangan. Hutan juga dapat dijadikan lokasi wisata bagi mereka yang mencintai alam. Untuk itu, saya senang melihat upaya Econusa memberdayakan masyarakat Indonesia Timur dalam memanfaatkan hutan, khususnya pemanfaatannya sebagai Ekowisata dan Agroforestri.

Econusa dalam webistenya menyatakan ekowisata menjadi salah satu alternatif cara yang dapat dilakukan untuk tetap menjaga keberadaan hutan di Indonesia. Pemanfaatan jasa lingkungan melalui ekowisata menjadikan hutan tetap lestari, menghentikan pembalakan liar dan perburuan, sementara di sisi lain masyarakat menerima manfaat finansial. Ekowisata memberikan jawaban pengelolaan hutan yang partisipatif di mana masyarakat terlibat secara langsung.

Potensi ekowisata di Papua dan Papua Barat sangat melimpah. Raja Ampat menawarkan wisata diving dan homestay, wisata mangrove di Teluk Bintuni, pengamatan burung di Pegunungan Arfak, wisata budaya dan pendakian gunung di Kaimana, wisata danau di Paniai, seni ukir di Asmat, festival Lembah Baliem di Jayawijaya, Teluk Sarwandori di Kepulauan Yapen. Kelak, jika aku kembali ke Papua, aku ingin bisa berekowisata ke berbagai tempat di sini.

 


           

 

 

Seriuskah Kita Menangani Perubahan Iklim?

            Presiden Jokowi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim menghimbau dunia dalam menangangi krisis iklim. Dalam KTT yang dilaksanakan secara daring pada 2021 tersebut Indonesia menunjukkan keseriusan dalam menangangi perubahan iklim. Tapi, apakah Indonesia benar-benar serius dalam menangani perubahan iklim?

Meski Presiden Indonesia mengatakan laju deforestasi di Indonesia berada pada titik terendah dalam 20 tahun terakhir, suhu global terutama Indonesia masih terus meningkat. Deforestasi masih menjadi pemicu utama penyebab kenaikan suhu. Salah satu angka deforestasi terbesar terjadi di Indonesia bagian Timur, khususnya Papua.

Hutan-Hutan Babak Belur

            Dilansir dari wanaswara.com, selama periode 2001-2019, 57.000 hektar hutan di Papua telah dibuka dan dijadikan sebagai lahan perkebunan sawit. Pembakaran hutan yang disinyalir terjadi akibat ulah perusahaan-perusahan besar yang bermukim di Papua. Lain lagi wacana lahan pangan terintegrasi (food estate) sejak September 2020. Tentu hutan-hutan akan semakin babak belur. Jadi pertanyaannya, seriuskah pemerintah dalam menangani krisis iklim atau itu hanya di bibir saja?


Sekecil apapun deforestasi di Papua, itu akan berdampak terhadap Indonesia dan global. Foto @Econusa


Tahun ke tahun suhu di Indonesia meningkat. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menyatakan tahun 2016 merupakan tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,8 °C sepanjang periode pengamatan 1981 hingga 2020. Tahun 2021 sendiri menempati urutan ke-8 tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,4 °C. Tahun 2020 dan 2019 berada di peringkat kedua dan ketiga dengan nilai anomali sebesar 0,7 °C dan 0.6 °C.

Sebagai perbandingan, informasi suhu rata-rata global yang dirilis World Meteorological Organization (WMO) di laporan terakhirnya pada awal Desember 2020 juga menempatkan tahun 2016 sebagai tahun terpanas (peringkat pertama). Fakta kenaikan suhu tiap tahun ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi semua orang. Sebab, semua orang terkena dampak perubahan iklim.

Dampak Deforestasi

            Bumi dan kehidupan di atasnya, sangat kompleks, terjalin dengan rumit. Jutaan makhluk hidup yang saling berhubungan disebut sebagai jaring kehidupan. Putuskan seutas benang pada jaring itu maka jaring itu akan terurai. Begitulah illustrasi untuk menggambarkan dampak deforestasi. Hutan dirambah habis-habisan, bencana muncul, temperatur meningkat, bumi rasanya ‘dipanggang’ dan sejumlah penyakit muncul.

Dampak Deforestasi terhadap suhu bumi


            Selama 2021- 2022, terjadi bencana di berbagai tempat di Indonesia. Gempa bumi dan banjir di beberapa tempat. Di beberapa daerah, cuaca tersebut mengubah sungai menjadi kubangan, sedangkan di daerah lain, hal itu menyebabkan hujan dan banjir yang meninggalkan genangan air.

Dalam kedua kasus itu, genangan air berfungsi sebagai tempat yang sempurna bagi nyamuk untuk berkembang biak. Cuaca yang lebih panas juga mempersingkat siklus perkembangbiakan nyamuk, mempercepat tingkat reproduksi mereka, dan memperpanjang musim nyamuk. Nyamuk lebih aktif dalam cuaca yang lebih hangat. Temperatur yang lebih panas bahkan merembes ke dalam perut nyamuk dan mengintensifkan tingkat reproduksi mikroba penyebab penyakit. Selain itu, akibat cuaca tidak menentu, muncul berbagai penyakit yang umum dijumpai seperti batuk, flu, demam, dan sebagainya.

            Sekecil apapun deforestasi di Papua, itu akan berdampak terhadap Indonesia dan global. Apalagi mengingat bentang hutan dan laut di Indonesia Timur berperan penting dalam menjaga iklim. Hutan dan ekosistem lautnya yang sangat melimpah mampu menghasilkan oksigen yang kita hirup dan menyimpan polusi karbon yang kita hasilkan. Namun, keberadaan hutan dan laut di Indonesia Timur tak bebas dari ancaman kata  EcoNusa Foundation

Bila terus dibiarkan, kekhawatiran akan terjadi di seluruh bagian Indonesia, karena Hutan Papua dan Maluku merupakan benteng terakhir di Indonesia. Berbeda dengan di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa yang hutannya sudah rusak. Kerusakan tersebut secara tidak langsung berkontribusi terhadap krisis iklim yang dampaknya sudah bisa dirasakan, seperti cuaca yang tidak menentu, banjir besar yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera, serta badai tropis yang semakin dekat menuju khatulistiwa.

Bayangkan apabila hutan di Timur Indonesia juga rusak? Mungkin saja badai tropis bisa semakin mendekat ke arah khatulistiwa dan menjadi bencana rutin setiap tahunnya di tempat tinggal kita. Maka dari itu, menjaga lingkungan yang ada di daerah Indonesia Timur, khususnya Tanah Papua dan Kepulauan Maluku sama saja dengan menjaga keberlangsungan hidup kita di masa mendatang.

Upaya Nyata

            Sudah paling pasti solusi guna menangani krisis iklim adalah menghentikan penggundulan hutan. Melibatkan masyarakat, khususnya masyarakat setempat untuk menghentikan bahkan melarang upaya oknum tertentu dalam menebang hutan. Memiliki gaya hidup yang ramah lingkungan. Salah satu contohnya, tidak membiarkan listrik hidup terus padahal tidak dipakai. Selain itu, penghijauan perlu untuk terus digalakkan dimanapun tidak hanya terbatas di Indonesia Timur, tapi di seluruh dunia.

Menanam kembali tanah yang sudah kosong atau tandus merupakan solusi terbaik dan paling pasti. Sebab, kelanjutan hidup manusia dari generasi ke generasi bergantung pada makanan, pakaian, dan pernaungan. Itu semua berasal dari hutan-hutan yang menghasilkan berbagai produk. Maka tidak berlebihan bila pohon-pohon digambarkan sebagai pabrik ramah lingkungan dan tidak menghasilkan limbah.

Sebuah pabrik dikatakan sempurna jika itu tidak mencemari lingkungan, tidak mahal, dan menghasilkan kebutuhan vital seluruh umat manusia. Dengan bahan bakar sinar matahari, tumbuhan hijau menggunakan karbondioksida, air, dan mineral untuk menghasilkan makanan, secara langsung atau tidak langsung, bagi hampir semua kehidupan di bumi. Dalam proses ini, mereka mengisi kembali atmosfer, menyingkirkan karbondioksida dan melepaskan oksigen murni.

Banyak pebisnis lebih menyukai menginvestasikan dana mereka ke bisnis perkebunan sawit, ekaliptus dan sejenisnya. Sebenarnya, untuk saat ini mengingat hutan semakin berkurang, investasi terbaik adalah menanam berbagai jenis pohon berbuah. Entah itu di lahan sendiri atau lahan umum. Karena pohon berbuah akan memberikan imbal hasil dalam jangka panjang ke semua orang. Tidak hanya kepada para pebisnis. Juga kepada seluruh orang yang menikmati segarnya duduk di bawah pohon dan menikmati buahnya.

Ada banyak hal yang dapat dikembangkan dari hutan. Di hutan, kita dapat membudidayakan tanaman pangan. Hutan juga dapat dijadikan lokasi wisata bagi mereka yang mencintai alam. Bisa juga dijadikan sebagai lokasi budidaya ikan seperti lele dan gabus. Namun, dibutuhkan orang yang benar-benar sabar, hobi terhadap tanaman dan hewan, dan mencintai alam, untuk menjadikannya sumber penghasilan. Untuk itu, saya senang melihat upaya Econusa memberdayakan masyarakat Indonesia Timur dalam memanfaatkan hutan, khususnya pemanfaatannya sebagai Ekowisata dan Agroforestri.

Pemanfaatan Hutan jadi Ekowisata @Econusa


Tetap Produktif Berkat Internet tanpa Batas


Siapa sangka hidup kita harus berubah sejak Maret 2020. Perubahan ini begitu mendadak. Pembatasan yang diterapkan Pemerintah memaksa kita untuk berpikir bagaimana cara tetap produktif meski harus di rumah saja. Syukurlah ada jalan keluar bagi para guru, murid, pebisnis, penulis dan lainnya. Pembatasan tidak menghambat produktivitas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Sebab, internet menyediakan ruang tanpa batas.

Tidak hanya di tahun 2020, bahkan hingga sekarang Februari 2022, sekolah dan kampus masih harus melakukan pembelajaran secara daring. Mau tidak mau, guru dan murid harus mengandalkan internet untuk belajar. Belum tahu sampai kapan pandemi ini akan berakhir. Tapi yang pasti aktivitas kehidupan harus terus berlanjut. Kebutuhan akan Internetpun terus melaju.

Tahun 2020 menjadi tahun paling berat dan menjadi pelajaran. Tidak hanya bagi sekolah atau kampus, para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) juga mendapat pelajaran penting yaitu perlunya meningkatkan pengetahuan penggunaan teknologi dan internet.

Tentang Sumut

Sebagai warga Sumatera Utara (Sumut), saya ingin menyingung  tingkat penetrasi internet di Sumut sendiri masih masih tergolong rendah. Bahkan, hasil survei Badan Pusat Statisik (BPS) selama 2013-2021 menunjukkan, level penetrasi Sumut lebih rendah dibandingkan provinsi lain-yang tingkat kemajuan ekonominya masih di belakang Sumut.

Dengan jumlah penduduk pada 2021 mencapai 15,8 juta jiwa, tentu ini menjadi pasar terbesar di Pulau Sumatera. Namun, karena jumlah penduduk  yang besar dan tingkat penghasilan yang beragam, menyebabkan persentase penduduk yang memiliki handphone masih sangat rendah. Begitu juga dengan persentase penduduk yang mengakses internet.

Fakta ini semestinya menjadi agenda penting para provider jaringan telekomunikasi, khususnya bagi IndiHome. Sumut yang terdiri dari 33 kota dan kabupaten yang tersebar luas memiliki potensi pasar yang menggairahkan.


Dalam Survei Global World Digital Competitiveness Index oleh Institute Management (IMD), Indonesia menempati peringkat ke-56 dari 64 negara yang disurvei. Fakta ini jadi bukti perlunya pengetahuan teknologi ditingkatkan.

Selain itu, World Economic Forum (WEF) dalam laporannya tentang peringkat teknologi informasi menjabarkan Indonesia memiliki empat indikator dengan nilai terendah yaitu keahlian Teknologi Informasi (TI), bisnis dan inovasi TI, pemakaian TI oleh pemerintah, dan daya beli TI. Untuk itu, para provider perlu meningkatkan nilai Indonesia, termasuk Sumut dalam empat indikator tersebut.

Para provider perlu menggaet para pemangku kepentingan di bidang pendidikan dan para pengusaha teknologi informasi (TI) dengan tujuan meningkatkan melek internet atau teknologi masyarakat Sumut. Hal ini bukan hanya sebagai agenda market semata, namun juga agenda dunia. Sebab, kesepakatan International Telecom Union (ITU), 50 persen dari total penduduk bumi harus melek internet pada 2020.

Di Indonesia masih hanya 28 persen dari 274 juta penduduk yang melek internet. Jika terjadi peningkatan penetrasi internet di Sumut secara signifikan, tentunya ini akan memberikan dampak luas terhadap tingkat penetrasi internetnya Indonesia
Sejak pandemi, para pelaku UMKM beralih ke jualan online


Semangat untuk memajukan penggunaan internet ini juga mendesak mengingat rendahnya industri kreatif di bidang digital di Indonesia, khususnya di Sumut. Selain itu, masih banyak pengusaha yang belum memaksimalkan penggunaan TIK dalam menjalankan bisnis.

Selain itu, fakta berlakunya pembelajaran daring menjadi momentum penting untuk dipikirkan perusahaan provider seperti IndiHome, yakni membantu masyarakat khususnya guru dan murid dapat menikmati pembelajaran daring, khususnya mereka yang tinggal di daerah terpencil. Semoga sesuai slogan IndiHome, semua dapat beraktivitas tanpa batas berkat adanya internet tanpa batas.

Penulis: Damayanti
Seorang blogger yang tinggal di Sumut



Spot-Spot Menarik di Girsang 1

 Spot-Spot Menarik di Girsang 1


Di Gunung Maria, Girsang 1

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-7838305394274648"
     crossorigin="anonymous"></script>

Di Dolok Sirikki, Girsang 1

Di Dolok Sirikki, Girsang 1

Di Gala-Gala, Girsang 1

Pemandangan diambil dekat Dolok Sirikki mengarah ke Girsang 2

Pemandangan Mata Air di Tapian, Girsang 1

Pemandangan sawah di Sitombom, Girsang 1

Pemandangan jahe di Gunung Maria, Girsang 1

Pemandangan sawah di dekat Dolok Sirikki Girsang 1





Pemandangan sawah di dekat Dolok Sirikki Girsang 1

Pemandangan sawah di Girsang 2



FOTO-FOTO TENTANG KAWASAN HUTAN HUJAN TROPIS BUKIT BARISAN

 FOTO-FOTO TENTANG KAWASAN HUTAN HUJAN TROPIS BUKIT BARISAN

Silahkan download jika para pembaca butuh. 




[[File:ALIH FUNGSI HUTAN JADI LAHAN PERKEBUNAN.jpg|thumb|Alih Fungsi: Warisan Hutan Hujan Tropis kini mengalami alih fungsi hutan menjadi perkebunan. Lokasi di Kawasan Tanjung Dolok menuju Sipolha, Desa Sipolha, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:ALIH_FUNGSI_HUTAN_JADI_LAHAN_PERKEBUNAN.jpg

[[File:ALIH FUNGSI HUTAN JADI LAHAN PERCONTOHAN.jpg|thumb|Alih Fungsi: Warisan Hutan Hujan Tropis kini mengalami alih fungsi hutan menjadi lahan percontohan. Lokasi di Kawasan Tanjung Dolok menuju Sipolha, Desa Sipolha, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:ALIH_FUNGSI_HUTAN_JADI_LAHAN_PERCONTOHAN.jpg

[[File:BANJIR DAN LONGSOR DI HUTAN SUALAN-KOTA PARAPAT-KABUPATE SIMALUNGUN, SUMATERA UTARA.jpg|thumb|LONGSOR PARAPAT:  Penggundulan Hutan di berbagai lokasi menyebabkan kawasan Parapat sekitarnya banjir dan longsor.]]

 

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:BANJIR_DAN_LONGSOR_DI_HUTAN_SUALAN-KOTA_PARAPAT-KABUPATE_SIMALUNGUN,_SUMATERA_UTARA.jpg

[[File:KAWASAN HUTAN YANG TAK BENAR-BENAR HUTAN DI SIBISA, KABUPATEN TOBA, SUMATERA UTARA.jpg|thumb|NOT PROTECTED: Forest that not protected made these forest changed become farm area]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:KAWASAN_HUTAN_YANG_TAK_BENAR-BENAR_HUTAN_DI_SIBISA,_KABUPATEN_TOBA,_SUMATERA_UTARA.jpg

 

[[File:PEMBAKARAN ATAU KEBAKARAN HUTAN?.jpg|thumb|PEMBAKARAN: Pembakaran atau kebakaran hutan. Belum dapat ditelusuri dengan pasti. Menurut warga Sipolha kebakaran ini terjadi pada 2018. Usai kebakaran tersebut, warga menanam pohon-pohon kopi. Lokasi di Pematang Sidamanik, Simalungun, Sumatera Utara]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:PEMBAKARAN_ATAU_KEBAKARAN_HUTAN%3F.jpg

 

[[File:PEREMAJAAN POHON.jpg|thumb|PEREMAJAAN POHON: Peremajaan pohon-pohon di Kawasan Latihan Militer di arah menuju Sipolha, Pematang Sidamanik, Simalungun, Sumatera Utara.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:PEREMAJAAN_POHON.jpg

[[File:PARAPAT RAWAN LONGSOR AKIBAT DEFORESTASI.jpg|thumb|LERENG LONGSOR: Lereng gunung longsor pasca hujan besar di Parapat, Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Simalungun, Sumatera Utara.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:PARAPAT_RAWAN_LONGSOR_AKIBAT_DEFORESTASI.jpg

[[File:MENIKMATI HUTAN.jpg|thumb|MENIKMATI HUTAN DI KAWASAN TANJUNG DOLOK-SIPOLHA, PEMATANG SIDAMANIK, SIMALUNGUN]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:MENIKMATI_HUTAN.jpg

[[File:MENJAGA KELESTARIAN HUTAN PERINTAH TUHAN.jpg|thumb|MENYELAMATKAN HUTAN: "Menyelamatkan hutan merupakan perintah Tuhan" ditulis Baliho tersebut.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:MENJAGA_KELESTARIAN_HUTAN_PERINTAH_TUHAN.jpg

[[File:HUTAN HAMPIR MUSNAH.jpg|thumb|HUTAN MUSNAH: Warisan hutan hujan tropis musnah. Kini beralih menjadi perkebunan yang dikelola masyarakat. Lokasi di Sibisa, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:HUTAN_HAMPIR_MUSNAH.jpg

[[File:KAWASAN PARAPAT-AJIBATA.jpg|thumb|PEMANDANGAN AJIBATA: Pemandangan Ajibata dan Parapat pasca banjir besar di Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:KAWASAN_PARAPAT-AJIBATA.jpg

[[File:BUKIT.jpg|thumb|BUKIT: Sebuah bukit yang akan kita lihat jika kita melewati Aeknatolu, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:BUKIT.jpg

 

[[File:MATI SENDIRI ATAU DIMATIKAN.jpg|thumb|DIMATIKAN: Pinus-pinus ini mati. Tidak tahu apakah dimatikan atau mati sendiri. Jika dimatikan, tentunya Kawasan Hutan Lindung ini akan berubah fungsi. Lokasi di Sitahoan, Kabupaten Simalungun, Indonesia.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:MATI_SENDIRI_ATAU_DIMATIKAN.jpg

[[File:PENGGUNDULAN HUTAN DI SITAHOAN.jpg|thumb|PENGGUNDULAN: Penggundulan hutan di Kawasan Hutan Lindung di Sitahoan, Kabupaten Simalungun, Indonesia.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:PENGGUNDULAN_HUTAN_DI_SITAHOAN.jpg

 

[[File:PENJARAHAN HUTAN.jpg|thumb|Forest Looting:  Protected Forest Area which was completely plundered. The condition of the protected forest area is severe.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:PENJARAHAN_HUTAN.jpg

 

[[File:KAWASAN HUTAN JADI KEBUN KOPI.jpg|thumb|KEBUN KOPI: Kawasan Hutan Lindung beralih fungsi menjadi kebun kopi di sejumlah lokasi di Hutan Lindung Sitahoan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:KAWASAN_HUTAN_JADI_KEBUN_KOPI.jpg

 

[[File:TRONTON PENGANGKUT KAYU.jpg|thumb|TRONTON PENGANGKUT KAYU: Tronton Pengangkut kayu membawa ratusan kayu dari Kawasan Hutan Lindung Sitahoan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia.]]

 

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:TRONTON_PENGANGKUT_KAYU.jpg

 

[[File:TRONTON BERISI KAYU DI HUTAN LINDUNG.jpg|thumb|TRONTON KAYU: Tiga truk tronton memuat ratusan kayu di Kawasan Hutan Lindung Sitahoan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia.]]

 

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:TRONTON_BERISI_KAYU_DI_HUTAN_LINDUNG.jpg

 

[[File:TPL DAN KEHUTANAN.jpg|thumb|KOLABORASI: Toba Pulp Lestari (TPL) dan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) bekerjasama di Kawasan Hutan Lindung Sitahoan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia.]]

 

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:TPL_DAN_KEHUTANAN.jpg

 

[[File:DIKELOLA TPL.jpg|thumb|DIKELOLA TPL: Kawasan Hutan Lindung Sitahoan dikelola oleh Toba Pulp Lestari]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:DIKELOLA_TPL.jpg

 

[[File:KAWASAN AEKNAULI.jpg|thumb|HUTAN LINDUNG: Kawasan Hutan Lindung di Aeknauli, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:KAWASAN_AEKNAULI.jpg

 

[[File:HUTAN NEGARA ATAU MILIK MASYARAKAT.jpg|thumb|Hutan negara atau tanah masyarakat? Tidak jelas milik siapa.  Di Sitahoan Protected Forest, Simalungun Regency, North Sumatra, Indonesia.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:HUTAN_NEGARA_ATAU_MILIK_MASYARAKAT.jpg

[[File:POHON TERSISA DI SITAHOAN.jpg|thumb|TREES: Trees that left in Sitahoan Forest protected are in Sitahoan, Simalungun Regency, North Sumatera.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:POHON_TERSISA_DI_SITAHOAN.jpg

 

[[File:BUKIT HOLBUNG LANDSCAPE.jpg|thumb|Holbung Landscape: Panorama of Holbung landscape. This located in Samosir Island.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:BUKIT_HOLBUNG_LANDSCAPE.jpg

 

[[File:PEMANDANGAN DI BUKIT SIBEA-BEA.jpg|thumb|Huta Sihotang]]

 

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:PEMANDANGAN_DI_BUKIT_SIBEA-BEA.jpg

 

[[File:BUKIT HOLBUNG PORTRAIT.jpg|thumb|HOLBUNG HILL: View from Holbung Hill. This hill located in Dolok Raja, Harian, Samosir Regency, North Sumatra.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:BUKIT_HOLBUNG_PORTRAIT.jpg

 

[[File:HUTA SIHOTANG, SAMOSIR.jpg|thumb|SIHOTANG: Sihotang village in Samosir Island, North Sumatera.]]

https://commons.wikimedia.org/wiki/File:HUTA_SIHOTANG,_SAMOSIR.jpg

 

Kampung Girsang 1, Girsang Sipanganbolon

 

Kampung Girsang 1 berada di Kabupaten Simalungun dekat dengan Parapat. Sekitar 1 km dari Kota Parapat, sebelum melewati Jembatan Sisera-sera sebelah kiri. Waktu tempuh hanya 7 menit dari Pantai Bebas.


Sejarah Kampung Girsang 1

Berdasarkan cerita dan temuan dari berbagai sumber menyatakan bahwa Kampung Girsang 1 merupakan kampung marga Sinaga kedua setelah Urat, Samosir. Ada tiga keturunan dari Sinaga Bonor yang pergi ke Parapat. Tiga di antaranya yakni Bonar Pande atau Porti, Tiang Ni Tonga atau Sidahapitu, Suhut Ni Huta atau Sangkal Horbo. Dari ketiga keturunan tersebut, keturunan Suhut Ni Huta yang beranakcucu dan bertambah banyak di Kampung Girsang 1. Salah satu dari empat anak  Suhut Ni Huta yang paling mendominasi yakni Sorak Maunok.

Awalnya Sorak Maunok berdiam di Sibaganding, Parapat. Kemudian dia pindah ke perkampungan dekat Gereja RK sekarang ini. Karena sulitnya mencari air, ia pindah ke sebuah tempat yang belakangan dinamai Sidallogan. Di sana, Sorak Maunok mempunyai keturunan yang dinamai Suhut Maraja.

Suhut Maraja memiliki dua istri. Istri pertamanya boru Sihotang. Dari perkawinan mereka lahirlah Sidasuhut dan Sidallogan. Dari istri keduanya boru Manurung lahirlah anak yang bernama Simaibang dan Simandalahi.

Mengagetkan, menurut cerita, Simaibang mengawini ibunya sendiri boru Manurung setelah Suhut Maraja meninggal. Hasil perkawinan mereka lahirlah seorang anak dinamai Simanjorang. Dalam perkembangannya keturunan dari Suhut Maraja inilah yang membuka perkampungan masing masing dan menamai Kampung atau Huta tersebut sesuai dengan nama mereka. Hingga kini, nama kampung tersebut masih ditemukan di Girsang 1 yakni Sidasuhut, Sidallogan, Simaibang, Simandalahi, dan Simanjorang. Ada satu kampung yang dinamai Porti, nama lain dari Bonar Pande.




 

Kampung Girsang 1 Kini

            Hingga kini, secara kesuluruhan penduduk Girsang 1 masih didominasi keturunan Sinaga dan kerabat-kerabatnya dari marga lain. Beberapa marga lain yang tinggal di sini seperti Silalahi, Sirait, Manurung dan lainnya, yang umumnya berasal dari Toba Samosir. Kawasan Girsang didominasi oleh suku Batak Toba. Unik memang mengingat Girsang berada di Kabupaten Simalungun.

Bahasa yang digunakan pada umumnya Batak Toba dan Bahasa Indonesia. Sekalipun ada mata pelajaran Bahasa Simalungun diajarkan di sekolah, masyarakat tidak lazim gunakan bahasa tersebut.

Budaya di Girsang 1

            Sebagaimana suku Batak Toba biasanya, penduduk Girsang 1 juga demikian. Sebagian besar dari penduduk mengikuti aturan perkawinan adat Batak. Namun, ada juga yang tidak lagi mengikuti budaya tersebut karena memilih mengikuti keyakinan agama masing-masing.

Perkawinan menurut adat Batak pada umumnya tidak hanya mempersatukan dua orang, tetapi juga dua marga. Sepupu dari pihak ibu dianggap sebagai pasangan yang ideal. Tetapi, menikah dengan sepupu dari pihak ayah, atau dengan orang dari marga yang sama, dianggap sangat tabu. Kalau tidak, perkawinan adat biasanya mengikuti aturan: Pria dari marga A mengambil istri dari marga B, pria dari marga B mengambil istri dari marga C, dan pria dari marga C mengambil istri dari marga A. Jalinan yang berputar itu sangat memperkuat ikatan keluarga orang Batak dan menghubungkan pasangan yang baru menikah dengan jaringan keluarga yang besar.

            Marsiadapari atau gotong-royong. Berasal dari kata mar-sialap-ari yang artinya kita berikan dulu tenaga dan bantuan kita kepada orang lain baru kemudian kita minta dia membantu kita.

Memasuki periode menanam padi sekitar Januari-Februari, kita akan melihat masyarakat sibuk mengairi sawah atau dalam bahasa Batak maranggat mual. Setelah mempersiapkan benih untuk ditanam, masyarakat akan gotong-royong secara bergilir mengerjakan sawah. Minggu ini misalnya menanam atau marsuan di sawah marga Siallagan, beberapa hari berikutnya di sawah marga Sinaga dan seterusnya.

Kegiatan marsiadapari ini pun tidak hanya dilakukan masyarakat saat bertani tetapi juga berlaku pada beberapa kegiatan masyarakat di kampung ini. Misalnya, memperbaiki jalan, acara berduka, dan lainnya.

Potensi Desa dan Pengembangannya

Potensi Wisata Kampung

Kampung Girsang 1 memiliki potensi daya tarik wisata baik bersifat fisik maupun non fisik. Bersifat fisik yakni potensi alam yang sangat memikat mata para wisatawan. Ada mata air, air terjun, bukit-bukit yang indah, persawahan, perkebunan dan perkampungan. Kawasan Girsang 1 benar-benar indah. Layak disebut mirip dengan Firdaus yang dicatat di Kitab Suci. Lereng-lereng bukit ibarat amfiteater alam yang luas. Di sana terdapat petak-petak sawah berwarna hijau-zamrud.

Saat ini, Tim Parhuta yang didanai oleh sumbangan pribadi dari Norma Sinaga tengah membenahi Kampung Girsang 1. Sejak Juni 2020 menjalankan program swadaya lewat semangat gotong-royong atau marsiadapari, mengembangkan Kampung Girsang sebagai Kampung Wisata.

Tiga dari lima program yang telah direncanakan yakni pertama, memperbaiki akses jalan menuju sejumlah lokasi seperti Bukit Simumbang dan Huta Simandalahi. Kedua, membagikan 1.000 bibit pohon untuk ditanam di pekarangan rumah guna menghijaukan Girsang 1. Ketiga, membangun sopo atau tempat tongkrongan di sekitar kampung atau pematang sawah.

Potensi bersifat non fisik yakni warisan budaya berupa Rumah Batak dan budaya yang masih lestari. Guna mendukung Girsang 1 sebagai Kampung Wisata, Rumah Batak di Huta Simandalahi saat ini sudah dipugar. Penampilannya kini sudah jauh berbeda dari sebelumnya. Mengingat posisi Girsang berada di kawasan Geopark Kaldera Toba, penampilan Girsang berperan dalam meningkatkan citra Kaldera Toba, khususnya pariwisata di Kawasan Parapat, Simalungun.

Guna mendukung terbentuknya Kampung Wisata, sejumlah warga di desa ini siap untuk menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana guna mendukung kegiatan wisata. Saat tulisan ini digarap, ada satu rumah yang dimiliki oleh pemilik Tabo Cottage siap untuk disediakan buat wisatawan.

Spot Menarik

Kami turut mempromosikan Kawasan Danau Toba sebagai Taman Bumi Dunia dengan turut menjaga kelestarian alam di Girsang 1. Kami mempromosikan spot menarik di beberapa lokasi antara lain:

Bukit Simumbang

Bukit Simumbang merupakan bukit di Kampung Girsang 1. Saat kami memeriksa ketinggiannya melalui aplikasi My Elevation, ketinggian tempat kami berada yakni di Pondok Simumbang, mencapai 1.196 meter. Lokasi tersebut milik masyarakat. Akses ke sinilah salah satu yang dibenahi Tim Parhuta yang memungkinkan masyarakat setempat maupun wisatawan untuk menikmati jungle trekking atau mendaki gunung. Dari lokasi ini, kita dapat menyaksikan pemandangan Danau Toba yang indah dan Kota Parapat yang penuh dengan hotel.

            Sebelum sampai ke Bukit Simumbang, kita akan menyaksikan tanaman-tanaman pangan seperti padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, tebu, pisang, jeruk, kopi, tomat, coklat, nenas, alpukat, asam, berbagai kacang-kacangan, rempah-rempah, dan lainnya. Lokasi Girsang 1 merupakan sumber bahan pangan.

            Selain sebagai bahan pangan, banyak rempah-rempahan di hutan digunakan sebagai obat-obatan. Apalagi selama pandemi Corona melanda, rempah seperti jahe, kunyit, lengkuas diburu karena khasiatnya. Penduduk kampung Girsang 1 juga turut membudidayakan dan menggunakannya guna meningkatkan daya tahan tubuh. Kawasan ini cocok bagi para peneliti untuk meriset apakah ada tanaman di hutan ini berpotensi dijadikan obat.

            Hutan yang lebat ini juga menghasilkan oksigen dan menjaga Kampung Girsang 1 dari hujan deras yang mengikis tanah. Karena hutannya masih lestari, di sejumlah lokasi terdapat sungai tadah hujan. Sungai-sungai ini terbentuk karena adanya hutan tropis sepanjang tahun. Di dalam sejumlah sungai tersebut, masyarakat setempat memanfaatkannya sebagai sumber pengairan air dan budidaya ikan seperti Lele dan Gabus. Di dalam hutan ini, kita juga bisa menjumpai berbagai jenis satwa seperti Imbo atau Siamang, burung Enggang, Beruang Madu, dan binatang unik lainnya.

Pemandangan di Sitombom

            Kata tombom artinya jatuh. Biasa dalam bahasa Batak Toba ditulis tobbom atau tombom. Kemungkinan karena lokasi ini jatuh ke bawah, berada persis di bawah Bukit Simumbang. Pemandangan di sini bagi penulis sangat indah. Khususnya ketika padi akan segera memasuki masa panen. Ada begitu banyak sawah padi dan jagung, diselingi beberapa tanaman keras seperti kopi dan coklat.

            Belum ada data pasti terkait luas lokasi Sitombom. Bagi penulis ini sangat memikat perhatian karena terbentang di bawah bukit dan penuh dengan batu. Lokasi ini juga jadi bukti para petani di Girsang 1 pekerja keras, tangguh dan tidak gampang menyerah.

            Para petani membentu teras-teras sawah di sisi pegunungan yang hijau. Tiap-tiap teras dipagari oleh pematang, dan disangga oleh dinding tanah liat yang keras atau batu. Kebanyakan teras ditanami padi dan mengikuti kontur pegunungan; beberapa lereng berbentuk cekung, yang lain berbentuk cembung. Teras ini dibuat guna menahan humus saat hujan deras datang.

            Siapapun yang menyukai alam pasti akan menganggumi pemandangan teras sawah ini. Ini jadi bukti bahwa masyarakat gigih bekerja sehingga bisa membentuk teras yang cantik. Teras sawah ini dibangun karena kerjasama masyarakat, budaya marsiadapari.

Umumnya, masyarakat menanam padi air, bukan padi darat. Varietas padi air sangat membutuhkan air. Maka, guna menunjang hal tersebut, sistem pengairan dibutuhkan. Sungai-sungai di pegunungan disadap dan disalurkan ke teras melalui sistem kanal atau parit. Didorong gaya gravitasi, persediaan air disalurkan dari teras ke teras. Ini benar-benar keajaiban dunia yang hidup. Kita bisa menyaksikan para petani bekerja keras! Jika Anda berkunjung kesini saat padi mulai bertumbuh, teras ini tampak seperti mosaik yang indah dengan berbagai gradasi warna hijau.

Mempertimbangkan: Mak Ober, petani Girsang 1 sedang mempertimbangkan apakah padinya sudah layak untuk dipanen atau harus menunggu beberapa hari lagi. Pemandangan sawah padi buat suasana hati tentram.

Pemandangan di Gala-Gala

            Gala-gala adalah jenis tanaman yang mendominasi wilayah ini. Makanya lokasi ini dinamakan Gala-Gala. Sama seperti Sitombom, kawasan ini dipenuhi dengan padi dan jagung. Akan tetapi, pemandangan di lokasi ini punya daya tarik tersendiri. Lokasi ini menghubungkan Girsang 1 ke Girsang 2. Dari lokasi inilah kita bisa sampai menuju air terjun.

            Keunikan pemandangan ini lagi, kita bisa merasakan udara yang segar dengan pemandangan sawah kiri-kanan. Pembuatan teras sawah tidak menggunakan alat-alat canggih. Masyarakat menggunakan peralatan biasa seperti cangkul dan kayu.

            Kalau kita ingin berkunjung kesini, saat kamu turun dari Bus Sejahtera, DAMRI atau taksi, kamu bisa berjalan menuju Kampung Girsang 1 entah berjalan kaki atau naik angkutan umum. Setelah tiba di Kampung Girsang 1, kamu bisa melanjutkan perjalanan melewati beberapa huta atau kampung yang masih melestarikan Rumah Batak.

Setelah berjalan selama hampir satu jam dan khususnya menikmati udara segar mendekati gunung, dari jalan lurus ada dua pilihan jalan. Ke kiri menuju Huta Simandalahi. Ke kanan menuju Pemandangan SiGala-Gala. Di sinilah teras sawah ini terhampar di depan mata kita. Belum ada data pasti terkait luas lokasi SiGala-Gala.

Periode Panen: Pemandangan di SiGala-Gala memasuki periode panen. Lokasi ini cocok bagi mereka yang gemar dengan alam dan melihat pematang sawah.


Huta Simandalahi

            Huta artinya kampung. Huta Simandalahi artinya huta ini dibuka atau dihuni oleh keturunan Sinaga yang bernama Simandalahi. Kemungkinan besar pria bernama Simandalahi itulah yang menamai Huta ini Simandalahi. Huta bernama Simandalahi tidak hanya ada di Girsang 1, huta bernama Simandalahi juga terdapat di lokasi lain di Kecamatan Girsang Sipanganbolon. Pada umumnya, kumpulan marga Sinaga sepakat kalau huta ini dibuka oleh Simandalahi atau keturunan Simandalahi.

            Kebanyakan keturunan Sinaga dari Huta Simandalahi di Girsang 1 saat ini merantau atau berpencar ke tempat lain. Akan tetapi, rumah Batak tersebut statusnya masih milik marga Sinaga, warisan leluhur mereka. Demikian juga rumah Batak di huta lainnya, huta Porti, Sidasuhut dan Sidallogan.

Rumah Batak unik. Dibangun tanpa paku dan tahan lama. Generasi sekarang mungkin tidak mampu untuk membuat rumah seperti itu sekarang mengingat keterbatasan kayu dan tenaga untuk membangunnya. Belum diketahui pasti kapan rumah Batak mulai dibangun. Mungkin sejak mulainya sejarah suku Batak Toba.

Dulu, rumah Batak dapat menampung hingga 12 keluarga hidup bersama dalam satu rumah. Banyak rumah Batak yang ada saat ini sudah berusia ratusan tahun. Rumah ini terbuat dari kayu pinasa atau nangka yang dijadikan tiang untuk menopang beban atap. Kayu poki atau kayu keras yang digunakan untuk tiang badan bangunan. Kayu ulin digunakan untuk membuat ukiran pada bangunan. Kayu ini memiliki sifat keras, tetapi memiliki tekstur yang lembut pada serat kayunya. Kolong rumah digunakan sebagai tempat ternak​-anjing, ayam, babi, kerbau, dan sapi. Namun, di Kampung Girsang saat ini rumah hanya dihuni satu keluarga dan kolong rumah biasaya dijadikan gudang.

 

Mengecat: Dedy Pakpahan, anggota Tim Parhuta sedang mengecat Rumah Batak guna melestarikan warisan budaya di Huta Simandalahi.

Budaya Berkebun

Melihat: Seorang anak melihat hamparan tanaman jahe di salah satu lokasi mendekati Simumbang. Budaya bertani telah ditanamkan kepada anak-anak di desa ini sejak kecil.


           
Penduduk di Girsang 1 membudayakan diri mereka untuk bertani. Sejak kecil, orang tua mereka membawa anak-anak mereka untuk bertani. Budaya inilah yang membentuk karakter anak-anak, mengajarkan mereka pentingnya bekerja keras. Sebab, anak-anak diajarkan bahwa segala sesuatu itu harus ada proses. Mulai dari menanam, merawat atau mengurus, memberikan pupuk dan membersihkan rumput hingga memanen. Itu butuh proses panjang.

            Beberapa anak di kampung ini terkenal sangat berani. Beberapa yang penulis kenal sanggup berjalan kaki ke lokasi untuk mengambil tuak tanpa menggunakan sandal atau sarung tangan. Hanya bermodalkan parang. Mereka sering jumpa ular dan binatang berbisa lainnya. Tapi mereka kebal terhadap serangan binatang tersebut.

Komunitas Girsang Kreatif

Hasil pertanian di Girsang 1 memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Ada begitu banyak komoditas unggulan di kawasan ini. Ada kopi, kakao, kemiri, padi, jagung, pisang, ubi kayu, bawang merah, jahe, andaliman, dan beberapa komoditas lainnya.

Sejumlah warga Girsang sejak dulu telah berkecimpung di pasar menjual langsung hasil tanaman mereka di Pusat Pasar Tiga Raja atau menjajakannya ke warung atau wisatawan di sejumlah lokasi di Parapat.

Ada yang telah berkecimpung dalam produk hilirisasi seperti usaha bakery, warung makan, kedai tuak, kopi dan lainnya. Masih ada beberapa rencana Tim Parhuta ke depan dalam mengembangkan hilirisasi pertanian yakni memanfaatkan semua bahan di alam.

 

 

 

 

 

Samosir Pilihan Terbaik bagi Kamu Berpetualang Jelajahi Eksotisme Danau Toba

Danau Toba sangat luas. Terdiri dari 8 kabupaten. Jika kamu hanya punya libur dua hari rasanya tak cukup untuk eksplorasi banyak hal di Dana...