Tampilkan postingan dengan label Rapat tahunan OJK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Rapat tahunan OJK. Tampilkan semua postingan

OJK KR 5: Penguatan Industri Keuangan Tantangan Besar dan Terdekat

OJK KR 5: Penguatan Industri Keuangan Tantangan Besar dan Terdekat




Medan, Jelasberita.com | Tantangan besar dan terdekat yang harus dihadapi, khususnya oleh Sumatera Utara menjelang implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN di 2016 adalah penguatan industri jasa keuangan (IJK). Tahun 2015 merupakan tahun terakhir untuk persiapan menuju ke arah tersebut, ujar Kepala Regional 5 Sumatera Ahmad Soekro Tratmono dalam pidatonya pada Pertemuan Tahunan Pelaku Industri Jasa Keuangan 2015 di Hotel Aryadhuta Medan, Selasa (24/2).

Pertemuan tersebut dihadiri oleh pimpinan pelaku industri jasa keuangan dari industri perbankan, pasar modal, industri keuangan non bank (IKNB) serta sejumlah asosiasi industri jasa keuangan. Acara tahunan yang bertujuan memberikan arahan dan pandangan kepada para pelaku industri jasa keuangan itu dihadiri oleh Wakil Gubernur Sumatera Utara, DPRD Sumut, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Utara serta pimpinan lembaga lainnya di Sumatera Utara.

“Mengingat bahwa tahun ini merupakan tahun terakhir, kami menilai setidaknya ada 3 isu strategis yang perlu solusi integratif, yakni bagaimana optimalisasi sektor jasa keuangan pada perekonomian nasional, upaya penguatan durabilitas sektor jasa keuangan agar terwujud kestabilan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan serta mengoptimalkan akses keuangan dan kemandirian finansial kepada seluruh masyakat Indonesia dalam mendukung pemerataan pembangunan nasional,” kata Ahmad Soekro.

Ia menyatakan dinamika industri keuangan selama tahun 2014 baru saja dilalui dengan hasil yang baik dan kita bersyukur atas semua ini. Namun kita tidak boleh terlena karena proses pemulihan industri keuangan yang merupakan bagian dari pemulihan ekonomi global masih belum selesai.

Pertumbuhan PDRB Sumatera Utara di akhir tahun 2014 sebesar 6,35%, telah menempatkan Sumut hampir sejajar dengan beberapa provinsi di Pulau Jawa, antara lain: Jawa Barat (6,36%), Jawa Tengah (6,44%), dan DKI Jakarta (6,53%). Hal ini diyakini berpotensi besar bagi market share pertumbuhan sektor jasa keuangan di Sumut. Meskipun penciptaan lapangan kerja masih merupakan pekerjaan rumah yang terus berlanjut untuk diselesaikan, namun dengan outcomes pembiayaan/kredit di Sumut yang mencapai Rp166,87 Triliun (hingga akhir tahun 2014), dan 76,26% diantaranya merupakan pembiayaan/kredit produktif, kami optimis bahwa injeksi dana di sektor riil perekonomian akan mendorong penciptaan lapangan kerja baru bagi tenaga kerja produktif yang jumlahnya terus bertambah.

Selain itu, hal ini diharapkan akan meningkatkan akselerasi strata masyarakat Sumut masuk ke kelas menengah. Bila hal ini dapat kita pertahankan dan tingkatkan, maka sumbangsih pertumbuhan ekonomi Sumut yang lebih tinggi dari angka harapan 2015 sebesar 6,28% oleh industri jasa keuangan bukan hal yang mustahil untuk diwujudkan.

Antisipasi terhadap seluruh kerangka pertumbuhan industri jasa keuangan nasional dan regional, perlu dilakukan, dengan lebih dini mengetahui root caused (permasalahan) yang menghambat pertumbuhan industri secara berhati-hati (prudent), namun tetap sinergis dengan program percepatan pembangunan ekonomi nasional.

Sinergis dengan pandangan pemerintah, kami menilai bahwa permasalahan penyediaan infrastruktur dasar yang mampu menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di daerah ini, perlu menjadi perhatian serius. Secara fiskal, pemerintah telah mengurangi dan mengalihkan subsidi BBM kepada pembangunan infrastruktur. Industri keuangan di Sumut diharapkan dapat menanggapi ini secara positif sebagai potensi market share karena keran pembiayaan telah dibuka lebar oleh pemerintah.

OJK  mencatat bahwa pembiayaan/kredit sektor tersebut pada tahun 2014 di Sumut baru sebesar Rp5,33 Triliun dan baru mampu tumbuh 3,41%. Kami berharap dengan sinergi yang lebih baik kedepannya, keinginan dan pembiayaan/kredit di sektor tersebut tumbuh lebih baik namun tetap prudent. Prudental aspect menjadi isu yang penting untuk sektor tersebut karena persentase penyaluran dana bermasalah di sektor tersebut relatif besar (9,23%). Tidak hanya infrastruktur daratan, fokus pembangunan nasional pada sektor maritim juga perlu menjadi perhatian.

Sebagai provinsi dengan luas perairan mencapai 4.219 ribu ha, pembangunan sektor maritime menjadi hal penting bagi Sumut. Pihaknya mencatat pembiayaan di sektor ini pada 2014 hanya sebesar Rp334 Miliar. Dengan persentasi pembiayaan bermasalah yang hanya sebesar 3,29%, hal tersebut merefleksikan kompetensi dan kepatuhan yang lebih baik dalam mengelola pembiayaan di sektor tersebut.
“Kami berharap pertemuan hari ini dapat menjadi cikal semangat industri jasa keuangan Sumut dengan stakeholder terkait untuk meningkatkan akselerasi pertumbuhan pembiayaan di sektor tersebut. Selain itu, penguatan kompetensi manajemen risiko lembaga jasa keuangan, tersedianya penjaminan penyelesaian proyek, dan aspek teknis pendukung lainnya diharapkan mulai lebih baik di tahun ini untuk pembiayaan di sektor konstruksi,” paparnya
OJK secara berkesinambungan mengarahkan pengembangan sektor jasa keuangan khususnya di Sumut secara optimal bagi peningkatan ekonomi regional dan nasional, melaui inisiatif strategis yaitu mendorong pembiayaan pembangunan infrastruktur melalui mekanisme pasar modal, memonitor realisasi target Rencana Bisnis Bank di tahun 2015, khususnya terhadap target pembiayaan agar sinergis dengan rata-rata pertumbuhan pembiayaan nasional sebesar 16,46%, penguatan lembaga jasa keuangan selain perbankan melalui beberapa inisiatif termasuk pengawasan dan pembinaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penguatan pembangunan ekonomi yang sinergis dengan pelestarian lingkungan melalui green lending model, penguatan sektor jasa keuangan syariah melalui inovasi produk/jasa keuangan, dan kompetensi Sumber Daya Insani.

Untuk menciptakan akses keuangan, kemandirian dan keamanan finansial yang lebih baik dan komprehensif, kami berharap setiap lembaga keuangan di Sumut dapat mendorong strategi bisnisnya melalui perluasan layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif (LAKU PANDAI) perbankan khususnya bagi 2 bank umum yang berkantor pusat di Sumut dan diharapkan menjadi tuan rumah di provinsinya sendiri terhadap program inklusif tersebut, penyempurnaan layanan keuangan digital dan Sistem Pengelolaan Investasi Terpadu (Fundnet), revitalisasi peran Bank Pembangunan Daerah yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi market strategisnya sebagai penopang perputaran ekonomi daerah yang kompetitif, prudent, tidak meninggalkan kearifan lokal, serta menjadi alternatif pendukung tumbuh kembang lembaga keuangan mikro di Sumut.

Dalam rangka penetrasi pemahaman keuangan yang baik, kami berharap seluruh lembaga keuangan di Sumut dan pemerintah daerah dapat bersinergi mendukung program yang telah kami mulai sejak beberapa waktu lalu, yaitu sosialisasi kepada masyarakat umum, dan dunia pendidikan tentang produk dan jasa keuangan yang terintegrasi di semua sektor jasa keuangan. Hal ini dinilai penting karena modal penguatan ekonomi regional, bersumber dari pemahaman yang melekat dan utuh oleh pelaku ekonomi yang tercerdaskan. (rls/ti)

OJK Gelar Seminar Internasional Kembangkan Inovasi Literasi Keuangan

OJK Gelar Seminar Internasional Kembangkan Inovasi Literasi Keuangan


Bali, Jelasberita.com | Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berusaha mengembangkan berbagai inovasi program literasi keuangan untuk meningkatkan pemahaman dan penggunaan masyarakat terkait produk dan layanan sektor keuangan, dengan menggelar seminar internasional literasi keuangan bertema Financial Literacy to Support Financial Inclusion di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/6/2015).

Seminar Internasional Tahunan OJK ini dibuka oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad, dan turut dihadiri oleh Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S. Soetiono. Muliaman menjelaskan pentingnya inovasi dalam mengejar cita-cita program Melek Finansial Nasional antara lain karena dibutuhkannya upaya khusus untuk mengubah perilaku masyarakat yang sangat beragam, secara perilaku dan budaya.

Ia mengemukakan, tidak mungkin ada satu program yang bisa cocok untuk digunakan di semua kalangan masyarakat, karena banyak aspek yang harus dipertimbangkan seperti tingkat pengetahuan, pendidikan, dan latar belakang budaya setiap masyarakat. Dari sejumlah program literasi keuangan yang sudah dijalankan OJK bersama industri jasa keuangan dan berbagai lembaga, kegiatan literasi keuangan yang berbasis komunitas masyarakat (community based) terlihat efektif karena berawal dari kesamaan paham, kepentingan, pandangan, dan tujuan.

Program berbasis komunitas ini tidak hanya tentang mendidik masyarakat mengenai sektor keuangan, tetapi juga membawa sektor keuangan lebih dekat dengan mereka sehingga akan sejalan dengan program inklusi keuangan juga, kata Muliaman.

Untuk itu, OJK akan terus memperbanyak kerja sama dengan berbagai kalangan masyarakat khususnya pemerintah daerah untuk menjalan program literasi keuangan ini, sekaligus mensinergikan kegiatan ini dengan program penyaluran bantuan pemerintah ke masyarakat.

Dalam seminar selama dua hari tersebut (9-10 Juni), OJK menghadirkan berbagai narasumber dari dalam dan luar negeri untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, dan informasi mengenai program literasi keuangan yang dapat berdampak positif bagi perubahan perilaku masyarakat menjadi lebih baik lagi. 

Berbagai topik yang didiskusikan diantaranya merancang program literasi keuangan yang efektif, manfaat yang diperoleh oleh lembaga jasa keuangan dengan melaksanakan program literasi keuangan, dan juga hasil penelitian mengenai literasi keuangan yang tentunya bermanfaat bagi OJK, lembaga jasa keuangan maupun pemangku kepentingan lainnya dalam pelaksanaan program literasi keuangan yang dapat secara riil meningkatkan inklusi di sektor jasa keuangan.

Hasil survei nasional literasi keuangan yang diselenggarakan OJK pada 2013 di 20 provinsi dengan jumlah delapan ribu responden secara umum menunjukan tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru sebesar 21,8 persen, dengan tingkat inklusi 59,7 persen. Adapun indeks literasi masyarakat golongan C,D, dan E (masyarakat berpenghasilan rendah/low income) sebesar 18,71 persen. (rls/ti)

Easy Go Tour Travel Offers the Cheapest Packages to Explore Lake Toba

   Detail Information about the destinations Talking about Lake Toba is not limited to its waters. Lake Toba has many untold riches. One of ...